Part 39

25.2K 1.1K 4
                                    

Ilsa memfoto lukisan-lukisan yang terpajang di Lawang Sewu. Dia sangat menyukai tentang sejarah dan budaya. Aneh bukan, dia mengambil jurusan arsitek sekarang bekerja jadi penjual kue dan sukanya hal berbau sejarah. 

Anta diam-diam memfoto Ilsa dari belakang. Dia sekarang suka mengkoleksi foto Ilsa dan Krystal. Bahkan wallpaper handphonenya adalah foto bertiga yang diambil mamanya waktu pergi ke Gedung Songo kemarin. 

Ilsa memutuskan menyetujui permintaan Anta semalam. Anta yang baru bangun dan mendapati kabar kalau Ilsa mau pergi dengannya pastinya langsung bahagia. Dia tadi langsung bergegas mandi dan datang ke rumah Ilsa.

"Kamu suka sama sejarah?" Anta mendekati Ilsa dan berdiri disampingnya.

Ilsa mengangguk tanpa melihat Anta. "Sejarah mengajarkan banyak hal"

Anta mengangkat alisnya. Ilsa menatap Anta sekilas dan kemudian berlalu melewati Anta untuk melihat lukisan yang lain. Anta mengikuti Ilsa dari belakang. Ilsa berhenti pada foto stasiun.

"Sejarah menyadarkan kita bahwa kita harus bisa berubah dan mengubah hal supaya menjadi lebih baik" ujar Ilsa. Anta mengangguk.

"Dengan sejarah kita bisa tahu bagaimana kondisi dulu, bagaimana orang-orang terdahulu berjuang sebegitu kerasnya buat kita semua. Dengan tahu sejarah, kita setidaknya bisa bersyukur hidup pada zaman ini yang semuanya serba mudah dan kita bisa menghargai secuil kehidupan"

Anta terkesima dengan wanita disampingnya ini. Jarang ada orang yang menyukai sejarah saat ini. Generasi sekarang sudah tergerus akan kemajuan teknologi dan mengikuti perubahan tanpa mau mengerti sebab akibat dari perubahan ini.

Ilsa yang menyadari dirinya banyak bicara, segera diam kembali. Dia selalu tidak terkontrol kalau ada yang bertanya kenapa dia menyukai sejarah dan budaya. Rasanya Ilsa ingin berpidato panjang lebar terutama di hadapan generasi muda.

Anta sedikit heran dengan perubahan tiba-tiba Ilsa, dia kembali menjadi Ilsa yang datar bukan Ilsa yang ramah seperti saat menjelaskan alasannya menyukai sejarah. 

Ilsa kembali berjalan mengelilingi Lawang Sewu. Dia mengacuhkan Anta yang terus mengikutinya dari belakang. Setelah puas berkeliling, Ilsa memutuskan duduk di kursi yang disediakan di tengah lapangan di dalam Lawang Sewu. Dia menikmati pertunjukan musik disana.

Anta memesan minuman. Dia sudah haus sejak tadi. Dia memesan es jeruk. Anta kembali duduk di samping Ilsa yang menikmati pertunjukan musik. Dia menyodorkan es jeruk yang dia beli. Ilsa menatap dengan alis terangkat.

"Buat kamu"

Ilsa mengambil minuman itu. "Makasih" ucapnya.

Mereka menikmati pertunjukan musik hingga lupa waktu. Karena waktu yang semakin sore mereka memutuskan untuk pulang. 

Sebelum pulang Anta mengajak Ilsa makan di restoran. Ilsa tiba-tiba merasa deja-vu. Dia membeku di dalam mobil. Anta yang menyadari itu bertanya kenapa.

"Lebih baik kita pulang" ucap Ilsa dingin.

Anta heran dengan perubahan mendadak dari Ilsa. "Sa? Kenapa?"

"Pulang please" pinta Ilsa dengan mata berkaca-kaca. Anta yang belum sadar menuruti kemauan Ilsa. Dia tidak jadi mengajak Ilsa makan. Padahal Anta ada maksud lain selain mengajak makan. 

Sepanjang perjalanan, Anta memikirkan cara untuk mengutarakan maksudnya. Dia sengaja melajukan mobilnya dengan perlahan. Tapi sayangnya mobilnya sudah berhenti di depan rumah Ilsa tiba-tiba.

Ilsa hendak membuka pintu mobil tapi ada tangan kekar yang mencegahnya. Ilsa menatap Anta dengan alis terangkat. "Kenapa?" 

"Eh selamat beristirahat ya dan makasih hari ini" Ujar Anta. Anta melepaskan pegangannya. Ilsa hanya mengernyit heran dan mengangguk saja. Dia tidak ambil pusing dan keluar dari mobil. 

Is HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang