Part 24

33.9K 1.4K 3
                                    

Matahari pagi menerobos masuk ke dalam kamar Anta. Anta mengerjapkan mata menyesuaikan cahaya yang masuk ke retinanya. Dia meregangkan badannya. Dia nampak lelah karena mengurus seabrek pekerjaannya yang harus dia selesaikan sebelum balik ke Jakarta. Selain itu, dia juga sibuk mencari keberadaan Ilsa, yang sampai sekarang belum tahu keberadaanya. Meski dia memiliki banyak koneksi tapi mencari informasi keberadaan Ilsa saat ini ternyata sulit. Anta tidak bisa meminta bantuan BIN, dan tidak semudah itu meminta bantuan lembaga negara. Semua sosial media telah dia telusuri, tetapi hasilnya nihil. Alamat yang tercantum di berkas kerja Ilsa dulu sudah lenyap.

Anta terduduk di kasurnya. Dia mengusap wajahnya dan menghela nafas kasar. Dia belum menemukan keberadaan Ilsa. Yang Anta tahu akhir-akhir ini kalau Ilsa sudah tidak berada di Bali. Tetapi dimana? Anta tidak bertanya ke Faya yang kemungkinan tahu alamat Ilsa. Dia tidak ingin membuka luka lama Faya dengan menyebut nama Ilsa lagi. Dan, belum tepat waktunya dia bertanya.

Anta melihat jam di nakasnya, jam 6. Dia segera bergegas mandi, karena penerbangannya jam 8. Anta akan memikirkan nanti mencari keberadaan Ilsa. Dia akan menggunakan koneksinya dan segala cara yang bisa dia lakukan untuk menemukan Ilsa dan anaknya.

Setelah selesai bersiap-siap Anta turun. Di bawah sudah ada Ratih dan kopernya.

"Sudah siap pak?" Tanya Ratih sopan. Anta mengangguk dan berjalan ke mobil. Ratih mengekor di belakang Anta sambil membawa barangnya sendiri. Sedangkan koper Anta sudah ditangani sopirnya.

Selama perjalanan, Anta hanya menatap jalanan dengan pikiran kosong. Wajah dingin dan tegasnya tidak dia nampakan. Dia benar-benar lelah. Hanya ada hening di dalam mobil itu, karena Ratih juga sedang sibuk dengan gadgetnya.

"Bangunin aku kalau udah sampai bandara Tih." Ucap Anta dan di angguki Ratih. Dia memejamkan matanya. Tadi malam dia hanya tidur 3 jam karena harus lembur dan lanjut mencari keberadaan Ilsa sebelum dia pulang ke Jakarta. Anta selalu berdoa, semoga Tuhan memberikan tanda keberadaan Ilsa.

Setelah perjalanan yang penuh hening di dalam mobil, tidak terasa mobil yang membawa Anta sampai di bandara. Ratih membangunkan Anta yang tidur terlelap di kursi belakang. "Pak Anta sudah sampai." Seru Ratih pelan, membangunkan Anta. Anta mengerjapkan matanya dan melihat sekeliling kalau ternyata dia sudah sampai di bandara. 

Anta turun dari mobilnya bersama Ratih. Pak Ahmad, sopirnya membantu mengangkat koper Anta. "Hati-hati ya pak." Ucapnya dan dianggukin Anta. Anta dan Ratih berjalan ke dalam bandara dan menaiki pesawat mereka.

Setelah perjalanan hampir 2 jam, akhirnya mereka tiba di Bandara Soekarno-Hatta. Mereka sudah ditunggu Fiki di pintu keluar.

"Lo utang cerita sama gue!" Sergap Fiki ketika mereka sudah berada di mobil.

Anta melirik ke depan. Dia tidak ingin ada orang yang tahu. "Bukan sekarang, nanti bakal aku ceritain." Balas Anta malas. Fiki mendengus.

Anta meminta sopirnya menurunkan dia dirumahnya bukan di rumah orang tuanya. Dia tidak ingin mendengar omelan mamanya karena lagi-lagi Anta menggagalkan perjodohannya.

"Kenapa ikut?" Tanya Anta ketika melihat Fiki berjalan mengikutinya di belakang.

"Gue butuh cerita lo sekarang!" Tandasnya dan berjalan mendahului Anta memasuki rumah Anta. "Bukain!" Perintahnya yang langsung dipelototin Anta. Siapa disini yang bosnya?

Anta membuka pintu rumahnya. Mereka masuk ke dalam dan Anta langsung merebahkan tubuhnya di sofa ruang tamu diikuti Fiki.

Fiki menatap Anta meminta penjelasan. Anta melirik Fiki dan menghela nafas. "Sabar dong! Aku baru sampai ini, masih jetlag." Sungutnya. Dia sungguh dalam kondisi lelah.

Is HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang