Part 10

39.7K 1.6K 7
                                    

"Bagaimana kondisi anak saya dok?" Tanya mama Raisa khawatir.

"Kondisi anak ibu lemah, darahnya rendah dan dia cukup dehidrasi. Sebaiknya dirawat disini dulu sampai pulih." Jelas dokter yang memeriksa Anta. Mata mama Raisa berkaca-kaca. Ditatapnya Anta yang terpejam di kasur rumah sakit. Siapa orang tua terutama ibu yang tidak sedih melihat anaknya yang biasanya semangat, jarang sakit, harus terbaring lemah di kasur rumah sakit.

Setelah Anta mengalami mual yang hebat, kondisi Anta makin drop. Untung saja dia masih tinggal di rumah orang tuanya, sehingga saat dia terjatuh pingsan di kamar mandi ada yang menolong. 

Mama Raisa mengusap kening Anta lembut. Walaupun Anta sudah mau memasuki umur 29 tahun, tapi baginya Anta masih anak kecilnya. Anta merupakan anak yang dia banggakan. Prestasi Anta tidak main-main, dari kecil sudah beberapa kali menjuarai perlombaan. Dia juga anak yang baik dan penyayang. Sering berbagi sesama tanpa dia suruh. Walaupun kadang kalau marah menakutkan dan sulit dibujuk. Marahnya Anta bukan yang meledak-ledak, marahnya Anta lebih ke diam dan dingin.

Suara pintu kamar VIP rumah sakit terbuka, memperlihatkan Faya. "Bagaimana kondisi kak Anta ma?" Tanya Faya memasuki kamar rawat Anta. Faya segera pergi ke rumah sakit setelah mendapatkan kabar kalau kakaknya masuk rumah sakit. Faya sendiri bekerja diperusahaan papanya di bagian brand development. 

"Kata dokter, tubuh kakakmu lemah, darahnya rendah dan dehidrasi." Jelas mama Raisa sedih. Faya mengusap bahu mamanya. Tidak disangkanya kakaknya bisa jatuh sakit seperti ini. Biasanya kalau sakit hanya batuk dan demam biasa.

"Kamu ga kerja Fay?" Tanya mama Raisa. 

"Ijin keluar bentar ma, inipun juga udah masuk waktu istirahat, nanti Faya balik lagi."

Mama Raisa mengangguk. Faya mengajak mamanya duduk di sofa dan makan siang bersama. Tadi Faya membeli makan terlebih dahulu sebelum ke rumah sakit. Faya butuh asupan karena setelah ini dia ada rapat. 

"Maaf, maafin aku Sa." Gigauan Anta membuat Mama Raisa dan Faya yang asyik makan mendongak. Mereka bergegas menghampiri Anta.

"Nta."

"Kak." Ucap mama Raisa dan Faya bebarengan. Mereka menggoyangkan tangan Anta pelan. Perlahan Anta membuka matanya. Anta melihat sekitar, 'ini bukan kamarnya' batinnya. Dilihatnya mamanya dan adiknya kemudian beralih ke tangannya yang diinfus. 'Ah aku dirumah sakit' simpulnya.

"Faya panggilkan dokter dulu ya ma." Ijin Faya setelah melihat kakaknya seratus persen membuka matanya. Mama Raisa mengangguk. Faya segera keluar untuk memanggil dokter yang merawat Anta.

"Ma." Ucap Anta lemah.

Mama Raisa memegang tangan Anta, "iya Nta, kamu harus istirahat dulu." Ucapnya.

Anta menghela nafas. Anta tidak suka kalau harus sakit. Sebenarnya Anta pernah beberapa kali sakit parah, tetapi dia menyembunyikannya. Dia tidak ingin keluarganya khawatir seperti saat ini. Terutama wanita yang telah memebesarkannya itu.

Maka dari itu, keluarganya hanya tahu kalau Anta sakit cuma batuk dan demam biasa. Walaupun Anta sakit, dia memaksa untuk bersemangat kerja. Dan yah, sehabis itu sakitnya hilang sendiri. Rasa tanggung jawab Anta sebagai penerus perusahaan papanya dan sebagai kakak untuk Faya, membuatnya melupakan rasa sakit.

~~~

Ilsa baru saja selesai mencari bahan untuk membuat kue. Dia menenteng tas belanjaannya keluar toko bahan kue. Rencananya besok dia akan bereksperimen membuat beberapa kue yang nanti akan difoto dan di upload di instagram. Setelahnya, lusa atau hari berikutnya akan ada grand opening. Dia juga sudah menghubungi beberapa teman SMA dan SMPnya untuk datang ke opening tokonya.

Ilsa mampir lebih dahulu ke warung makan sebelum pergi ke rumah sakit untuk periksa. Dia tidak lupa untuk memeriksa kondisi tubuhnya. Ilsa tidak ingin kondisi kesehatannya mengganggu plannya. Sesampai di warung makan Ilsa pesan soto. Dia lagi ingin makan soto. Memikirkan kuahnya yang panas membuat perutnya mendadak lapar. 

Ilsa melihat penjual rujak lewat di dekat warung soto. Ilsa tergiur untuk makan rujaknya. Dia mencegah penjual rujak tadi. Melihat mangga yang masih muda membuatnya senang. Ilsa memesan rujak dengan tambahan mangga muda yang lebih banyak.

"Ini mbak rujaknya." Penjual tadi menyodorkan rujak ke Ilsa. Ilsa segera menerima dan membayarnya. Kemudian dia duduk lagi untuk meneruskan makannya.

Ilsa makan sendiri di kursi yang disediakan di dalam warung itu. Siang ini suhu di Semarang panas. Kata Dara memang Semarang lagi dalam kondisi yang panas-panasnya. Setelah selesai makan dia membayar dan pergi ke rumah sakit terdekat. Ilsa memesan ojek online. Tidak mungkin Ilsa berjalan kesana sendiri, walaupun jaraknya lumayan dekat tetapi kalau jalan juga butuh waktu. Apalagi terik matahari membakar tubuhnya. Memikirkan dia jalan di bawah terik matahari saja sudah bikin pusing.

Sesampai di rumah sakit, Ilsa berjalan ke meja resepsionis dan mendaftarkan diri sebagai pasien. Ilsa perlu menunggu 30 menit karena dokternya belum datang. Ilsa mengamati barang belanjaannya, mengecek lagi jika ada yang kurang. 

Tiga puluh menit sudah berlalu, dokter Ilsa sudah datang. Ilsa tidak langsung masuk karena harus mengantri. Setelah menunggu lumayan lama, sekarang giliran Ilsa. Dia menyapa dokter yang akan memeriksanya. 'Masih muda dan cantik,' pikir Ilsa.

"Ada keluhan apa ibu?" Tanya dokter ramah, yang bernama Nadin dilihat dari nametagnya. Ilsapun segera menceritakan apa yang dia rasakan semuanya tanpa terkecuali.

Dokter Nadin memikir sejenak. "Maaf sebelumnya bu, ibu terakhir datang bulan kapan?"

Deg

Firasat Ilsa tiba-tiba buruk. Kenapa Dokter Nadin bertanya itu? Tidak mungkinkan apa yang dia pikirkan sekarang?

Ilsa memikirkan kapan terakhir dia datang bulan dan itu sudah 1 bulan lebih. Harusnya dia sudah datang bulan. Ini sudah kelewat dari tanggalnya. Ilsa menatap Dokter Nadin dengan tatapan yang tidak dimengerti seperti pikirannya yang tiba-tiba tidak bisa berpikir.

"Ke-na-pa ya dok?" Tanya Ilsa ragu.

Dokter Nadin tersenyum kemudian menjelaskan dengan pelan, kalau ada kemungkinan Ilsa lagi mengandung dilihat dari keluhannya.

Mendengar penjelasan Dokter Nadin, Ilsa termangu. Kata-kata yang dikeluarkan Dokter Nadin seperti tidak masuk ke dalam kepalanya. Hanya ada satu kalimat yang terus beputar dikepalanya 'kemungkinan hamil'. Ga. Ga mungkinkan? Ga. Pasti Dokter Nadin salah. Ilsa memejamkan matanya. Rasanya seperti ada bongkahan batu menimpa dirinya saat ini.

Ilsa membuka matanya. Dia masih kurang percaya akan ucapan Dokter Nadin. "Dok, ga mungkinkan?" Tanyanya pelan. Ilsa masih mencoba mengelak.

"Lebih baik Ibu Ilsa periksa di dokter kandungan yang akan lebih jelas memeriksanya, saya hanya dokter umum jadi saya saranin untuk memastikan kesana." Ucap Dokter Nadin lembut.

Setelah sesi konsultasinya selesai, Ilsa berjalan gontai keluar. Semangatnya yang membara tadi lenyap seketika. Ilsa tidak menyangka kejadian 1 bulan kemarin menyisahkan benih dalam perutnya. Meskipun dia belum memastikan, tetapi memikirkan ada sisa Anta di tubuhnya membuatnya bergidik ngeri. Air mata Ilsa turun dengan sendirinya. Pasien dan perawat yang berlalu lalang melihat Ilsa heran. Ilsa terduduk lemah di kursi taman rumah sakit. Ilsa menangkupkan tangannya diwajahnya. Dia terisak. Kenapa Tuhan memberikan cobaan lagi kepadanya disaat dia sudah mulai bangkit lagi? Apa Ilsa tidak boleh bahagia? Pertanyaan itu berputar dikepalanya lagi.

Ilsa duduk lama di kursi taman rumah sakit itu, hingga tidak disangkanya waktu sudah semakin gelap. Ilsa bangkit dari duduknya. Dia akan memastikan apakah dugaanya benar atau tidak. Ilsa berjalan ke apotek di rumah sakit itu. Ilsa tidak menuju ke dokter kandungan, dia sangat takut akan jawabannya nanti. Dia lebih baik membeli testpack. 

Setelah membeli testpack, Ilsa memutuskan pulang. Disepanjang jalan Ilsa hanya diam memandangi jalan. Bunyi handphone tidak dia hiraukan. Pikirannya sedang tidak tenang. Ilsa takut akan kenyataan.

Sesampai rumah, Ilsa meletakan barang belanjaanya di kursi. Dia mengambil benda yang dia beli di apotek tadi dan mengamati benda putih itu lama. Ilsa sungguh takut saat ini. Kalau hal ini benar, bagaimana hidupnya nanti? Ilsa memejamkan matanya. Dia harus mengeceknya langsung. Ilsa tidak bisa terus menerus overthinking. Ilsa berdoa semoga itu tidak benar. Semoga saja.

Is HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang