Part 25

35.4K 1.4K 6
                                    

"Ilsa ada paket inii." Teriak Dara masuk ke rumah Ilsa. Ilsa berjalan keluar dari dapur membawa piring berisi nasi dan duduk di depan televisi. 

"Dari siapa?" Tanya Ilsa sambil mengambil nasi dari sendok dan meniupnya.

"Dari Tante Chaisa?" Dara bertanya agak ragu. Ilsa menyuapi Krystal. Dia menghela nafas mengetahui siapa yang mengirim paket untuknya.

Selama Ilsa pulang dari Bali, Tante Chaisa yang ternyata ibunya sering mengirim paket untuknya. Entah itu baju untuk Krystal maupun dirinya hingga peralatan mandi. Beberapa kali, Tante Chaisa juga mengirimi kabar ke dia, atau sekedar menanyakan kabar, tetapi selalu Ilsa abaikan. Ilsa masih belum bisa menerima kenyataan. Beberapa kali, hatinya gundah karena memikirkan semuanya, tapi pikiran Ilsa selalu menolak. Ilsa sudah bisa hidup mandiri selama ini. Berbagai kesulitan telah dia hadapi, dia tidak perlu ada seorang ibu dihidupnya. 

"Taruh kardus situ aja Dar." Ucap Ilsa menunjuk kardus besar di pojok. Dia enggan membuka kiriman dari ibunya itu. Dara mengikuti perintah Ilsa. Dara terdiam melihat kardus yang berisi kiriman paket masih utuh dan bertumpuk itu. Ada perasaan sedih tapi Dara tidak bisa apa-apa. 

"Kamu beneran ga bisa maafin Tante Chaisa Sa?" Tanya Dara memastikan. Dia duduk di samping Ilsa. Ilsa diam. Dia sibuk menyuapi Krystal.

Dara menatap sahabatnya itu dan menipiskan bibirnya. "Sa, bagaimanapun itu ibu kandungmu."

Ilsa menatap Dara. "Dar... aku bisa hidup tanpa sosok ibu selama ini. Terus kalau aku maafkan mau apa? Ga akan merubah keadaankan? Aku tetap jadi aku yang sekarang? Memangnya kalau aku menerima dia jadi ibuku saat ini dia bisa mengembalikan masa kecilku? Dia bisa membuatku terhindar dari sasaran iblis itu yang sempet bikin aku mati?" Mata Ilsa berkaca-kaca. Nadanya meninggi. Air matanya seketika turun lalu ditepisnya dengan kasar. Dia sadar ada Krystal di depannya. 

Krystal sendiri menatap takut ke Ilsa. Ilsa memberikan senyum ke Krystal kecil. Mengatakan bahwa bundanya baik-baik saja dan meminta maaf atas perbuatannya yang mengaggetkan anak kecil itu.

Dara terdiam. Hatinya ikut pilu melihat sahabatnnya seperti ini. "Aku paham Sa..."

"Maaf." Ucap Dara pelan. Hanya itu yang bisa dia katakan. Dia tidak bisa memaksa Ilsa. Ilsa yang mengalami bagaimana peliknya hidup yang dia jalanin. Biarkan Ilsa yang menentukan kebahagiaannya sendiri. Jika dia bahagia dengan hidupnya saat ini, biarlah tidak menerima Tante Chaisa dalam hidupnya. Yang terpenting, Dara harus berada di sisi Ilsa.

Ilsa menghela nafas. "Dia juga sudah bahagia sama keluarganya." Ilsa mengalihkan pandangannya. Dia berdiri dan berjalan ke dapur membawa piring kotor.

Dara menatap punggung Ilsa. Dara sebenaranya kasihan melihat Tante Chaisa yang terus mengirimkan berbagai barang ke Ilsa, Dara tau kalau Tante Chaisa sedang berusaha menebus semua. Tetapi, semua telat tan, batin Dara. 

Dara sudah mendengar semuanya. Tentang cerita orang tua Dara. Dia iba ke Ilsa karena harus mempunyai orang tua seperti itu. Hidup tanpa kasih sayang orang tua. Awalnya Dara tidak mempermasalahkan Ilsa yang tidak bisa memaafkan ibunya. Tapi, setelah Dara bercerita ke orang tuanya, dia beralih pendapat. Dia ingin Ilsa merasakan kasih sayang ibunya saat ini. Tapi, melihat bagaimana emosional Ilsa tadi, Dara mengurungkan niatnya lagi. 

"Krystaal!" Panggilan dari pintu membuat Dara dan Krystal menoleh. Budhe Mira sudah berada di depan pintu dan berjalan masuk dengan pakaian yang serba rapi. Ilsa juga keluar dari dapur. "Eh Budhe dah dateng."

"Krystal udah siap?" Tanya Budhe Mira.

"Udah dhe." Jawab Ilsa.

"Krystal, itu nenek Mira udah datang." Panggilnya. Krystal berdiri dan berjalan kearah Budhe Mira. 

Is HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang