Part 12

36.7K 1.6K 8
                                    

Malam ini hujan mengguyur kota Jakarta. Tidak begitu deras, tetapi petir terus menyambar. Anta terduduk di kasur tempat dia dirawat. Keadaanya sudah mulai stabil tetapi masih beberapa kali merasa mual. Pikirannya sepi, bukan pikirannya tapi hatinya. Anta merasa sudah berdosa besar. Kalau boleh dibilang dia menyesal, iya dia menyesal, dia mengakui sekarang. Hatinya tidak bisa dia bohongi. Setelah merenungkan semuanya dia merasa apa yang diperbuatnya adalah hal yang menjijikan. Bagaimana dia bisa berbuat keji seperti itu? Dia bahkan tidak bisa dibilang sebagai manusia.

Anta memejamkan matanya. Mencoba untuk menghilangkan semua pikirannya saat ini. Percuma dia menyesali. Semua sudah terlambat. Benar apa kata pepatah, penyesalan itu diakhir. Kalau diawal namanya pendaftaran.

Ketukan pintu kamar rawatnya membuat Anta membuka matanya. Mamanya datang sambil menenteng tas kecil. 

"Kok belum tidur Nta?" Tanya Mama Raisa setelah meletakan tas kecil berisi pakaian Anta. 

"Belum bisa tidur ma." 

"Masih merasa mual?" Tanya Mama Raisa lagi sambil berjalan kearahnya. Anta mengangguk.

Digeretnya kursi yang ada di samping ranjang Anta. Beliau duduk dan mengusap pelan tangan Anta. Mama Raisa menatap Anta lembut. Matanya yang teduh mampu menghangatkan jiwa dan raga Anta.

Mama Raisa memijit lengan Anta. Anta merasa bersyukur memiliki mama yang pengertian dan sayang kepadanya.

"Ma." Panggil Anta pelan.

"Hm?"

"Boleh ga Mama peluk Anta?" Tanya Anta malu. Jujur saat ini pikiran dan hatinya kacau, dia ingin merasakan kehangatan dari pelukan mamanya. Mama Raisa tertawa mendengar permintaan Anta. Anaknya ini udah berumur hampir 29 tapi masih kaya anak kecil. Tanpa menjawab, Mama Raisa memeluk Anta dan mengusap punggung tegap Anta. Menyalurkan rasa nyaman.

"Makasih ma." Ucap Anta dipelukan mamanya.

Mama Raisa tersenyum. "Ga usah terimakasih, tanpa kamu minta mama akan selalu siap memeluk kamu."

Anta memejamkan matanya dipelukan mamanya. Tanpa sadar, dia terlelap dipelukan mamanya. Bagaimanapun juga, ibu merupakan tempat pulang ternyaman dari seorang anak. Mama Raisa yang menyadari Anta terlelap segera melonggarkan pelukannya dan perlahan menidurkan Anta di kasur. Diusapnya dahi Anta. Anak yang baru kemarin bisa berjalan, tiba-tiba sudah sebesar ini. Baru kemarin Anta bisa mengucap kata 'mama', sekarang sudah ada beban yang dia pikul. Waktu memang cepat berlalu.

~~~

Dua hari berlalu sejak kabar bahwa dirinya mengandung, Ilsa masih termenung di rumah. Dia sering melamun. Ilsa menunda pembukaan tokonya. Dan selama itu, Dara tidur menemani Ilsa. Orang tua Dara juga sudah mengijinkan, karena mereka sudah kenal baik dengan Ilsa. Dara terlalu khawatir dengan kondisi Ilsa saat ini. 

"Sa, aku berangkat kerja dulu ya." Pamit Dara. Ilsa hanya mengangguk. Pikiran dan tatapannya kosong. Dara menghela nafas pelan. Apa yang harus dia lakukan untuk membuat sahabatnya ini tersenyum lagi? Karena sudah hampir telat, Dara segera pergi bekerja, dia tidak ingin kena teguran lagi karena telat.

Tinggalah Ilsa sendiri dirumah. Dia masih menatap kosong ke televisi yang hidup. Ilsa memegang perutnya, dan kembali lagi dia menangis. Dia masih tidak percaya akan semua.

"Nenek." Panggilnya pelan seolah ingin neneknya yang sudah di surga mendengarnya. Ilsa terisak saat dia tahu bahwa kenyataanya menyesakan. 

Di kota lain, kondisi Anta sudah membaik dan dia sudah diijinkan untuk pulang. Mobil yang dikendarai papanya memasuki rumah mewah tempat tinggalnya. Dia dijemput papa dan mamanya, sedangkan Faya masih bekerja. Anta duduk di sofa ruang tamu bersama papanya yang sedang sibuk menelfon. Mamanya sedang pergi ke dapur.

Is HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang