Kejadian kemarin malam membuat Anta tidak fokus 2 hari ini. Pikirannya dipenuhi dengan Ilsa. Beberapa kali dia bengong. Bahkan rapat hari ini, Anta tidak memperhatikan.
"Pak." Panggil Ratih pelan. Anta yang dipanggil gelagapan dan langsung memposisikan dirinya kembali.
"Ekhm." Dehem Anta. Ternyata sedari tadi semua yang ada di ruang rapat memperhatikan dirinya, menunggu keputusannya.
"Saya akan mempelajarinya lagi." Putus Anta. Dia langsung keluar dari ruang rapat setelah menutup rapat. Tidak mungkin Anta akan memberikan keputusan disaat dirinya sama sekali tidak memperhatikan saat para ketua divisi menjelaskan.
"Tih buatin saya kopi." Perintah Anta sesampai di ruangannya. Ratih mengangguk dan meninggalkan Anta. Anta duduk di sofa yang disediakan di ruangannya. Dia memijat dahinya. Anta benar-benar tidak tenang.
Anta mengambil ponselnya dan menelfon Fiki. Anta sudah tidak sabar mendengar kelanjutan infonya.
Setelah bunyi dering diangkat. Tanpa basa-basi langsung menodong Fiki. "Mana Fik infonya?"
Fiki yang diseberang menggerutu. "Sabar dong boss, emangnya mudah nyari info orang, emangnya gue BIN apa!" Sungutnya. Gimana tidak kesal coba kalau sehari bisa 10 kali Anta telfon.
"Cepetaan Fik!!!"
Fiki meninju ponselnya yang masih menampilkan telfon dari Anta. Dia harus bersabar menghadapi sahabatnya ini. Eh sahabat? lebih ke bosnya dia.
"Iyeeeeee... gimana bisa cepet kalau lo nelfon gue terus... perasaan pacarku ga pernah nelfon sesering ini."
Anta acuh saja dengan curhatan Fiki. "Gue tunggu sampai besok! Kalau tidak dapet lo dipecat!" Titah Anta. Dia lagi kesal saat ini jadi tidak ada kamu-aku didirinya.
Ketukan pintu ruangannya terdengar. Setelah dapat sahutan dari Anta, Ratih masuk membawa nampan berisi kopi. Ratih meletakkan kopi tadi.
"Ratih." Panggil Anta.
"Iya pak?"
"Kamu kenal baik dengan Ilsa?" Tanya Anta, dia menatap Ratih. Ratih yang di tanya mengernyit. Anta yang mengerti apa yang dipikirkan Ratih menambahi. "Dulu pernah kerja dikantor cabang, 3 tahun yang lalu dia keluar."
Ratih nampak berfikir, dia mengingat rekan-rekannya di kantor cabang. Setelah beberapa detik kemudian dia ingat. "Oh Ilsa Chaira maksud bapak?"
Anta menjawab dengan anggukan. "Saya tidak terlalu kenal sih pak, bukannya Ilsa teman baik adik bapak ya?" Tanya Ratih. Dia sudah tahu kalau Ilsa dulu berteman baik dengan Faya, karena Faya yang merekomendasikan Ilsa.
Anta diam. "Kamu boleh keluar." Ucapnya kemudian. Ratih yang tidak di jawab hanya menghela nafas. 'Tadi tanya, pas aku tanya balik ga jawab' gerutunya dalam hati.
Anta menyecap kopinya kemudian meletakkan kepalanya di sandaran kursi. Dia mencoba memejamkan matanya. Menenangkan pikirannya yang penuh dengan rasa penasaran dimana keberadaan Ilsa. Tetapi tidak bisa karena Ilsa terus mengusik pikirannya.
Anta membuka matanya dan menatap kosong kearah depan. Kalau dia bertemu keberadaan Ilsa, apa yang harus dia lakukan? Mengingat waktu di restoran dia melihat kalau wanita itu membawa anak. Meski masih samar apakah yang dilihatnya Ilsa atau tidak, Anta jadi berfikir, apakah Ilsa sudah memiliki kehidupan yang bahagia? Apakah sudah menikah? Atau malah belum?
Anta mengusap wajahnya dengan kasar. Dia bingung dengan dirinya sendiri. Kenapa harus mencemaskan wanita yang sudah dia renggut kesuciannya?
~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
Is Hurt
Romance[COMPLETED] ~Tahap Revisi~ Bagaimana hidup Ilsa berubah total karena kejadian yang bahkan dia tidak punya salah. Hidupnya terus dihantui trauma. Dia diancam kakak sahabatnya sendiri hingga diperkosa. Bahkan dia harus mengandung anak dari kekejaman k...