Chapter 15

12 1 0
                                    

Andra menatap penuh arti kepada Risa, menunggu tanggapan yang akan Risa keluarkan karena ia sangat penasaran sekali. Risa diam sejenak, menyingkronkan antara hati dan pikirannya untuk menemukan titik tengah.

"Hubungan persahabatan kita kan? Itu kan yang kamu inginkan saat kemarin ingin kembali seperti dulu. Seperti dulu itu mengenai persahabatan kita kan?" ungkap Risa yang sebenarnya ia tahu arah pembicaraan Andra kemana.

"Kamu tahu kan dulu kita bukan sekedar sebagai sahabat?" tanya Andra.

"Maksudnya pacaran?" tanya balik Risa yang dijawab dengan anggukan oleh Andra.

"Pacaran dari mana sih, emang kamu nembak aku apa? Kamu aja gak pernah ngungkapin perasaan kamu sama aku," jelas Risa yang berhasil membuat Andra memutar kembali memori masa lalu.

"Emang iya? Aku kan sering bilang sayang sama kamu, dan intensitas kebersamaan kita beda loh sama Nana atau temen yang lainnya," jelas Andra yang merasa ia telah memberikan perhatian lebih.

"Tapi kan tetep aja emang kamu pernah bilang 'aku cinta sama kamu atau mau gak jadi pacar aku?' gak pernah kan. Lagian Nana, kamu sama aku sering bilang sayang mana aku tahu artinya beda. Kamu gak memperjelas itu semua," Risa mengungkapkan isi hatinya yang dahulu terpendam.

"Iya sih emang secara langsung aku gak pernah ajakin kamu pacaran, tapi aku kira kamu bakal peka dan merasakan apa yang aku rasakan juga. Apa perhatian dan perlakuan aku waktu itu gak cukup untuk membuktikan bahwa aku punya perasaan lebih dari sekedar sahabat?" jawab Andra.

"Please ya mas, perempuan itu butuh afirmasi bukan sekedar asumsi. Aku gak mau kege-eran dengan sikap dan perhatian kamu selama ini. Aku akan menganggap itu sebatas perlakuan dari seorang sahabat tanpa adanya perasaan lain," omel Risa yang menggebu.

"Iya memang aku salah juga saat itu enggak pernah bisa mengungkapkan secara gentle hingga kamu pergi gitu aja tanpa pamit sama aku. Kalau sekarang aku akan meminta afirmasi yang sesungguhnya atas perasaan aku selama ini apakah masih bisa?" minta Andra kepada Risa yang sedang menikmati pemandangan city light di malam hari.

"Sebenarnya aku gak pergi gitu aja loh, aku nitipin surat kan ke rumah kamu? Memang waktunya yang gak pas, serba dadakan gak ada persiapan. Saat aku pindah kamu sama Nana lagi liburan ke Jepang, mana komunikasi masih sulit, aku gak tahu harus hubungi kamu lewat mana tapi aku udah jelasin kan semuanya di surat," ungkap Risa kepada Andra.

"Sejujurnya, aku keburu emosi dan merasa kecewa saat denger kamu pindah tanpa pamitan dulu sama aku, ya setidaknya sama Nana kek. Itu semua yang buat aku gak mau baca surat dari kamu. Aku bener gak baca surat yang kamu kasih, emang isinya apa sih?" tanya Andra penasaran dengan surat yang Risa berikan sebelum pindah.

"Deminya kamu gak baca?" Risa sedikit kaget karena merasa sia-sia. Perjuangan Risa menulis surat sangat penuh emosi. Risa mengungkapkan isi hatinya, apa yang terjadi hingga ia harus pindah dan janji-janji yang belum mereka realisasikan bersama.

"Ya aslian aku gak baca, coba kamu kasih tahu isinya apa," pinta Andra.

"Salah sendiri gak baca, gak akan aku kasih tahu karena udah basi juga tuh surat, pantesan salah paham. Makanya mas baca dulu baru marah," sindir Risa untuk mengalihkan perasaan penasaran Andra terhadap suratnya. Sebenarnya Risa masih ingat isi surat tersebut, surat yang seharusnya memperjelas situasi hubungan mereka saat itu.

"Yaudahlah jangan bahas suratnya, udah lama juga. Sekarang balik lagi ke topik, jadi gimana? Afirmasi hubungan kita mau dibawa kemana?" tanya Andra.

"Yaelah kaku amat kaya kanebo, luwesin dulu kali gak usah tegang gitu ngomongnya," ledek Risa. Andra sudah dibuat kesal oleh Risa karena topik pembicaraan hari ini seakan berputar tanpa henti.

"Jadi, apakah Clarisa Tria Pramudya bersedia menjadi seseorang yang selalu mendampingi hidupku selama ini?" ucap Andra kepada Risa.

Risa terdiam, ia merasa belum sanggup untuk menerima ini semua. Waktu yang begitu cepat sehingga ia perlu beradaptasi dengan semuanya.

"Ndra, maaf tapi untuk saat ini aku belum bisa menerima kenyataan sekarang. Masih membutuhkan waktu untuk terus mengenali situasi ini," jawab Risa dengan pelan dan sedikit ragu dengan raut wajah Andra yang seketika berubah menjadi sendu.

Waktu seakan berputar sangat lambat, kalimat yang terucap oleh Risa membuat Andra terpaku dan sulit untuk memberikan tanggapan seperti apa. Butuh waktu untuk mencerna bahwa kenyataannya ia telah di tolak oleh Risa.

"Andra, aku gak bermaksud nolak kamu tapi akupun enggak bisa langsung menerima kamu. Sejujurnya masih ada perasaan ini untuk kamu, namun sekarang aku belum bisa membedakan perasaan seperti apa yang aku punya untuk kamu. Ini semua begitu tiba-tiba dan aku butuh waktu, situasi sekarang ini terlalu abu-abu buat aku. Tapi kalau kamu enggak bisa nunggu, enggak apa-apa kamu bisa mencari yang lain untuk segera dapat jawaban sesuai dengan yang kamu inginkan," jelas Risa kepada Andra yang terus memandang langit malam.

"Sa, enggak semudah itu aku nyerah dan cari yang lain. Selama ini perasaan aku sama kamu enggak pernah berubah semua tetap sama meski kita sempat terpisah dan aku berjuang untuk kembali menemukanmu. Aku akan beri kamu waktu untuk menerima semua ini, dan izinkan aku untuk mencoba mendekatimu kembali," Andra yang menatap langit kembali terfokus menatap Risa.

Risa tersenyum lepas mendengar apa yang Andra ucapkan, membuat ia secara tak sadar memeluk Andra. Andra menerima pelukan dengan senang hati, seakan dengan pelukan yang mereka rasakan sekarang membuat beban yang selama ini mereka emban terasa ringan.

Pelukan yang cukup lama, tak ada kata yang terucap kembali hanya air mata yang turun dari pipi. Perasaan bahagia, senang dan sedih bercampur menjadi satu membuat kelegaan yang luar biasa. Perlahan Risa melonggarkan pelukannya dan menatap Andra, ternyata bukan hanya ia yang menangis tetapi Andra pun sama. Mereka berakhir menertawakan wajah mereka yang sudah tidak karuan, jejak air mata yang masih terlihat membuat mereka kembali teringat masa lalu yang saat ada yang mengganggu akan melawan bersama dan berujung menangis.

"Udahan ah nangis-nangisnya, muka kamu jelek banget kalo lagi nangis gini," Andra merapikan anak rambut yang terhembus angin dan menghapus jejak air mata yang tersisa di wajah Risa.

"Eh, itu mata kamu juga kenapa basah? Perasaan gak ujan deh," sindir Risa dan melakukan hal yang Andra lakukan menghapus jejak air mata di wajah Andra.

"Cengeng banget ya aku? Cowok kok nangis," ucap Andra sambil terkekeh menertawakan dirinya sendiri.

"Gak apa-apa kali, menangis kan bentuk salah satu ekspresi yang harus kita keluarkan, tanpa memandang dia itu cewek atau cowok karena semua berhak merasakan ekspresi sebagai pengungkapkan perasaan," jelas Risa kembali memandangi city light yang terlihat dari rooftop.

"Balik ke unit yuk, udah malem nanti masuk angin lagi," ajak Andra kepada Risa. Ajakan tersebut disambut Risa dengan menggenggam tangan Andra untuk segera beranjak dari duduknya.

***

RETROUVAILLESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang