Jam istirahat kedua. Biasanya, ada Evraz yang menyusul Kayen di kelas, lalu mereka akan makan siang bersama di kantin. Namun, ini hari kedua di mana hal itu tak terjadi. Sehingga, Kayen memutuskan untuk segera ke perpustakaan sebab hari ini adalah jadwalnya berjaga di sana. Selain kewajiban itu, setidaknya dia bisa menghemat uang saku.
Di perjalanan dari kelas menuju perpustakaan, Kayen justru berpapasan dengan Evraz. Kebetulan koridor ini juga sepi, tidak banyak orang berlalu-lalang di sekitar mereka.
"Kak."
Karena panggilan Kayen, Evraz berhenti melangkah. Namun, tidak sedikit pun dia mau menoleh apalagi bicara dengan adik kesayangannya itu.
"Kak Evraz!"
Selanjutnya, Kayen malah berteriak sebab Evraz memilih pergi. Jadi, dia menyerah dan membiarkan waktu yang menyelesaikan ini saja.
“Ya udah, deh. Ntar juga baik-baik sendiri.”
Setelah bergumam demikian, Kayen pun melanjutkan perjalanannya. Begitu sampai di perpustakaan dan hampir menuju meja jaga, ternyata tempat itu sudah diisi Nayva. Gadis bergigi kelinci tersebut cukup bingung mendapati Kayen ada di hadapannya, jadi dia memiringkan kepala dan menyatukan alis.
"Lah. Lo jaga hari ini?"
"Kok Nayva di sini?" tanya Kayen sambil terburu memeriksa ponsel demi memastikan bahwa dia tak keliru membaca jadwal. Lalu, kembali menatap mata cerah Nayva. “Eh, bener. Ini jamnya aku jaga, kok."
"Mm. Kata Kak Kalaka, gue boleh jaga mulai hari ini."
Kayen memicing heran, "Jadi, Nayva anak baru jaga perpus?"
“Yap. Gue minta jadwal lain, deh. Biar nggak tubrukan.”
“Tubrukan?”
Nayva spontan memutar bola matanya, “Tubrukan jadwal. Jadwal gue sama jadwal lo, maksudnya. Ya ampun, masa harus gue jabarin, sih, Kay?”
Kayen akhirnya mengangguk, “Oh, iya, iya. Paham.”
Kemudian, Nayva beranjak dari kursi, membereskan buku-bukunya, dan mempersilahkan Kayen menempati meja ini. Sebelum itu, dia bicara lagi, “Kayaknya, Kak Kalaka salah kasih jadwal, deh. Hari ini giliran lo jaga berarti, ya?”
Sekejap itu, Kayen jadi merasa tidak enak hati sebab kesannya seperti dia baru saja mengusir Nayva.
“Jaga berdua aja gimana? Biar Nayva nggak sia-sia udah dateng ke sini. Kan kita bisa bagi tugas, tuh. Aku nata buku-buku di rak, Nayva ngurusin anak-anak yang mau minjem atau balikin buku.”
Nayva sempat meragu, dia berpikir sesaat sebelum akhirnya setuju.
“Oke. Kebetulan, gue udah diajarin cara input-nya tadi.”
Lantas, Kayen tersenyum sambil mengacungkan dua ibu jarinya, “Berarti bisa ditinggal, ya? Aku mau ngerapihin buku-buku di rak astronomi.”
“Siap. Kalau gue nggak bisa, ntar gue panggil, ya.”
Seusai anggukan Kayen, Nayva hanya dibiarkan mengamati punggung sempit laki-laki bermata bulat yang lama-lama kian menjauh dan menghilang di balik rak-rak tinggi penuh buku.
Di setiap langkah yang Kayen ambil, entah mengapa hatinya terasa berbunga. Bukan apa-apa, dia hanya merasa senang sebab Nayva mau menganggapnya ada, bicara dengannya, bahkan bertukar senyum dengannya.
"Hai, Kayen."
Namun, Kayen tercekat seketika begitu suara Devon menginterupsi agendanya mengurutkan judul buku sesuai abjad di rak ini.
"Sini, dong. Balik badan. Nggak sopan kalau gue ngomong sama punggung lo."
Kayen akhirnya menurut. Lantas, dia perlu berkali-kali meneguk ludah saat menemukan seraut wajah culas Devon yang kali ini tidak ditemani antek-anteknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Dream No One Will Believe [✓]
Teen FictionAnak-anak korban perpisahan orang tua selalu tak bahagia, sekalipun mereka tampak baik-baik saja. Keempat remaja laki-laki ini pun tidak pernah benar-benar menikmati kehidupan baru mereka yang memiliki banyak perubahan. Yoska, Jarel, Evraz, dan Kaye...