Hal terakhir yang perlu disampaikan Nayva adalah tentang video-video Kayen yang tertinggal di kameranya.
Jadi, Nayva meminta Himar, Jessica, Yoska, Jarel, dan Evraz untuk duduk sejajar di sofa sambil memusatkan atensi ke layar televisi sini. Namun, sebelum dia memutar deretan video ini, Evraz menyeletuk, "Harus banget kita nonton ini dan sedih-sedihan lagi?"
"Terakhir, Kak," sahut Nayva dengan suara seraknya. "Ini terakhir."
Alhasil, Nayva menyetel sekumpulan video tersebut setelah aba-aba dari Himar, "Udah mulai aja, Nay. Kita bisa, kok."
Video pertama—ada Kayen yang duduk di atas ranjang sambil melambai lemah dengan wajah pucat dan senyum getir.
"Halo. Hai. Aku Kayen. Aku nggak yakin, tapi aku lagi berusaha mikir kalau aku bakalan lama ada di dunia ini. Jadi, aku bikin video biar siapapun yang nonton nantinya bisa tahu aku udah berhasil buat mimpi apa aja."
Di layar sana, Kayen tampak kepayahan mengatur napasnya sendiri, dia tak berdaya.
"Papa sama Mama itu orang tua yang nyaris sempurna buat aku. Nyaris, soalnya Mama ternyata udah nggak sayang sama Papa lagi. Nggak papa, mungkin Mama cuma marah sama kondisi perekonomian kita, makanya Papa jadi kena imbasnya gitu."
Kemudian, Kayen menunduk, tak berapa lama dia mendongak lagi dengan mata sembab.
"Papa sama Mama kayaknya nggak bisa rujuk. Padahal aku cuman mau kita berenam tinggal serumah lagi, ngobrol di ruang tengah barengan, makan rame-rame di meja makan, sama saling meluk kalau udaranya lagi dingin banget."
Setelah itu, video tiba-tiba terhenti. Sehingga Yoska jadi ingat bahwa dia yang menginterupsi hingga Kayen buru- buru menyembunyikan kameranya. Dalam sekejap, dia pun merutuki kebodohannya dan menyesal tak karuan.
Video berlanjut—ada Kayen dengan setelan rumah sakit, bersandar di kepala ranjang, dengan tangan terinfus, dan kembali melambai lemah bersama satu senyuman getir.
"Papa sama Mama sering barengan gara-gara aku sakit. Kalau aku nggak ada, mereka balik pisah lagi, dong. Kasian Kak Yoska, Kak Jarel, sama Kak Evraz."
Kayen sempat melirik kalender di sampingnya sebelum menggumam ragu.
“Tanggal tiga Desember, gimana ngerayain ulang tahun pernikahan buat orang tua yang udah cerai? Minta bantuan siapa, ya? Masa Nayva? Ah, nanti malah ngerepotin. Duh, tapi mana bisa bikin kejutan? Kan Mama udah ada suami baru."
Kayen mengerjap sebentar sebelum mematikan kameranya, lagi-lagi dengan terburu Yoska ingat hari itu, sepertinya saat dia memergoki Eden menyakiti Kayen.
Kemudian latar berganti, saat malam tepat di mana ulang tahun pernikahan Himar dan Jessica yang ke-23 tahun dirayakan di kamar inap Kayen. Tidak ada Nayva sebab gadis itu yang merekam semua momen menyakitkan ini, kamera terus menyorot pada Kayen, pada senyum sumringahnya, pada lompatan girangnya, dan pada semua hal kecil tentangnya—tersisa di sana bagai masih menetap di sini.
"Happy 23rd Wedding Anniversary!" seru Kayen, padahal dia tahu bahwa Himar dan Jessica tidak seharusnya merayakan hari itu mengingat hubungan mereka yang sudah usai. "Papa sama Mama lama banget, sih?"
Lantas, acara berlangsung seperti keinginan Kayen; semua wajah keluarganya menyatu di video, ada Himar dan Jessica, ada Yoska, Jarel, dan Evraz yang saling merangkul. Seperti keluarga cemara pada umumnya.
Nayva ingat bahwa Kayen pernah bilang tentang hari itu—hari di mana secuil mimpinya jadi nyata.
“Hai. Aku baru sempet videoin lagi, tapi akhirnya abis ini aku bisa tiap hari. Iya, soalnya, aku udah nggak nginep di rumah sakit, nggak lagi kemo, sama nggak lagi makan makanan hambar. Kalau nggak gitu, udah pasti rambut aku nggak tumbuh lebat lagi kayak sekarang, jadi kelihatan jelek nanti kalau videonya udah jadi."
KAMU SEDANG MEMBACA
A Dream No One Will Believe [✓]
Teen FictionAnak-anak korban perpisahan orang tua selalu tak bahagia, sekalipun mereka tampak baik-baik saja. Keempat remaja laki-laki ini pun tidak pernah benar-benar menikmati kehidupan baru mereka yang memiliki banyak perubahan. Yoska, Jarel, Evraz, dan Kaye...