Tiga puluh tiga

2.8K 758 53
                                    

Update guys! Siapa yang nunggin? ☝️☝️

Selamat membaca, koreksi kalo masih ada typo perusak mata ya. Jangan lupa vote komentarnya ❤️

Hari demi hari, Lilac melewatinya dengan tingkah Milo yang mulai menyebalkan. Cowok itu selalu muncul di depan matanya, bahkan hampir tidak pernah tidak Lilac lihat dalam sehari. Dulu, Lilac sulit sekali bertemu Milo. terkadang dia mencari ke sana kemari cowok itu. Sekarang, tanpa di cari pun cowok itu akan muncul sendiri di depan matanya seperti hantu. Mungkin sudah naik pangkat menjadi Jin sekarang.

"Kenapa sih lo ngikutin gue mulu?" tanya Lilac. Dia bukan tidak senang di ikuti. Hanya saja rasanya Milo seperti cowok kurang kerjaan. Padahal dia cowok pandai yang harusnya belajar di perpustakaan di saat seperti ini.

"Suka-suka gue dong."

"Ish, keliatan banget tahu penganggurannya."

"Lah, gue emang belum kerja kok."

Lilac berdecak. "Gak gitu maksudnya. Lo gak ada kerjaan lain apa di sekolah? Misal belajar, ngerjain tugas bareng temen."

"Gue gak bodoh kayak lo yang butuh waktu lama buat ngerjain tugas atau belajar," celetuk Milo yang langsung mendapat tatapan tajam dari Lilac.

"Mulai deh narsisnya."

"Menyelam di lautan fakta itu emang gak enak. Tapi faktanya kayak gitu," sahut Milo masih percaya diri.

"Iya-iya. Tahu, lo pinter. Saking pinternya sampe gak ada kerjaan ngikutin gue mulu," sindir Lilac.

"Dih, pede. Siapa yang ngikutin lo coba?"

"Lah, sekarang lo ngapain? Jalan bareng?"

"Emang. Kan hari ini lo ada lomba melukis. Nah, gue sebagai siswa yang mewakili menjadi juri perlombaan melukis udah pasti harus datang dong," jelas Milo.

Lilac berdecak. Memang benar, penjelasan Milo ada benarnya. Milo salah satu dari beberapa orang yang di jadikan juri di lomba melukis ini. Milo dan beberapa perwakilan itu pernah mendapat juara di lomba melukis antar provinsi. Jadi melihat sekarang Milo berjalan bersama Lilac sudah jelas cowok itu tidak bermaksud menguntitnya. Tapi kenapa harus jalan bersama seperti ini? Bukan Lilac tidak suka, rasanya hatinya mau meledak. Dia jadi terbawa perasaan, apa lagi belakangan ini perasaannya kian meledak-ledak. Sayang Lilac belum berani mengungkapkannya.

Milo dan Lilac masuk ke dalam aula di mana lomba melukis di laksanakan. Di sana sudah ada beberapa anggota dari perwakilan kelas yang menunggu. Teman-teman sekelas Lilac pun sudah ramai di bangku penonton untuk memberi dukungan kepadanya. Meski mereka tak begitu yakin menang, tapi mereka tahu Lilac sangat pandai melukis. Setidaknya ada perwakilan yang bisa melukis di kelas mereka.

Detik demi detik terlewati, Lilac duduk dengan perasaan cemas. Meski melukis adalah sesuatu yang menyenangkan. Tetap saja, di lihat banyak orang seperti ini rasanya dia gagal fokus. Apa lagi di depan sana ada Milo yang juga sedang memerhatikannya.

"Kenapa dia ngeliatin gue terus sih," desis Lilac kesal.

Ketika Lilac sibuk berperang dengan perasaannya. Tiba-tiba di bangku penonton terdengar kalimat penyemangat yang sangat keras dari seseorang.

"Semangat Lilac! Lo pasti menang!"

Lilac menengadah mencari orang yang baru saja berteriak. Beberapa orang yang ada di sana pun ikut menoleh ke arah orang yang baru saja membuat perhatian sekitar itu. Di sana, Lilac melihat Geometri yang sedang mengangkat karton berwarna ungu bertulisan 'Lilac semangat'

Melihat itu Lilac langsung meringis. Kenapa bisa ada Geometri di sana. Dan kenapa cowok itu harus membawa tulisan seperti itu. Dia pasti di suruh Bunda.

Lilac (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang