Tiga puluh dua

2.9K 829 173
                                    

Update! Duh masih nungguin gak nih? Makanya yuk Tamrin ceritanya biar aku nulisnya semangat. Kalo sepi kan males gak ada support sistem 🥺

Selamat membaca ya, koreksi kalo masih ada typo-typo ❤️

Ada perubahan yang begitu jelas sekarang. Tidak tahu kenapa, tapi rasanya memang seperti itu. Setelah tadi hampir kesal karena berpikir Milo meninggalkannya pulang lebih dulu, sekarang Lilac justru menjadi serba salah dan juga bingung. Karena tingkah Milo mendadak berubah. Padahal tadi masih baik-baik saja, Lilac juga merasa dia tidak melakukan kesalahan apa pun. Bukan seharusnya dia yang marah karena Milo tidak menunggunya di sekolah dan membuat Lilac berpikir kalau cowok itu pulang lebih dulu ya? Kenapa malah jadi cowok itu yang marah?

"Lo gak suka balik bareng gue ya? Gak suka nganter gue balik? Keberatan nganterin gue pulang?" cecar Lilac. Dia sudah tidak tahan lagi. Selama perjalanan tidak ada satu obrolan pun yang keluar. Lebih tepatnya Milo tidak merespons ucapan Lilac.

Tapi kali ini cowok itu sudah tidak pura-pura tak mendengar lagi. Dan Milo menjawab cuek. "Biasa aja."

Lilac mengembung kan pipinya kesal. "Kalau keberatan mending turunin gue aja deh di sini."

"Badan lo kecil, mana mungkin motor gue keberatan."

Lilac berdecak gemas. "Bukan itu, Susu. Maksud gue kalo lo gak suka pulang bareng gue mending gak usah. Turunin gue aja di sini sekarang."

Milo masih mengendarai motornya dengan tenang mendengar protes Lilac barusan. "Kan gue yang ngajak balik bareng. Kenapa gue gak suka."

"Udah ketara banget sikap lo, tahu! Lo gak ikhlas yang pulang bareng gue? Atau lo ada sesuatu sampai mau ngajak gue pulang bareng?"

Milo yang tidak mengerti maksud Lilac mengabaikan pertanyaan tak masuk akal cewek yang sedang di bonceng nya. Sampai tiba-tiba tubuh Lilac bergerak membuat Milo terkejut. Dan sekejap mata Milo menghentikan motornya,

"Lo ngapain sih?"

Lilac tak langsung membalas. Cewek itu mendengus lalu turun dari atas motor. "Lo yang kenapa," omel Lilac lalu mendorong helm yang baru saja di buka ke tubuh Milo. "Ambil nih. Kalo emang gak niat nganter balik gak usah kayak gini."

Milo yang masih tidak mengerti melepaskan helmnya. "Apa sih? Ngomong apa sih? Dari tadi ngomel terus."

"Wajar dong gue ngomel. Dari tadi gue ngomong di cuekin terus. Kalo gak suka balik bareng bilang, gak usah gitu."

"Apa sih? Siapa yang nyuekin lo. Gue kan lagi bawa motor jadi gue fokus ngendarain motor gue dong. Kalo gak fokus nanti jatuh di jalan, lo mau?"

Lilac mendengus. "Udah jelas bukan karena itu. Biasanya juga lo nyautin ucapan gue kok."

Milo menarik napas lalu membuangnya. Mendengar Lilac terus mengomel tidak ada habisnya sepertinya bukan keputusan yang bagus kalau dia ikut menimpalinya.

"Oke-oke. Maafin gue ya. Gue terlalu fokus sampe gak denger lo ngomong. Udah ayo naik lagi. Tujuannya belum sampe."

"Gak perlu. Gue bisa balik sendiri."

Milo mendesah. "Jangan gitu lah. Lo kan balik dari sekolah bareng gue, masa sampe rumah gak bareng gue."

"Hubungannya apa? Bunda juga gak bakal tahu kok. Lagian gue bisa balik sendiri."

Milo menghela napas berat. Kenapa cewek ini selalu saja mengomel dan tidak mau kalah. Dan kenapa juga dia mendadak mengalah seperti ini?

"Bunda emang gak tahu. Tapi si cowok itu tahu."

Satu alis Lilac naik. "Cowok itu? Siapa?"

"Siapa lagi yang tadi ngobrol bareng kamu sebelum balik."

Kerutan di dahi Lilac semakin lebar. Dia mengingat-ingat siapa cowok yang di maksud Milo sebelum akhirnya muncul wajah menyebalkan Geometri.

Lilac (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang