Chapter 6

15.1K 712 4
                                    

AMEL


Akhirnya hari ini ospek di mulai. Jam 6 pagi aku udah stand by di kampus untuk menyambut para mahasiswa baru atau biasa disebut maba. Aku kebagian tugas mengecek segala perlengkapan dan barang-barang yang harus dibawa oleh para maba, untungnya Nabila juga kebagian tugas yang sama. Karena ini masih ospek universitas, jadi panitia pun masih gabungan dari semua universitas walaupun kita memeriksa tas maba dari fakultas masing-masing.

Panitia dibagi menjadi beberapa kelompok berisikan empat orang. Aku sekelompok dengan Kak Saga, Bonar, dan Muri. Aku kebagian memeriksa tas nomor 21 sampai 40. Macam-macam emang maba-maba ini. Ada yang gak bawa name tag, ada yang kelupaan salah satu barang yang diminta untuk dibawa, ada yang bawa iPad padahal jelas-jelas nggak diperbolehkan bawa barang elektronik selain ponsel pribadi, bahkan ada yang ibunya datang dan menghampiri panitia karena botol minum dan bekal makanan anaknya ketinggalan. Tepok jidat deh aku.

Giliran aku memeriksa tas nomor 28. Ransel Jansport berwarna hitam dengan aksen kulit di dasarnya. Tas siapa ya ini? Model dan bentuknya sama persis sama tas yang biasa aku pakai kuliah. Aku tertegun ketika akan membuka resleting tas itu. Kayaknya aku kenal deh sama gantungan tas yang tergantung di pegangan resleting. Gantungan berbentuk planet-planet dan galaxy berwarna silver, aku mengenali gantungan itu karena gantungan itu custom made dan aku sendiri yang menggambar desainnya.

Dan aku tau banget aku ngasih gantungan kunci itu ke siapa.

It was a gift for his 14th birthday, only a couple weeks before his confession. Aku berusaha untuk fokus lagi dan membuka tas itu. Bener aja, itu tas Fabian. Aku melihat ada karton yang berisikan identitas dan foto pemiliknya.

Ternyata selama ini dia masih menyimpan barang pemberianku.


"Tasnya Bian ya?", ucap Nabila tiba-tiba mengagetkan aku

"Eh.. Iya", jawabku

"Lengkap gak?"

"Dia gak bawa minum", ucapku. Memang setiap maba diharuskan membawa minum sendiri

"Yaelah tuh anak, padahal udah gue ingetin tadi pagi. Alamat kena hukum dah", ucap Nabila sambil geleng-geleng lalu kembali memeriksa tas maba yang lain


Aku melirik Nabila. Diam-diam aku berdiri lalu mengambil tumbler berisi air mineral yang ada di tasku dan memasukkannya ke dalam tas Fabian. Setelah resleting kembali tertutup, aku meninggalkan tas Fabian dan beralih ke tas yang lainnya.

Tiba waktunya para maba mengambil tasnya masing-masing. Aku dan beberapa panitia yang kebagian bertugas memeriksa tas, juga bertugas untuk memberikan tas kembali pada pemiliknya sesuai dengan nomor masing-masing.


"Fakultas Teknik nomor 21 sampai 40 ikut gue", teriakku. Aku harus berteriak karena kalau nggak suaraku tenggelam oleh teriakan panitia lain


Aku berjalan ke bawah pohon tempat aku menyimpan tas-tas maba bersama dengan Kak Saga, Muri, dan Bonar. Aku menyuruh maba-maba yang udah datang untuk berdiri sesuai sama nomor urut masing-masing. Ku lihat Fabian berjalan bersama dengan empat orang maba ke arahku, tiga laki-laki dan satu perempuan.


"Udah kumpul semua belum? Coba cek nomor teman di sebelahnya masing-masing", tanya Bonar pada maba


Para maba langsung mengecek nomor mereka dan teman mereka.


But I Still Want You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang