Chapter 8

13.6K 682 11
                                    

AMEL


Hari pertama dan kedua ospek lapangan berjalan lancar. Malam ini malam terakhir dan akan diadakan jurit malam. Sebenarnya aku kasian ngeliat muka-muka lelah maba. Dua hari ini mereka bener-bener diuji mental dan tubuhnya.

Sebenernya gimana sih pertama kalinya? Kenapa kalau ospek itu maba harus di marah-marahin di bentak-bentak sama senior? Karena setauku, di luar negeri kayaknya gak ada yang gini-gini deh. Aku sendiri sih nggak ikut-ikutan marah-marahin maba, males aja harus marah-marahin anak orang yang nggak salah hehe..

Memasuki jam 9 malam udara di Ranca Upas semakin dingin. Sialnya syal dan sarung tanganku satu-satunya ketumpahan kopi sama senior jurusan Tambang, mau protes juga gimana. Jadi aku pasrah aja menahan dingin yang semakin menusuk.

Aku berjalan sendiri dari tenda panitia menuju ke kamar mandi untuk mencuci muka. Malam ini kayaknya aku gak akan bisa tidur deh, aku kebagian jaga pos 2 di jurit malam nanti, dijadwal sih dari mulai jam 11 malam sampai jam 2 subuh. Terus aku harus membangunkan maba pas waktu subuh. Setelah itu aku dan beberapa panitia perempuan harus membagikan makanan untuk para maba.

Aku berjalan sambil memeluk tubuhku. Dingin banget ya Tuhan. Ketika aku hampir sampai di toilet, aku melihat Fabian berjalan keluar dari toilet laki-laki bersama dua temannya. Sepertinya mereka udah berteman deh, karena dari hari pertama ospek aku selalu liat mereka bersama-sama.


"Malam, Kak", sapa Dio, salah satu teman Fabian

"Malam"

"Mau kemana, Kak?", tanya Septi, teman Fabian yang satu lagi

"Ke toilet. Mau cuci muka supaya gak ngantuk", jawabku

"Kok sendirian, Kak? Mau kita anterin gak?", tawar Dio

"Yang lain lagi sibuk. Gak apa-apa gue sendiri aja. Kalian balik aja ke tenda. Langsung istirahat ya. Malem ini bakalan berat", ucapku sambil tersenyum


Fabian sama sekali nggak ngomong. Dia hanya memperhatikan aku. Tanpa menunggu mereka, aku kembali berjalan menuju toilet. Sejujurnya aku agak menyesal nggak minta anter mereka, lampu toilet sangat redup dan terdengar suara-suara binatang malam. Aku yang penakut ya pasti merinding jadinya.

Aku buru-buru masuk ke dalam toilet sambil terus berdoa di dalam hati. Aku memutuskan untuk pipis juga daripada nanti balik lagi ke toilet kalau kebelet. Setelah cuci muka dengan air yang sedingin es, aku cepat-cepat keluar dari toilet.


"AAAA", teriakku ketika ada yang memanggil namaku

"Apaan sih, Mel?", ternyata itu Fabian

"Lo ngagetin gue!", teriakku tertahan sambil memegang dada

"Perasaan gue manggilnya biasa aja"

"Tapi gue kaget!"

"Sok-sokan sih. Udah tau penakut masih aja nolak pas tadi mau di anterin", kata Fabian sambil memasukkan tangannya ke saku celana

"Ya kan biar kalian istirahat. Lagian ngapain lo masih disini?", tanyaku sambil berjalan mendahului Fabian

"Nungguin lo", jawab Fabian


Fabian berjalan di belakangku. Tiba-tiba ku rasakan ada sesuatu yang terikat halus di leherku dan kepalaku terasa hangat karena topi rajutan yang baru saja terpakai di kepalaku. Lalu Fabian mengambil tanganku dan memakaikan sarung tangan yang tadi dia pakai. Setelah itu dia berjalan santai seakan-akan nggak terjadi sesuatu.

But I Still Want You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang