Chapter 32

8.3K 383 2
                                    

AMEL


Aku rindu Fabian. Ngerti gak sih rasanya kalau kita kangen banget sama seseorang dan orang itu ada di deket kita tapi kita gak bisa ngungkapin kalau kita kangen? Nyiksa banget. Apalagi setelah aku perhatiin kayaknya Sandra nggak pernah jauh-jauh dari Fabian. Dimana ada Fabian, di situ pasti ada Sandra.

Setelah kemarin malam papasan sama Fabian dan Sandra, aku bener-bener susah banget untuk konsentrasi. Beberapa kali aku kena tegur gara-gara melamun dan ngelakuin sesuatu nggak sesuai sama instruksi. Kak Saga berkali-kali bertanya apa aku baik-baik aja yang aku jawab dengan anggukan. Tapi aku tau, aku nggak baik-baik aja.

Malam ini lagi-lagi aku nggak konsentrasi gara-gara tadi aku liat Sandra ngerebahin kepalanya di bahu Fabian pas lagi acara games. Akibatnya, pas tadi aku dari toilet sama Wulan, aku nggak merhatiin ada lubang di tengah jalan dan aku kehilangan keseimbangan sampe akhirnya jatuh. Sakit iya, malu juga iya karena beberapa panitia langsung lari menuju aku dan langsung membantu aku kembali ke tenda panitia untuk di obatin. Untungnya nggak banyak orang yang merhatiin karena saat itu games masih berlangsung.

Kakiku kekilir dan ada beberapa memar, sedangkan telapak tangan kananku ada luka gores yang cukup dalam karena pas jatuh aku nahan pake tangan kanan.

Pas aku lagi di obatin sama tim kesehatan di dalam tenda, tenda itu terbuka dan Kak Saga berdiri disana dengan muka khawatir.


"Lo gak apa-apa? Gue denger dari Wulan katanya lo jatuh", ucap Kak Saga sambil masuk ke dalam tenda

"Hehe.. Kurang hati-hati gue tadi. Nggak liat kalau jalannya berlubang. Jatuh deh", ucapku sambil nyengir

"Shh.. Ada-ada aja deh lo", Kak Saga mengelus bahuku

"Lukanya parah gak?", tanya Kak Saga pada Raya yang lagi ngobatin aku

"Yang di tangan ini sih yang agak lumayan", ucap Raya sambil menunjukkan telapak tanganku yang baru dibersihin pada Kak Saga


Kak Saga mendesis melihat lukaku.


"Selain itu sih nggak ada yang parah banget. Kakinya aja nih kekilir, tapi gak parah ini. Sama ada memar-memar dikit di betis", ucap Raya sambil menunjuk kaki kiriku

"Kalau kekilir harus langsung di urut, Mel. Nanti takutnya keburu bengkak", ucap Kak Saga

"Iya, Kak. Nanti habis ini Raya mau nanya ke pengurus tempat ini ada yang bisa ngurut atau nggak", ucapku pada Kak Saga


Kak Saga berpikir sebentar lalu dia seperti menemukan sebuah ide. Dia menyuruh aku untuk menunggu sebentar lalu keluar dari tenda. Aku menatap Kak Saga bingung, tapi belum habis bingungku, telapak tanganku rasanya perih bukan main ketika Raya mengoleskan ointment tepat di lukaku. Aku mengaduh dan berusaha untuk menahan perih sampai akhirnya Raya menutup luka dengan perban yang melilit sekeliling tanganku.

Nggak nyampe 10 menit setelah Kak Saga pergi tadi, dia kembali bersama Kak Bayu. Setau aku, Kak Bayu ini temen seangkatan dan sejurusan Kak Saga.


"Mel, Bayu bisa ngurutin lo", ucap Kak Saga sambil menunjuk Kak Bayu

"Oya?", ucapku sambil melirik Kak Bayu

"Iya. Gue inget waktu itu pas futsal ada yang kekilir kakinya. Nggak lama setelah di urut sama Bayu kakinya sembuh", ucap Kak Saga sambil menepuk punggung Bayu

"Wah canggih. Kalau gitu gue minta tolong ya, Kak", ucapku sambil tersenyum pada Kak Bayu

"Siap", jawab Kak Bayu

But I Still Want You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang