Chapter 4

96 20 4
                                    

Rachel menatap tajam seoarang laki laki setengah baya berbalut jas rapi yang duduk di hadapan ibunya. Selang beberapa detik dia mengalihkan pandangannya ke arah laki laki berambut ikal yang duduk tepat di hadapannya. Tidak pernah terbayang di pikiran liarnya kalau dia harus bersaudara dengan Harry Styles, teman satu sekolahnya yang sangat berkuasa. Ya, ayah dari Harry Styles, Mr. Derek akan menikah dengan ibunya. Silly. Itu artinya mau tidak mau dia harus menjadi adik tiri dari Harry Styles, musuh bebuyutannya di sekolah. Harry berbalik menatapnya dengan tajam. Rachel memutar bola matanya dari pria keriting itu.

                "Wah, ternyata kalian berdua sudah saling mengenal ya. Bagus kalau begitu. Itu artinya Harry akan menjadi kakak tiri yang baik bagimu. Dia yang akan melindungimu mulai sekarang." Mrs. Rosie tersenyum sambil mengelus rambut putrinya.

                Rachel memutar bola matanya. "Apa aku harus, punya kakak tiri seperti dia?"

                Mrs. Rosie menaikkan kedua alisnya. "Rachel, jangan bicara seperti itu. Dia adalah kakak tirimu, dan Mr. Derek akan jadi ayahmu yang baru."

                Rachel mendengus kesal. "Tapi mom-"

                "It's okay, Mrs. Rosie. Aku juga tidak mau kalau dia menjadi adik tiriku. Dan aku juga tidak mau kalau kau menjadi ibu tiriku." Harry memotong kalimat Rachel dengan tegas.

                Mr. Derek melotot ke arah Harry. "Harry Styles! Jaga bicaramu. Bersikaplah sopan."

                Rachel tersenyum sarkas. Kelihatannya laki laki yang ada di hadapannya ini juga tidak setuju dengan pernikahan antara ibunya dan ayah Harry.

                Rachel meneguk minumannya. "Kurasa aku harus pergi sekarang. Aku harus bersiap siap untuk besok."

                Rachel bangkit hendak mengambil tasnya, tapi Mrs. Rosie memegang pergelangan tangannya. "Duduklah. Kau bisa berkemas kemas nanti malam. Masih banyak waktu untuk melakukannya."

                 Rachel mendengus. "Mom, aku tidak mau melakukan makan siang ini-"

                Kata kata Rachel terpotong karena Harry juga ikut bangkit dari kursinya. Rachel menatapnya dengan bingung.

                Harry mengelap mulutnya dengan serbet. "Aku masih punya banyak urusan. Aku tidak bisa meninggalkan urusanku hanya demi mementingkan makan siang bodoh seperti ini."

                Rachel menganga lebar ketika melihat pria yang ada di hadapannya untuk kedua kalinya menyelamatkan dirinya. Rachel tidak mengerti apa yang ada di dalam pikiran Harry. Dia benar benar berotak batu.

                Mr. Derek menatap Harry dengan amarah yang tidak bisa dibendung. Terlihat dari urat lehernya yang keluar. "Harry Styles!! Duduk!! Dan sekali lagi aku memperingatkanmu! Jaga bicaramu atau aku akan menambah masa hukumanmu."

                Harry tidak menggubris perkataan Mr. Derek. Laki laki itu justru memakai jaket dan menyambar helmnya. "Permisi. Terima kasih untuk makan siangnya yang tidak menyenangkan."

                Harry tersenyum sinis lalu segera keluar dari ruangan. Rachel menatap punggung Harry yang semakin menjauh. Dia masih tidak percaya kalau laki laki keriting itu berani mengatakan hal seperti itu. Mrs. Rosie dan Mr. Derek hanya bisa terdiam di tempat. Rachel segera menyambar tasnya.

                "Aku permisi." pun Rachel segera pergi dari sana.

                Rachel berlari secepat yang dia bisa. Dia mendapati Harry sedang bersiap siap pergi dengan motornya. Rachel segera berlari ke arahnya.

                "Hei waitt!" teriaknya, membuat Harry menoleh dengan alis yang bertaut.

                "Ada apa?" tanya Harry ketus.

                "Aku tahu kau tidak akan mau berbicara denganku. Tapi aku hanya mau bilang terima kasih kepadamu karena kau membuatku bisa terbebas dari makan siang ini."

                Harry mengedikkan bahunya. "Kenapa kau berpikir kalau aku menyelamatkanmu?"

                Rachel mengerutkan dahinya. "Maksudmu?"

                Harry terkekeh. "Aku tidak sedang menyelamatkanmu. Memangnya siapa yang sudi membantumu. Aku melakukan untuk diriku sendiri. Lagipula aku memang sedang ada urusan."

                Rachel menghela nafas beberapa saat. "Alright, alright. Terserah. Tapi kau tahu kan, kalau aku...sudah bertunangan dengan Zayn Malik?"

                Harry menaikkan kedua alisnya. "So, apa urusanku?"

                Rachel mengerutkan sudut bibirnya. "Itu artinya kalau pernikahan antara kedua orangtua kita terjadi, mau tidak mau kau harus jadi kakak tiriku, dan itu berarti Zayn adalah calon adik iparmu."

                Harry memutar bola matanya dan menatap Rachel dengan sinis. "Who the fuck is care about that? Aku sibuk. Aku harus pergi sekarang. Lagipula aku juga tidak yakin kalau Zayn menganggapmu sebagai tunangannya."

                Rachel mulai tidak sabaran dengan laki laki yang ada di hadapannya. "Terserah apa katamu. Aku juga tidak sudi punya kakak tiri sepertimu."

                Harry tidak menghiraukan perkataan Rachel barusan. Dia menstater motornya dan motornya segera melaju meninggalkan halaman parkir. Rachel mengumpat ngumpat karena perlakuan laki laki barusan. Dia laki laki yang paling annoyed sejagad menurutnya. Belum ada orang yang bisa membuatnya begitu kesal seperti ini.

*****************

                Harry melemparkan jaketnya ke sembarang tempat. Louis memandangi gerak gerik Harry dengan menyelidik.

                Harry berbalik menatapnya dengan sedikit tajam. "Kenapa kau melihatku seperti itu?"

                Louis mengangkat kedua bahunya. "Ada masalah apa? Kelihatannya kau gelisah."

                Harry menghempaskan tubuhnya di atas sofa lalu memijat mijat pangkal hidungnya. "Sialan. Ini masalah yang sangat serius. Kau tahu? Ayahku akan menikah dengan ibunya Rachel."

                Louis membelalakkan matanya lebar lebar. "What the hell?! Apa kau sedang bercanda? Oh man! Yang benar saja! Itu artinya...itu artinya kau akan menjadi kakak tirinya Rachel. Oh my god."

                Harry memutar bola matanya. "Aku tidak akan sudi menjadi kakak tirinya meskipun sampai mati."

                Harry mengalihkan pandangannya ke arah Nadine yang sedang merebahkan tubuhnya di atas sofa dengan bibir yang manyun. Harry mengerutkan dahinya. Tidak biasanya Nadine seperti itu.

                "Hei, apa yang terjadi denganmu? Kenapa bibirmu manyun seperti itu?"

                Nadine memutar mutar ponselnya dengan wajah manyun. "Ryan tidak menjawab telfonku. Padahal dia berjanji menghubungiku setiap hari. Tapi hari ini dia belum menelfonku sama sekali. Dia sangat menyebalkan."

                Louis tertawa kecil. "Dia pasti selingkuh dengan gadis berpakaian bikini di pantai California."

                Nadine mendelik ke arah Louis. "Kemarikan tanganmu. Biar kupukul kau kalau bicara seperti itu lagi. Tidak. Ryan bukan laki laki yang seperti itu. Dia itu setia denganku."

                Harry terkekeh. "Hmm, kalau di California Ryan selingkuh dengan gadis yang sexy, bagaimana kalau kau selingkuh denganku?"

                Nadine memutar bola matanya. "Siapa yang sudi selingkuh dengan laki laki menyebalkan seperti dirimu."

                Harry mengedikkan bahu. "Kurasa Ryan akan bertemu dengan Zayn di California."

                Nadine mengerutkan sudut bibirnya. "Oh my god. Kenapa aku tidak berpikir sampai kesana? Bagaimana kalau Zayn bercerita ke Ryan kalau aku ini mantannya? Matilah aku. Ryan pasti akan marah besar padaku."

SPRINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang