Chapter 30

53 8 0
                                    

Taksi yang kutumpangi itu akhirnya berhenti di depan sebuah rumah bertingkat. Kurasa itu seperti flat untuk para pelajar yang tidak tinggal dengan orangtuanya di California, tempat ini berada  daerah perkotaan yang ramai tidak seperti di daerah rumah Zayn yang sepi dan sekitarnya dikelilingi pantai. Ryan segera turun dari mobil setelah membayar supir taksi. Aku mengikutinya dan menyapukan pandanganku ke segala arah. Ini baru beberapa menit, tapi aku sudah rindu dengan pantai pantai yang ada di sekitar rumah Zayn. Ryan membantuku menurunkan koper dan menggeretnya masuk ke dalam. Aku berjalan pelan pelan mengikutinya menuju lift.

                "Oh, jadi kau tinggal di flat?" tanyaku begitu lift tertutup.

                Ryan mengangguk. "Apartemen terlalu mahal untuk ditinggali. Lagipula aku ke sini hanya untuk mengikuti kelas sains sementara selama 1 bulan. Setelah itu aku langsung kembali ke New York. Rasanya kan terlalu sia sia kalau menyewa apartemen."

                Aku mengangguk ngangguk. "Tapi flat ini kelihatannya lumayan berkelas."

                Ryan tertawa dan berjalan keluar lift, aku cepat cepat mengikutinya. "Ini sudah termasuk flat yang paling murah di California. Kalau kau pergi ke Los Angeles, mungkin kau bisa menemuka ratusan bahkan ribuan flat yang mewah bagaikan hotel."

                "Memang ini bukan di Los Angeles?"

                Ryan menggeleng sambil membuka pintu yang ada di depannya. Kutafsirkan itu pasti kamarnya. Dia tidak mungkin kan membuka kamar orang lain? "Ini di Los Angeles, tapi bukan di main city. Kalau kau mau pergi ke Los Angeles main city tempat para selebritis tinggal, kau harus naik taksi dulu 30 menit. Belum termasuk traffic jam."

                Aku mengangguk ngangguk dan mengikuti Ryan memasuki kamarnya. Aku menatap seluruh bagian kamar Ryan. Sangat berbeda dengan rumah Zayn. Kamar di flat ini benar benar persis seperti kamar anak laki laki pada umumnya. Dinding dengan tempelan poster, gitar, kertas berserakan dimana mana, meja belajar berantakan, ranjang acak acakan, rak buku tidak tertata rapi, televisi, mp3, dan kipas angin seakan akan bersaut sautan.

                Ryan meletakkan koperku di salah satu sofanya. "Okay, welcome to Ryan's lovely house. Jangan heran jika banyak penampakan dimana mana. Kau tahu persis kan aku ini orang seperti apa."

                Aku tertawa kecil. "Kupikir setahun di New York, kau sudah berubah. Ternyata tidak."

                Ryan terkekeh. "Duduk dan beristirahatlah. Kau pasti lelah kan? Aku akan membuatkanmu minum. Mmm, kalau untuk makan, kita akan cari di luar saja, okay?"

                Aku tersenyum geli dan mengangguk. "Terserahmu saja. Aku kan hanya tamu di sini."

                Ryan mengangguk dan segera masuk ke dapurnya.

                Aku teringat dengan nasib ponselku yang kutelantarkan beberapa hari ini. Aku segera mengeluarkannya. Oh, Ryan pasti punya charger. "Ryan! Aku pinjam chargermu ya? Aku harus menghidupkan ponselku agar bisa menghubungi kakakku."

                "Ambil saja di laci meja belajar!"

                Aku mengecek laci meja belajarnya dan mendapatkan chargernya. Tak lama Ryan kembali dengan 2 gelas minuman di tangannya. Ryan meletakkan kedua gelas itu di meja belajar lalu segera duduk. Aku menghempaskan bokongku di dekatnya.

                "Minumlah. Hanya jus itu yang kupunya. Aku akan mengajakmu jalan jalan ke Los Angeles mainn city sebentar lagi, bagaimana?"

                Aku menatapnya dengan senyuman lebar. "Oh? Benarkah? Ya Tuhan, kau baik sekali. Ku kira kau tidak akan mengajakku ke sana karena terlalu jauh."

                Ryan terkekeh sambil meneguk minumannya. "Tidak akan lama. Kalau kau menikmati perjalanannya. Lagipula selama perjalanan kau akan menemukan banyak sekali hal yang menarik. Kujamin kau tidak akan bosan. Oh ya, menurutmu menu makan siang apa yang pas untuk kali ini?"

                Aku mengerutkan sudut bibirku. "Kelihatannya kau punya banyak uang. Well, aku ingin sekali makan pancake dan pergi ke Starbucks. So menurutmu, pancake apa yang paling enak di kota ini?"

                "Jujur saja, aku jarang sekali beli makan di luar. Aku lebih suka delivery kfc atau mcdonalds. Aku tidak ada kendaraan pribadi, karena itu kupikir delivery order akan lebih praktis. Tapi aku pernah dengar dari temanku, ada tempat makan pancake yang paling ramai, enak, dan digemari di Los Angeles main city. Mmm, aku lupa namanya, tapi aku ingat tempatnya. Aku pernah ditraktir temanku makan satu kali di sana."

                Aku mendengar ceritanya dengan berbinar binar. Kedengarannya tinggal di Los Angeles memang menyenangkan. "Baiklah kalau begitu, aku ingin kau mentraktirku makan di sana."

                Ryan menjetikkan jarinya. "Tentu saja. Hari ini aku akan menuruti apapun yang kau mau."

                Aku tertawa kecil. "Alright, pegang janjimu itu Mr. Calton."

***********************

(POV: ZAYN)

                Aku baru saja selesai mandi ketika aku mendengar ponselku berbunyi. Aku mengeceknya dan melihat bahwa Rachel mengirim pesan singkat untukku. Entah kenapa, tapi hatiku tergerak untuk membacanya.

From: Rachel Rodriguez

Aku tahu mungkin sekarang kau sedang bersenang senang dengan gadis kampungan itu. Aku tidak peduli siapa namanya dan darimana asalnya. Tapi aku kecewa denganmu karena kau rela meninggalkan tunanganmu hanya demi gadis asing sepertinya. Well, kupikir akan lebih baik kalau aku pulang ke New York. So, i just want to tell you that I will fly back to the New York this evening. Bye. Kuharap kau segera menyelesaikan modulmu dan segera pulang ke New York. –R

                Aku meletakkan kembali ponselku dan segera berganti pakaian. Sudahlah, aku akan mengunjunginya sore ini. Mungkin dia memang benar benar sakit hati? Aku meraih kunci mobilku lalu turun ke bawah. Kulihat Jai sedang menyantap sandwich sambil mendengarkan musik.

                "Hei bro, kau mau kemana?" tanya Jai begitu aku memakai sepatuku.

                Aku mengedikkan bahu. "Mengunjungi tunanganku."

                Jai terkekeh keras.

                Aku menautkan kedua alisku. "Kenapa kau tertawa?"

                Jai menggeleng. "Sejak kapan kau berpikiran seperti itu?"

                Aku tersenyum kecil. "Sejak Christoper Colombus tidak lagi berkeliling dunia. Well, aku pergi dulu. Tolong jaga rumah. Oh ya, kalau kau mau berpesta, berpestalah di kolam renang. Aku tidak ingin ruang tamuku kotor. Okay?"

                Jai mengacungkan jempolnya. "Kau tenang saja. Aku tidak akan berpesta apapun hari ini. Aku masih sangat lelah. Oh tapi by the way, kemana bidadari cantik itu?"

                Aku menghela nafas. "She's gone."

                "What?! Pergi? Pergi kemana? Oh my god, Zayn. Kenapa kau membiarkan dia pergi? Apa kau sudah benar benar puas dengannya? Aku kan belum mencobanya."

                Aku menendang kakinya dengan keras. "Jangan bicara ngawur. Kau kira dia gadis seperti itu? Oh ayolah, aku tidak punya hubungan spesial dengannya."

                Jai memutar bola matanya. "Wel, well. Terserah. Kau memang tidak pernah sekalipun memainkan hati seorang wanita."

                Aku tersenyum ringan. "Itu karena aku bukan anak kecil lagi yang selalu bermain dengan semua barang yang ada."


a/n: oh my god! thanks buat 500++ readers&15++ votenya!! gak nyangka sih bisa dapet banyak readers:D yang masih jadi silent readers, cepet sadar ya, sering sering vomments;) ily all xx

SPRINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang