Chapter 31

51 7 0
                                    

Aku berdiri di lobby hotel sambil berusaha menghubungi Rachel. Berengsek. Jadi dia berniat membalas dendam kepadaku sekarang? Alright, lets look who's gonna win this bitch! Pada akhirnya pasti kau yang akan membutuhkanku. Aku mengirimkan pesan singkat kepada Rachel. Dia mungkin tidak menerima telfonku, tapi pasti dia membuka pesanku.

To: Rachel Rodriguez

Aku tahu kau marah dan kau akan pulang ke New York sebentar lagi. Tapi tidakkah kau akan membatalkan penerbanganmu kalau kau tahu aku akan menemuimu?

                Lihat saja, sebentar lagi dia pasti akan membatalkan penerbangannya. Tak lama, aku melihat Rachel keluar dari lift dengan beberapa bodyguard di sebelahnya. Aku segera berlari sembunyi di balik sebuah vas besar. Aku mencoba untuk menghubunginya sekali lagi. Great! Dia mengangkatnya.

                Aku mengintip Rachel yang sedang menjawab telfonku dengan wajah kesal. "Ya, halo? Ada apa kau menelfonku?"

                Aku berusaha berbicara seefektif mungkin agar dia tidak melihatku. "Apa kau akan kembali ke New York sore ini?"

                "Ya, tentu saja. Untuk apa aku berlama lama di California kalau tunanganku tidak menghiraukan diriku. It sound sucks you know."

                "Oh? Jadi tunanganmu tidak menghiraukanmu? Alright, bagaimana kalau kau bertemu dengan tunanganmu dulu sebelum pulang ke New York?"

                "Oh? Jadi kau menganggapku tunanganmu? Bagus kalau begitu. Tapi sayangnya aku tidak ada waktu untuk menemui tunangan yang tidak tahu diri."

                Munafik sekali kau, Rachel. Aku tersenyum sarkas. "Bagaimana kalau dia muncul di depanmu sekarang? Apa dia masih tunangan yang tidak tahu diri?"

                Rachel tertawa sarkas. "Aku mengatakan dia adalah tunangan yang tidak tahu diri, karena aku tahu kalau dia tidak akan pernah melakukan itu."

                Aku berjalan keluar dari persembunyianku menghampiri Rachel yang masih berdiri di dekat meja resepsionis. "Oh? Really? I doubt it."

                Rachel menoleh dan terkejut ketika melihatku sudah ada di sampingnya. Dia segera memutuskan sambungan kami di telfon dan memasukkan ponselnya ke dalam tas. Aku menghela nafas beberapa saat. "Kupikir aku cukup tahu diri sekarang."

                Rachel berbalik berbicara kepada salah seorang guardnya. "Batalkan penerbanganku ke New York untuk hari ini. Atur penerbangan untukku besok pagi."

                Aku tersenyum penuh kemenangan. Dasar wanita munafik. "Aku akan mengajakmu berkeliling Los Angeles. Dengan begitu kuharap aku menjadi tunangan yang tahu diri."

                Rachel menaikkan kedua alisnya. "Terserah kepadamu. Tapi kau tidak boleh membuatku kesal sedikitpun hari ini."

                Aku mengedikkan bahu. "Lihat saja nanti."

************************

(New York) (POV: AUTHOR)

                "Harry Styles! Harry Styles!" suara para remaja bergemuruh meneriaki nama laki laki berambut ikal yang sedang mengadu tinju dengan laki laki di hadapannya.

                "Harry! You have to win! Don't be a loser man!" teriak Niall semakin kencang ketika Nico menghantamkan tinju ke perut Harry.

                "Harry! C'mon! Aku bertaruh 100 dolar untuk kemenanganmu, asshole!" Louis berteriak dengan kesal karena Harry terlihat semakin lemah dan tidak memberikan pembalasan.

                Harry menatap tajam Nico yang sedang mengambil ancang ancang untuk meninjunya lagi. "You'll never win, dickhead!"

                Bugh...bugh...bugh...Harry menghantamkan tinju berturut turut tanpa memberikan jeda. Seakan akan dia adalah singa kelaparan dan Nico adalah daging rusa yang begitu nikmat.

                Harry semakin menjadi menjadi memukuli Nico jika teman temannya tidak menghentikan dirinya. "Harry! Harry! Stop it! You win! Stop memukulinya!"

                Niall dan Louis berusaha menarik tubuh Harry agar menjauh dari Nico yang tergeletak tidak berdaya di tanah. Niall dan Louis segera membawa Harry agar menjauh dari tempat itu atau dia akan membunuh Nico sekarang juga.

                Niall menyodorkan handuk ke arahnya. "Cepat bersihkan darahmu. Kau akan dapat masalah besar kalau dad mu tahu hal ini."

                Harry mengguyur wajahnya dengan air dari botol minumnya kemudian membasuhnya dengan handuk. "Berapa banyak uang yang akan diberikan Waters kalau aku menang malam ini?"

                Niall mengangkat kedua bahunya. "Kau akan dapat uangmu kalau kau besok datang ke markas Waters. Tapi sebaiknya kau minta Louis saja yang mengambilnya."

                Harry memicingkan matanya. "Memang kenapa?"

                Niall mendengus pelan. "Anak buah Nico akan membunuhmu disana. Kalau Louis yang datang dan mengambil uangmu, aku yakin dia akan baik baik saja."

                Harry memakai kembali kaosnya kemudian menyambar helmnya. "Aku harus segera pulang. Louis harus mengambil uangku besok. Aku membutuhkan uang itu."

                Niall mengangguk. "Kau tidak perlu khawatir."

                Harry menghidupkan mesin sepeda motornya yang meraung keras kemudian segera pergi dari sana. Niall berjalan menghampiri Louis yang sedang merangkul seorang gadis berambut cokelat tua. Sebuah rokok bertengger di tangan kanannya.

                Niall menepuk bahu Louis. "Lou. I need to talk."

                Louis menoleh dan melepaskan rangkulannya dari gadis itu. "Kupikir kita bisa bicara di sini. Aku tidak bisa meninggalkan Veronica sendiri di sini."

                Niall menghela nafas kesal. Begitulah si playboy Louis, selalu berbicara manis dengan semua gadis. "Alright. Hi, Nica. Long time no see. Kau semakin cantik."

                Louis menajamkan pandangannya ke arahku. "Don't flirting with what's mine."

                Niall mengedikkan bahu. "Itu hanya basa basi. Bullshit, Lou. Harry memintamu mengambil uangnya di rumah Waters besok."

                Louis menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa tidak dia sendiri?"

                Niall mendengus kesal. "Oh, c'mon man. Dia akan dihajar habis habisan oleh anak buah Nico di sana."

                Louis terkekeh. "Alright, alright, i got it. Aku akan pergi besok."

                Niall mengangguk. "I've gotta go. See you tomorrow."


a/n: haiiii!! finally gue apdet chap 31 yeayyyyy<3<3 /ciumzayn/ don't be a silent readers ya guys, lo pada tau gak sih, silent readers itu bikin kesel pake bgt anjirrr-_- kalo abis baca dibiasain vomments, jangan cuman jadi mysterious readers._. GUYSS!! Akhirnya gue pasang pic of Harry Styles tuh di mulmed yuhuuuu:D oke fix, gue mau cerita sedikit. Jadi ceritanya di sini Harry perannya bakalan a little bit evil hohohoho /pasangmukasetan/ dia bakalan jadi badboy yang nyebelin, kurang ajar, gak punya hati, and of course dia bakalan jadi rival beratnya Zayn wkwk, tapi di sini dia juga jadi main character after Zayn. Sooo, keep reading to know what's going on next? hehe._.v biglaff buat kalian semua<3

SPRINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang