Zayn memberhentikan mobilnya di halaman sebuah rumah bergaya sederhana namun klasik. Semua dindingnya ditutupi kayu jati. Rumah ini memang lebih kecil daripada rumah Zayn yang tadi. Tapi kalau dilihat dari bentuk dan arsitekturnya, menurutku rumah ini lebih nyaman untuk ditinggali. Zayn melepaskan sabuk pengamannya dan segera turun dari mobil. Aku mengikutinya.
"Ambil kopermu." perintah Zayn dengan muka innocent seperti biasanya.
Aku mengerutkan dahiku. "Kenapa harus diambil?"
Zayn berjalan ke depan pintu kemudian merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah kunci. "Kita tidur di sini malam ini."
Aku sedikit terkejut. "Ti...tidur di sini? Kenapa harus begitu? Kenapa dengan rumahmu?"
Zayn memutar kuncinya di lubang pintu dan pintu yang ada di hadapannya terbuka perlahan lahan. "Sudahlah tidak usah cerewet. Ambil saja kopermu dan segera masuk ke dalam."
Aku mengangguk dan segera mengambil koperku di mobil Zayn. Zayn menutup pintu rumah itu setelah aku masuk ke dalam dengan koperku. Aku terkagum kagum ketika mengamati isi rumah ini. Rumahnya begitu hangat dan menyenangkan. Ada perapian, dua buah sofa sedang, televisi, rak buku, dan barang barang antik yang ditempel di dinding di ruang depan. Zayn berjalan ke salah satu sofa dan menghempaskan bokongnya di sana. Aku berbalik menatap Zayn yang terlihat kelelahan. Dia melepas sepatunya dengan asal lalu memijat mijat pangkal hidungnya. Dia pasti sangat lelah setelah menyetir dalam waktu yang cukup lama. Yah, bisa dibilang perjalanan ke rumah ini lumayan lama, sekitar 1 jam lebih. Aku meletakkan koperku di dekat sofa dan duduk di sebelahnya dengan jarak agak sedikit jauh.
"Kau...oke?" tanyaku ragu.
Zayn membuka matanya perlahan dan menoleh ke arahku. "Memangnya kau pikir aku kenapa?"
Aku mengedikkan bahu. "Kau kelihatan sedikit berantakan."
Zayn mendecak kesal. "Bagaimana tidak lelah? Aku menyetir lebih dari 1 jam ditemani dengan seorang gadis di sebelahku yang tidur terus menerus."
Aku nyengir lebar ke arahnya. "Aku memang selalu tidur dalam perjalanan."
Zayn terkekeh pelan kemudian bangkit dari duduknya. "Cari kamarmu sendiri. Aku akan ke dapur untuk membuat kopi."
Aku menahan pergelangan tangan Zayn dan membuat laki laki itu menoleh. "Aku mau tanya sesuatu dulu. Sebenarnya ini rumah siapa?"
Zayn menaikkan kedua alisnya. "Rumahku. Memangnya rumah siapa lagi?"
Aku menganga ketika mendengar jawabannya. Seberapa kaya dia? "Lalu yang kemarin itu juga rumahmu? Oh god. Banyak sekali rumahmu."
Zayn mendengus. "Ini bukan rumahku. Yang itu juga bukan rumahku. Tapi rumah ayahku."
Aku memutar bola mataku. "Ya, aku tahu. Tapi kenapa ayahmu membelikan banyak rumah untukmu?"
Zayn mengangkat bahunya. "Rumah ini dulu dibelikan untuk kakakku saat dia sedang berkuliah di California. Aku dulu juga ingin tinggal di sini, tapi dad melarangku. Dia pikir jarak rumah ini terlalu jauh dengan universitas."
Aku mengangguk ngangguk. "Oh begitu. Ku kira kau bisa berganti ganti ingin tinggal di rumah yang mana."
Zayn menggeleng. "Aku hanya memakai rumah ini kalau aku ingin menenangkan diri."
Aku mengangguk dan tersenyum simpul ke arahnya. "Aku pilih kamar yang ada di tengah. Boleh kan?"
Zayn mengangguk dan berjalan menuju ke dapur tanpa berniat menoleh ka arahku lagi. Aku mencibirnya dan segera menyeret koperku ke dalam kamar. Aku merebahkan tubuhku di atas ranjang sambil menatap sekitar kamar itu. Desain kamarnya begitu unik dan menarik. Pasti ayah Zayn orang yang sangat artistik. Dia membuat rumah ini menjadi seperti galeri seni. Banyak barang antik dan lukisan tertempel di dinding. Aku mengganti bajuku dan tertidur setelah mendengar suara Zayn menutup pintu di kamar sebelah.
***************************
(POV: AUTHOR)
Dave keluar dari gym ketika mendengar ponselnya berbunyi. Dia menghapus keringat di dahinya dengan handuk yang dibawanya. Dave meneguk air mineralnya dan segera mengangkat telfonnya.
"Ya, halo?" panggil Dave seraya duduk di salah satu kursi.
"Halo, direktur Dave. Ini Mr. Gerry. Mr. Anthony mengundangmu untuk menghadiri pernikahan puterinya besok pagi. Dia ingin kau datang sebagai tamu istimewanya. Kau bisa hadir kan? Dia ingin tahu jawabanmu secepatnya."
"Bilang padanya, kalau aku akan datang. Kabari Mr. Giddens untuk menyiapkan keperluanku besok."
"Pasti, direktur. Aku akan segera memberitahunya."
"Baiklah. Kabari aku lagi nanti."
"Baik, direktur. Selamat malam."
"Selamat malam."
Dave segera memutuskan sambungannya. Dave termenung ketika melihat foto Amanda menjadi wallpaper ponselnya. Dave begitu merindukan Amanda. Dave memutuskan untuk mengirimkan pesan singkat ke Amanda. Entah dibalas atau tidak, tapi Dave akan tetap berusaha demi Amanda.
To: Amanda Wilson
Aku tahu mungkin kau tidak akan membalas pesanku, atau bahkan kau sudah menghapus nomorku. Tapi kau juga harus tahu kalau aku sangat merindukanmu. Aku ada di California sekarang. Apa kau masih menjadi guru private? Well, kuharap kau baik baik saja. Aku akan segera menemuimu ketika aku tiba di New York. Okay, so...bye.
Dave menekan opsi sent dan memasukkan ponselnya ke dalam saku setelah memastikan pesan itu telah terkirim. Dave hanya berharap Amanda mau memaafkannya. Dave begitu merindukannya. Dave gila beberapa hari ini hanya karena tidak melihat wajahnya.
a/n: yeayyy akhirnya gue apdet chap 24(?) thanks for vomments gaesss<3 maafkan author kalo masih banyak yang typo hehehehe.yang masih belum mau vomments, ditunggu secepatnya;) don't be a silent readers, respect apa yang uda gue tulis, bikin satu chap itu gak semudah membalikkan telapak tangan! xx p.s: pic of Liam Hemsworth as Dave Hemmington on mulmed ! :)x
KAMU SEDANG MEMBACA
SPRING
Fiksi Penggemarwhen love is not about who are you and where are you from. it's a love story between Zayn Malik the heirs of Broadway Company and Spring Foster an ordinary girl.