(New York)
"Jane! Cepat kemari!" teriak seorang wanita setengah baya dari ruang makan.
Jane berlari kecil dari dapur menuju ke ruang makan dengan sedikit tergopoh gopoh. Majikannya tidak pernah sabaran ketika menginginkan sesuatu.
"Ya nyonya, ada apa?" tanya Jane dengan suara yang sangat lembut.
"Cepat ambilkan aku anggur di ruang bawah tanah. Ambilkan yang bertuliskan 2001 pada labelnya." perintahnya tanpa mengalihkan pandangannya dari gadget yang ada di hadapannya.
Jane mengangguk ke arah Mrs. Sarah, wanita yang barusan diajaknya bicara. Dia majikan di rumah itu, dan mau tidak mau Jane harus menuruti semua kemauannya. Lagipula selama ini yang memberikan dia pekerjaan agar dia tetap bisa hidup hanya Mrs. Sarah. Dia tidak bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih layak daripada pembantu rumah tangga karena tingkat pendidikan yang bisa dibilang minim. Pembantu rumah tangga gajinya lebih besar dibandingkan menjadi pelayan restoran atau pegawai sebuah toko.
Jane segera menuju ke ruang bawah tanah dan mengambil sebotol anggur yang bertuliskan 2001 di labelnya. Jane kembali ke ruang makan dan meletakkan botol anggur itu di atas meja beserta dengan gelasnya.
"Ada lagi, nyonya?" tanya Jane sambil menuangkan anggur ke dalam gelas.
Mrs. Sarah menggeleng. "Kurasa tidak. Oh ya, apakah Dave sudah pulang?"
Jane menggeleng. "Belum. Mungkin sebentar lagi. Kudengar dari pelayan pribadinya kalau Mr. Dave akan pergi ke California besok."
Mrs. Sarah membulatkan matanya. "Ca..California?"
Jane mengangguk. "Iya, nyonya. Memang ada apa?"
Mrs. Sarah menghela nafas lalu memasang muka kesal. "Dia pasti akan bertemu dengan anakku di sana. Sialan. Apakah dia memang sengaja menghina anakku dengan pergi ke California dan memamerkan kalau dia sudah menjadi presiden perusahaan? Dasar. Mentang mentang dia anak pertama. Apa dia kira dia sudah hebat? Gara gara dia Zayn harus tinggal sendirian di California."
Jane tidak bisa merespons apapun. Keadaan di keluarga ini terlalu rumit menurutnya. Terkadang dia juga harus ikut campur dalam urusan Mrs. Sarah karena wanita itu tidak bisa mengurusi masalahnya sendirian. Itulah kenapa meskipun Jane sering membuat kesalahan, tapi Mrs. Sarah tidak akan mau memecatnya. Jane terlalu berharga untuk Mrs. Sarah. Jane satu satunya pembantu yang mau setia.
"Baiklah, nyonya. Saya akan lanjutkan bekerja. Panggil saya kalau anda butuh sesuatu."
Mrs. Sarah tersenyum. "Aduh, Jane. Tidak usah terlalu formal seperti itu. Kau kan sudah jadi pembantu lebih dari 2 tahun di sini, bicaralah dengan sewajarnya saja. Lagipula kau kan juga sering membantuku."
Jane hanya tersenyum tipis. "Baiklah. Aku permisi." Jane menundukkan kepalanya lalu segera berlalu keluar ruang makan.
Mrs. Sarah baru saja akan berdiri dari duduknya ketika tiba tiba Dave sudah berdiri di ambang pintu ruang makan dengan wajah datar sedatar datarnya. Mrs. Sarah sedikit terkejut ketika melihat Dave datang tiba tiba.
"Oh astaga, Dave. Kau membuatku kaget. Kau sudah pulang?" Mrs. Sarah berusaha membuat suara seramah mungkin.
Dave tidak merespons semua pertanyaan dari Mrs. Sarah. Dia justru balik bertanya. "Dimana presiden?"
Mrs. Sarah memutar bola matanya. Dia sangat kesal dengan sikap laki laki yang ada di hadapannya. "Tentu saja di ruangannya. Memangnya dia mau pergi ke dapur?"
Dave keluar dari ruang makan bahkan sebelum Mrs. Sarah menyelesaikan kalimatnya. Mrs. Sarah mendengus kesal. "Dasar anak tidak tahu diuntung."
Mrs. Sarah menghampiri Jane yang sedang mencuci piring di dapur. "Hei Jane."
Jane menoleh dan memberhentikan kegiatannya. "Ada apa nyonya?"
"Adikmu yang kau ceritakan waktu itu apakah benar benar akan tinggal di sini?" Mrs. Sarah melirik Jane melalui bulu matanya.
Jane mengangguk. "Presiden bilang sendiri kalau dia akan memasukkan Spring ke sekolah itu. Ini kesempatan satu satunya untuk adikku, nyonya. Aku tidak mau dia menjadi sepertiku. Dia ingin tinggal di New York, dan kurasa ini adalah kesempatan untuk mewujudkan keinginannya."
Mrs. Sarah mengedikkan bahu. "Tapi aku tidak yakin adikmu akan bertahan di sekolah itu."
Jane menatap Mrs. Sarah dengan dahi berkerut. "Memangnya kenapa?"
Mrs. Sarah menggaruk alisnya. "Kudengar persaingan uang disana sangat ketat dan murid yang masuk melalui beasiswa akan sangat dikucilkan."
Jane menghela nafas panjang. "Aku yakin Spring tidak akan menyerah hanya karena hal seperti itu."
Mrs. Sarah mengangguk. "Well, goodluck. Oh ya, beritahu aku kalau istri kedua datang ke rumah."
Jane mengangguk. "Dia tidak akan datang di hari senin seperti ini."
Mrs. Sarah mengedikkan bahu. "Hanya untuk jaga jaga saja. Lanjutkan pekerjaanmu."
Jane mengangguk dan melanjutkan mencuci piring sementara Mrs. Sarah berlalu keluar dapur.
Respect what i've wrote.Don't be a silent readers. Vote&comment please:)x
KAMU SEDANG MEMBACA
SPRING
Fanfictionwhen love is not about who are you and where are you from. it's a love story between Zayn Malik the heirs of Broadway Company and Spring Foster an ordinary girl.