"Ini menajubkan!" Spring tertawa gembira sambil menjulurkan kepalanya keluar jendela.
Aku hanya bisa menggeleng gelengkan kepala melihat kelakuan polosnya. "Kenapa kau begitu senang?"
Spring menatap ke arahku dengan senyum lebar. "Memangnya kenapa? Bukannya senang itu lebih baik daripada sedih? Kau sendiri? Kenapa jarang tersenyum?"
Aku menoleh sinis ke arahnya sambil masih tetap fokus menyetir. "Kenapa aku harus sering tersenyum?"
Dia tergelak. "Senyum itu kan sesuatu yang indah. Lagipula tersenyum itu tidak dilarang oleh hukum kok."
Aku tertawa kecil. "Ya, baiklah. Terserah kau saja. Tertawalah sepuasmu."
Dia tersenyum semakin lebar ke arahku. "Apa...aku boleh....menjulurkan tanganku keluar?"
Aku mengerutkan dahiku tidak mengerti. "Untuk apa?"
Spring memutar bola matanya. "Itu, seperti yang di film film. Mereka akan terlihat sangat keren ketika naik mobil sport sambil menjulurkan tangan keluar. Apalagi ketika ada hembusan angin seperti ini."
Aku tertawa hebat. Astaga. Dia terlalu terobsesi dengan film. "Alright, alright. You got it."
Spring tersenyum senang kemudian perlahan lahan ia menjulurkan tangannya keluar dengan wajah terkagum kagum dan mata berbinar binar. Aku meliriknya terus melalui ekor mataku. Baru kali ini aku melihat gadis sepolos dia. Aku melihatnya memasukkan tangannya ke dalam kemudian menutupi matanya karena silau terkena cahaya matahari.
Aku membuka desk box ku dan mengeluarkan sebuah kacamata kemudian menyodorkan ke arahnya. "Pakai ini."
Spring sedikit tercengang. "Eh? Tidak usah. Itu terlalu berlebihan dan mencolok. Di film film tidak pakai kacamatapun sudah keren kok."
Aku memutar bola mataku. "Ini bukan untuk gaya. Ini untuk kesehatan. Cahaya matahari langsung tidak bagus untuk mata. Nanti kalau kau buta bagaimana?"
Spring tersenyum kecil dan segera memakai kacamata yang kuberikan. "Thanks. Kau baik sekali."
Dia menjulurkan tangannya keluar lagi sambil tertawa senang karena hembusan angin menerpa wajah dan rambutnya. Tanpa sadar, aku ikut tersenyum kecil melihat tingkah konyolnya.
******************
"Okay guys. So, hari ini kita akan membahas tentang kata. Setiap kata memiliki makna." Mr. Diego menuliskan sesuatu di papan.
Aku memperhatikannya meskipun pikiranku sendiri tidak fokus padanya.
"Begitu kau menumpahkan perasaanmu dalam kata kata. Maka perasaanmu itu akan menjadi lebih bermakna. Seperti misalnya, kata cahaya. Itu hanya kata yang sederhana, tapi akan menjadi istimewa ketika kalian memikirkannya menjadi cahaya lilin kehidupan atau mungkin cahaya matahari hidup."
Aku mengetuk ngetukkan pensilku ke atas buku notesku. Pelajaran bahasa menurutku terlalu membosankan. Mr. Diego selalu berbicara tentang semua kata. Aku menatap ke arah jendela dan melihat Spring sedang duduk di bangku taman. Aku menatapnya dengan tersenyum kecil. Aku terus menatap setiap gerak geriknya. Dia mengibaskan rambutnya perlahan. Oh sialan karena dia punya rambut yang indah.
"Dan hari ini aku akan berbicara mengenai kata bahasa Inggris yang paling indah di dunia. So, menurut kalian apa kata yang paling indah?"
"Rainbow?"
"Flower?"
"Love? Heart?"
"Tears?"
"Mr. Malik, menurutmu apa kata bahasa Inggris yang paling indah di dunia?"
Aku sedikit terkejut dan mengalihkan pandanganku dari arah jendela. "Mother?"
Mr. Diego menautkan kedua alis putihnya. "Apa yang membuatmu berpikiran seperti itu?"
Aku mengedikkan bahu. "I don't know. I just say it."
Mr. Diego tersenyum miring kemudian menuliskan "mother" di papan. "Yeah, kau benar. Mother adalah kata yang paling indah di dunia ini."
Aku tersenyum kecil dan menuliskan "mother" di notesku. Pikiranku melayang kepada mom di rumah. Bagaimana kabarnya sekarang? Apakah dia baik baik saja? Apakah dad memperlakukannya dengan baik? Aku menghela nafas panjang. Kuharap dia selalu baik setiap saat. Jujur, aku sangat merindukannya. Tapi aku juga tidak bisa berbuat apa apa.
"Alright, sekian untuk kelas hari ini. Kuharap kalian bisa memikirkan satu kata yang menurut kalian paling indah untuk kelas minggu depan. Jangan lupa kumpulkan esai kalian sebelum keluar." Mr. Diego meletakkan spidolnya di atas meja dengan senyum mengembang di wajahnya.
Aku segera membereskan seluruh barangku dan memakai tasku.
"Hei, Zayn!" seseorang menepuk bahuku.
Aku menoleh ke arah Lane. "What?"
"Kau mau kemana setelah ini?" tanyanya sambil memasukkan buku ke dalam tas.
Aku berpaling darinya. "Pulang ke rumah. Jai masih belum sembuh."
Dia terlihat sedikit kecewa. "Kau tidak pergi surfing? Kudengar hari ini ada turnamen di pantai."
Aku menggeleng. "Aku harus segera mengerjakan modulku. Aku akan pergi lain kali."
Lane mengangguk kemudian berjalan meninggalkanku. Aku segera bangkit dan berjalan keluar kelas.
"Mr. Malik?" suara Mr. Diego menghentikan langkahku.
Aku menoleh ke arahnya. "Ada apa?"
Mr. Diego menghela nafas beberapa saat. "Apa kau tidak berniat mengumpulkan esaimu?"
Aku mengedikkan bahu. "Itu bukan hal yang harus dikerjakan dan dikumpulkan."
Mr. Diego menaikkan sebelah alisnya. "Tidakkah kau berpikir kalau suatu waktu itu akan memiliki tujuan jika kau mengumpulkannya?"
Aku hanya menjawab pertanyaannya dengan kedikkan bahu. Pun aku segera keluar kelas untuk mencari Spring. Aku mengerutkan dahiku ketika melihat Spring sudah tidak ada di tempat sebelumnya. Kemana dia? Aku segera pergi mencarinya.
a/n : thanks buat votenya guys!ilysm<3 tuh ada si ganteng lagi di mulmed wkwk. don't be a silent readers.leave ur VOMMENTS!! xx
KAMU SEDANG MEMBACA
SPRING
Fanfictionwhen love is not about who are you and where are you from. it's a love story between Zayn Malik the heirs of Broadway Company and Spring Foster an ordinary girl.