Chapter 27

57 8 0
                                    

(POV: SPRING)

                Aku hanya diam selama perjalanan. Zayn tetap fokus menyetir tanpa mengalihkan pandangannya ke arahku sama sekali. Aku mencoba fokus dengan pembicaraan Zayn dengan kakaknya tadi. Pembicaraan mereka terdengar freak dan tidak seperti kakak dengan adiknya. Mereka cenderung terlihat seperti asing dan dingin satu sama lain. Apa memang ada sesuatu dengan Zayn dan kakaknya? Zayn juga sering bicara tentang dia yang diasingkan ke California. Aku tidak pernah mengerti apa maksudnya. Apa Zayn sudah membuat kesalahan yang sangat besar di keluarganya sehingga dia harus tinggal di California? Tapi kelihatannya tidak juga. Kalau memang pergi ke California hukuman untuk Zayn, seharusnya mereka menghukum Zayn dengan menyuruhnya untuk berusaha mandiri dan bekerja. Tapi faktanya justru Zayn ditunjang dengan semua fasilitas yang mewah dan memadai. Apa yang tidak dimilkinya? Wajah tampan, mobil mewah, rumah mewah, sekolah di UCLA, hukuman macam apa itu? Ah, sudahlah. Kenapa jadi harus aku yang bingung memikirkan Zayn. Lagipula aku baru beberapa hari kenal dengannya. Aku tidak perlu tahu lebih lanjut tentang kehidupan pribadinya.

                "Zayn." panggilku lirih.

                Zayn masih tetap fokus menyetir tanpa berniat menoleh ke arahku. "Ada apa?"

                "Kunyalakan musik ya? Suasananya terlalu sepi."

                Zayn menggeleng. "Tidak."

                Aku tidak menghiraukannya dan mengarahkan tanganku ke radio.

                Zayn mencekal tangaku dengan gerakan cepat sambil mendecak kesal. "Kalau kubilang tidak ya tidak."

                Aku merengut kesal. "Memangnya kenapa? Suasana di dalam mobil ini terlalu sepi, Zayn. Di film film, kalau orang yang berkendara sendirian dalam keadaan sepi, maka mereka akan mudah diganggu makhluk halus. Apa kau mau kalau ada hantu di sini?"

                Zayn tertawa sarkas. "Apa kau sebegitu terobsesinya dengan film film? Sudahlah, lagipula aku juga sedang tidak berkendara sendirian. Kan ada kau. Kalau ada hantu, maka kau juga akan melihatnya, tidak hanya aku saja kan?"

                Aku melengos kesal dan mencubit lengaannya. "Ayolah, aku menyetelnya dengan volume pelan kok."

                Zayn menepis tanganku agar menyingkir dari radionya. "Kalau kubilang tidak ya tidak. Kau ini susah sekali dibilangi."

                Aku masih berusaha untuk menghidupkan radionya, tapi tangan Zayn selalu siaga. "Memangnya kenapa sih kalau aku menyalakan musik? Tidak ada pengaruhnya juga kan, denganmu?"

                Zayn mendengus. "Tentu saja ada, bodoh. Aku tidak bisa fokus menyetir kalau diiringi lagu."

                "Maka dari itu, kau harus menyesuaikan diri mulai sekarang. Menyetir sambil mendengarkan lagu. Bagaimana kalau nanti kau dapat kekasih yang suka mendengarkan lagu di dalam mobil, tapi kau tidak mau. Dia bisa marah marah dan minta putus denganmu. Kau akan sangat menyesal karena kau putus hanya karena musik."

                Zayn terkekeh pelan. "Itu sih kau. Karena itu aku tidak akan pernah mengencanimu."

                Aku mencubit lengannya dengan kesal. "Aku tidak pernah berharap kau untuk mengencaniku, bodoh."

                Zayn segera menarik lengannya dariku karena merasa kesakitan. "Aww, sialan. Diamlah!"

                Aku tidak menghiraukan gertakannya barusan melainkan mengarahkan tanganku untuk menghidupkan radionya.

SPRINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang