Aku mengikuti Jane keluar dari taksi yang barusan kutumpangi dengan sedikit terkagum kagum karena daerah sekitar tempat ini begitu penuh dengan rumah mewah dan berkelas. Terlihat jelas sekali kalau ini adalah kawasan rumah untuk orang kaya. Aku menganga lebar ketika Jane memencet bel di salah satu rumah yang sangat sangat sangat besar bak istana. Arsitektur rumah ini bernuansa Yunani Kuno dengan pilar pilar besar di dekat pagarnya. Sementara rumah utamanya terlihat menjulang tinggi. Aku menelan ludah ketika seorang security membukakan pagar untuk Jane. Jane menarik lenganku agar segera masuk.
Aku mengoyak lengan Jane pelan. "Are you serious? Rumah siapa ini?"
Jane mengisyaratkanku untuk diam. "Nanti akan kuberitahu kalau sudah di dalam. Tenanglah dulu, dan bersikaplah sopan. Aku tidak ingin kau membuat masalah, okay?"
Aku mengangguk dan tetap berjalan di samping Jane sambil merangkul lengannya. Aku menatap sekitar halaman rumah itu dan membuatku menganga lebar karena halaman rumah itu sangat luas dan banyak hiasan hiasan mahal memperindah taman rumah itu. Jane membuka salah satu pintu yang kurasa itu bukanlah pintu utama karena letaknya ada di samping, dan pintu itu juga terlalu kecil untuk pintu utama rumah sebesar ini. Aku menatap ruangan itu yang bisa kutafsirkan kalau itu dapur karena banyak peralatan rumah tangga di sana.
Jane membuka kulkas dan mengeluarkan air mineral. "Letakkan kopermu di pojok sana. Kemari dan minumlah dulu."
Aku mengangguk lalu meletakkan koperku dan duduk di kursi di sebelah Jane. Aku meneguk minumannya perlahan. "Jane, rumah ini sangat besar. Apa ini rumahmu? Kalau bukan, lalu rumah siapa ini? Kenapa kau mengajakku tinggal di sini?"
Jane menghela nafas perlahan. "Tenanglah dulu, okay? Ini rumah majikanku. Kau akan tinggal di sini sementara waktu sampai aku bisa menyewa sebuah flat untukmu."
Aku menatap Jane dengan sedikit kecewa tapi juga sangat kasihan dengannya. "Jadi maksudmu, kau....seorang....pembantu rumah tangga?"
Jane menepuk pipiku pelan dengan air mata yang menggenang di pelupuk matanya. "Aku melakukan ini semua untukmu. Karena itu, kau tidak boleh mengecewakanku."
Aku memeluk Jane dengan air mata mengalir. "I will never dissappointed you."
Jane melepas pelukannya secara tiba tiba lalu dengan cepat menghapus air matanya dengan kasar. Aku mengerutkan dahi ke arahnya. Jane mengisyaratkanku agar menoleh ke belakang. Aku segera menoleh dan sedikit terkejut ketika melihat seorang wanita setengah baya yang sangat cantik dengan pakaian glamour. Aku segera bangkit dan tersenyum ke arahnya. Wanita itu membalas senyumku dengan senyuman dingin.
Dia menoleh ke arah Jane dengan dahi berkerut. "Kau baru pulang Jane? Siapa ini? Apa dia temanmu?"
Jane menggeleng. "Bukan Mrs. Sarah, ini adikku yang kuceritakan padamu waktu itu. Maaf kalau aku pulang malam. Aku harus menjemputnya di rumah temanku."
Wanita yang Jane panggil Mrs. Sarah itu mengalihkan pandangannya ke arahku. Aku tersenyum canggung ke arahnya. Dan kali ini dia membalas senyumku dengan lebih hangat. "Oh astaga, Jane. Kenapa kau tidak bilang kalau adikmu datang hari ini? Kukira dia tidak jadi datang. Dia memang cantik seperti dirimu."
Aku tersenyum kecil ke arahnya. "Namaku Spring Foster. Kau bisa panggil aku Spring."
Mrs. Sarah menatapku dengan sedikit kagum. "Wow. Aku tidak pernah berpikir ada seorang gadis yang diberi nama musim. Aku Sarah Bruffer. Panggil saja aku Mrs. Sarah."
Aku mengangguk. "Senang bertemu denganmu. Maaf kalau kehadiranku di sini terkesan merepotkan."
Mrs. Sarah menggeleng. "Oh, tidak, tidak. Lagipula, kau di sini sedikit banyak bisa membantu kakakmu kan? Kakakmu terlalu lelah kalau harus melayaniku sendirian. Well, Jane, kenapa kau tidak buatkan makanan untuknya? Kenapa kau tidak berikan minuman yang lebih bagus untuknya? Dia pasti sangat lapar. Makanlah. Aku akan pergi dulu. Oh ya, Jane, tolong bawakan obat untuk suamiku. Dan juga pie nya jangan lupa."
Jane mengangguk. "Tentu, nyonya."
Mrs. Sarah tersenyum kemudian segera pergi dari sana. Aku langsung mendekati Jane yang sedang menyiapkan seperti yang diminta oleh Mrs. Sarah. "Dia majikanmu ya?"
Jane mengangguk. "Kau harus sangat baik padanya. Karena sejauh ini, dialah yang membuatku bisa bertahan hidup sampai sekarang. Kalau dia tidak memberiku pekerjaan, mungkin aku sudah jadi gelandangan di New York."
Aku mendesah pelan. "Aku takut dengan semua orang yang ada di rumah ini."
Jane mengelus rambutku pelan. "Kau tidak perlu takut. Kau hanya perlu bersikap sopan dan jangan coba coba bicara dengan Mrs. Sarah, anaknya, maupun suaminya jika kau tidak diajak bicara. Tolong kau bawa ini ke kamar suami Mrs. Sarah. Aku akan membuatkan makanan untukmu."
Aku mengangguk sambil menerima nampan itu. "Aku tidak akan mati kan setelah ini?"
Jane memutar bola matanya sambil tertawa kecil. "Tidak akan, paling paling kau hanya kembali tanpa kepala."
Aku melengos darinya dan segera berjalan pelan pelan berusah mencari kamar suami Mrs. Sarah. Sialan. Kenapa aku tidak tanya saja ke Jane kamarnya yang mana? Kalau seperti ini kan sangat susah. Bagaimana kalau nanti aku membuka kamar yang salah. Tapi mungkin logikanya, kamar suami Mrs. Sarah pasti sangat besar. Aku menemukan sebuah ruangan dengan pintu sangat besar di dekat tangga yang menuju ke lantai ke dua. Aku ingin membukanya, tapi bagaimana kalau salah? Aku berkeliling dulu sedikit di dekat sana dengan sedikit gelisah.
"Apa yang kau cari?" tiba tiba sebuah suara muncul dari belakang membuat jantungku hamipr copot.
Aku mnegelus dada sebentar lalu menoleh ke belakang dan sedikit terkejut ketika melihat seorang laki laki berdiri di dekat tangga dengan tangan yang dimasukkan ke dalam kantong celananya. Dia memiliki perawakan tinggi, kekar, rambut dipotong pendek, kumis dan jenggot yang lumayan tebal. Tatapan matanya sangat dingin. Aku mengamatinya dengan seksama. Tunggu, tunggu, kenapa rasanya aku seperti pernah melihatnya? Tapi dimana? Masa iya aku pernah bertemu dengannya? Lagipula aku juga baru masuk rumah ini. Sudahlah, mungkin itu hanya perasaanku saja. Laki laki itu menatapku dengan sedikit tajam karena aku terus memperhatikannya.
Aku segera mengalihkan pandanganku darinya dan menunduk. "Aku mau mengantar ini untuk suami Mrs. Sarah."
Laki laki itu menaikkan sebelah alisnya kemudian berjalan ke dekatku dan mengarahkan matanya ke ruangan seperti yang kuperkirakan. Aku mengangguk dan segera masuk ke dalam ruangan itu. Laki laki tadi ikut masuk ke dalam ruangan dengan tatapan dingin. Aku melihat seorang laki laki berumur sekitar 60an, rambutnya penuh uban, tubuhnya sedikit gendut, tapi terlihat sekali kalau dia seorang pengusaha sukses, terlihat dari pakaiannya dan juga sikapnya.
Aku mendekat ke arahnya dan meletakkan nampan itu di atas meja yang ada di hadapannya. Laki laki tua itu menoleh ke arahku dan aku tersenyum kikuk kepadanya. "Aku disuruh kakakku membawakan ini untukmu."
Laki laki tua itu tersenyum kecil sambil mengangguk ngangguk. "Apa kau adik dari Jane Foster?"
Aku mengangguk. "Spring Foster."
Laki laki tua itu tersenyum ramah. "Nama yang sangat mengesankan."
"Dad." panggil laki laki tadi dengan wajah dinginnya.
Laki laki tua itu menoleh dengan dahi berkerut. "Apa yang mau kau bicarakan?"
Laki laki tadi menghela nafas beberapa saat. "Aku sudah menemuinya. Dia tidak bilang apa apa."
Laki laki tua itu menatap kosong ke depan. "Apa dia tidak bilang mau kembali?"
Laki laki dengan wajah dingin itu menggeleng lalu berjalan ke arah pintu. "Dia tidak akan pernah mengatakannya."
Aku tersenyum ke arah suami Mrs. Sarah dengan sedikit canggung. "Baiklah, tuan. Aku permisi."
Dia mengangguk lalu melanjutkan membacanya. Aku menghela nafas panjang karena ternyata tidak seburuk yang kukira. Syukurlah suami Mrs. Sarah tidak menakutkan seperti yang kubayangkan. Justru anaknya tadi sangat menakutkan dengan wajah dingin dan tatapan tajamnya.
a/n: sorry for the boring and absurd chap! but hope you all enjoy it! don't be a silent readers, pls vomments after read bc it means a world for me:)x
KAMU SEDANG MEMBACA
SPRING
Fanfictionwhen love is not about who are you and where are you from. it's a love story between Zayn Malik the heirs of Broadway Company and Spring Foster an ordinary girl.