Chapter 25

56 10 0
                                    

(POV: SPRING)

                Aku baru saja mengeringkan rambutku ketika aku mendengar suara Zayn yang sedang berbicara di telfon. Aku berjalan keluar kamar dan melihat laki laki keren itu sedang duduk di tangga sambil masih berbicara di telfon. Aku sedikit menguping pembicaraannya.

                "Ya, baiklah. Aku akan segera ke sana."

                "Oh? Dave juga pergi ke sana? Kupikir dia tidak akan hadir."

                "Benarkah? Jadi aku dan Dave disuruh untuk datang ke sana agar kita dapat bertemu?"

                "Well, aku berterima kasih soal itu. Tapi aku tidak yakin Dave mau bertemu denganku."

                "Yeah, whatever."

                "Okay, Mr. Gerry. Bye."

                Zayn pun mengakhiri pembicaraannya setelah mengucapkan bye, kemudian memasukkan ponselnya ke dalam saku. Aku masih terus mengamati gerak geriknya hingga tiba tiba aku sadar Zayn sudah hilang dari pandangan.

                "Hei! Sedang apa kau?" tiba tiba suara berat milik Zayn bergema di telingaku.

                Aku terlonjak kaget dan menoleh ke samping. Zayn berdiri di sana dengan tampang innocentnya. Tapi aku bisa melihat kedutan senyum di ujung bibirnya.

                Aku tersenyum kecut. "Ti..tidak ada. Aku tadi hanya...ya..kau tahulah."

                Zayn menaikkan kedua alisnya. "Bagaimana? Apa sudah selesai mengupingnya? So, menguping itu menyenangkan ya?"

                Aku menggeleng geleng cepat. "Tidak...tidak. Aku tidak bermaksud menguping. Tadi aku berniat untuk ke dapur dan membuat sarapan, tapi aku tidak sengaja mendengarmu sedang mengobrol di telfon."

                Zayn terkekeh kecil. "Ya, itu sama saja. Kau menguping semua pembicaraanku."

                Aku nyengir lebar ke arahnya. "Tidak semuanya kok. Hanya bagian akhir akhir. Sumpah. Aku tidak berbohong. Lagipula, itu kan hanya ketidak sengajaan."

                Zayn tertawa lebih lantang kali ini. "Itu tetap saja menguping, bodoh. Sudahlah, aku mau mandi dan ganti baju. Kau cepat ganti bajumu dengan baju yang lebih bagus. Aku ada acara penting."

                Aku menatapnya kebingungan. "Jadi, kau mau pergi ke suatu acara? Kenapa aku harus ikut?"

                Zayn mendengus pelan. "Kau tidak mau ikut? Kau mau di rumah ini sendirian? Kau mau mati seperti di film film? Kau tahu kan, kalau orang yang sendirian di rumah itu selalu diganggu setan?"

                Aku bergidik ngeri ketika mendengar perkataannya barusan. "Alright, alright, aku akan ikut. Aku akan buatkan sandwich lalu segera ganti baju, okay?"

                Zayn mengangguk dan segera masuk ke dalam kamar mandi, sementara aku pergi ke dapur untuk membuatkan sandwich. Aku segera pergi mengganti baju setelah selesai membuat sandwich. Aku selesai mengganti baju dan menatap diriku di cermin. Apa baju ini pantas untuk pergi ke acara yang dimaksud olehnya? Ah, sudahlah biarkan. Aku kan hanya menumpang padanya. Kenapa aku harus ikut repot? Aku segera keluar kamar dan melihat Zayn sudah siap di ruang depan sambil membaca majalah dan memakan sandwichnya. Aku menganga lebar ketika melihat penampilan Zayn yang jauh berbeda dari biasanya. Biasanya dia hanya memakai sweater, t-shirt atau kaos longgar, celana jeans, dan sepatu sport. Tapi kali ini dia memakai kemeja putih bersih dan rapi yang dibalut tuxedo hitam, celana jeans ketat hitam, dan sepatu boots low top cokelat tua.  Oh ya Tuhan! Kenapa ada makhluk seindah dia? Oh my god, Spring! Apa yang kau pikirkan? Dia sudah bertunangan. Oh! Beruntung sekali gadis itu memiliki tunangan setampan dan seindah Zayn. Aku segera mengalihkan pandanganku darinya ketika menyadari kalau Zayn berbalik menatapku dengan dahi berkerut.

                Zayn bangkit dari duduknya sambil masih menatapku. "Sudah selesai?"

                Aku mengangguk sambil memakai tas dan sepatuku. "Apa pakaianku pantas untuk pergi ke acara seperti yang kau maksud?"

                Zayn mengedikkan bahu. "Aku hanya pergi sebentar. Setelah bertemu dengan seseorang, kita pulang. Kau tidak usah ikut masuk ke dalam pesta itu. Berjalan jalanlah di taman sekitarnya."

                Aku menngangguk ngangguk. "Baiklah. Oh ya, aku benar benar minta maaf soal tadi."

                Zayn menaikkan sebelah alisnya. "Minta maaf untuk apa?"

                Aku tersenyum kecut. "Soal menguping tadi."

                Zayn memutar bola matanya. "Oh ayolah. Aku tadi hanya bercanda. Kau tahu? Ekspresimu tadi sangat lucu dan aneh."

                Lucu? Aneh? Sialan. Apa aku harus terlihat seperti itu di hadapannya? Aku segera mengikuti Zayn berjalan keluar.

(New York) (POV: AUTHOR)

                Jane mondar mandir dengan gelisah sambil menggigiti kukunya. Dia sangat khawatir dengan Spring, ini sudah hampir 3 hari dan Spring tidak ada kabar sama sekali. Ponselnya tidak aktif. Stella juga tidak bisa dihubungi. Jane berusaha menenangkan dirinya sambil sekali kali berdoa dan meneguk jusnya.

                "Jane, duduklah barang sebentar saja. Adikmu pasti baik baik saja di California. Percayalah. Dia sudah besar, Jane." Matthew mencoba menenangkan Jane dengan menarik lengannya agar duduk.

                Jane menghela nafas berat kemudian akhirnya duduk di sebelah Matthew. "Aku memang bodoh. Bagaimana bisa aku salah memesan tiket pesawat? Kalau saja aku lebih berhati hati, mungkin Spring sudah bersamaku sekarang."

                Matthew mengelus ngelus rambut Jane perlahan. "Tidak usah menyalahkan diri terus seperti itu. Lebih baik kau pikirkan cara agar Spring bisa ke sini, okay?"

                Jane menghela nafas putus asa. "Itulah mengapa aku gelisah, itu karena aku benar benar tidak punya cara untuk membawa Spring ke sini. Aku tidak bisa mengirimkan uang kepadanya. Kartu ATM ku hilang. Ponsel Spring juga tidak bisa dihubungi. Temanku yang ada di California juga tidak bisa dihubungi. Lalu aku harus menghubungi siapa?"

                Matthew mengerutkan sudut bibirnya. "Bagaimana kalau kau mengirim uang lewat ATM ku?"

                Jane berpikir sebentar kemudian tersenyum senang. "Kupikir itu ide yang lumayan bagus."

                Matthew tersenyum lebar ke arah Jane. "Bagus kalau begitu, cepat kirimkan uangnya soreini agar Spring bisa cepat ke New York."

                Senyum Jane memudar hanya dalam beberapa saat. "Tapi masalahnya.....aku tidak tahu nomor rekening Spring. Aku selalu mengirim uang lewat rekening bibiku. Oh god."

                Matthew mendengus kecewa. "Bad news."

                Jane bangkit kemudian meraih tasnya. "Aku harus pergi. Kalau terlalu lama, nanti Mrs. Sarah akan mencariku. Aku akan pikirkan cara lain untuk membawa Spring ke New York. Tolong hubungi aku kalau barang kali kau tahu suatu cara brilian."

                Matthew mengangguk kemudian ikut bangkit dan memeluk Jane. "Aku akan sangat merindukanmu, my princess."

                Jane tertawa kecil. "Kita selalu bertemu hampir setiap hari. Kau tidak perlu merindukanku sampai segitunya."

                Matthew terkekeh. "Itu hanya ungkapan saja. Oh ya, mungkin besok aku tidak bisa bertemu denganmu, aku akan menginap di kampus. Kau...tidak keberatan kan?"

                Jane menggeleng. "It's okay. Belajarlah dengan baik dan benar. Oh ya, jaga dirimu baik baik. Jangan sampai kau telat makan atau kecapekan."

                Matthew mengangguk. "Kau juga. Take care."


a/n: yeee gue udah apdet chap 25 loooo/guling guling di lantai/ thanks buat 90++ votenya kawan!! aku cintah kalian semuahhhhh<3 keep reading ya, don't be a silent readers, pls vomments after read, bc i need it. tengkyuuuu xx

p.s: pic of Jennifer Lawrence as Jane Foster on mulmed!!!

SPRINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang