(POV: SPRING)
"Spring! Kemarilah! Bibi mau bicara sesuatu denganmu." teriak bibi Caroline dari arah ruang TV.
"Iya bi! Tunggu sebentar." aku meletakkan piring yang barusan kucuci dan segera menuju ke ruang TV.
Bibi Caroline menyeruput tehnya di depan perapian. "Duduklah honey. Ada hal penting yang harus kubicarakan denganmu."
Aku mengangguk lalu duduk di sebelahnya. "Ada apa bi? Kelihatannya ada masalah serius."
Bibi Caroline menghela nafas beberapa saat kemudian menggenggam kedua tanganku. "Spring, bibi tau kalau kau sangat sangat menyayangi bibi. Tapi bibi juga mau yang terbaik untukmu."
Aku mengerutkan dahi menatapnya. "Bi, sebenarnya apa yang sedang kau bicarakan?"
Bibi Caroline mengelus kedua punggung tanganku. Air matanya menggenang. "Spring sayang, kau masih sangat muda. Umurmu masih 17 tahun. Kau harus punya cita cita dan pendidikan yang tinggi. Kau tidak bisa terus menerus hanya bersekolah di sini dan bekerja sebagai tukang cuci piring atau pelayan restoran. Bibi mau kau menjadi orang yang sukses dan memiliki kehidupan yang lebih baik. Aku tidak mau melihat dirimu menjadi seperti Jane. Dia harus berjuang keras untuk membiayai kita. Bibi tau, kalau mungkin kau merasa ini hal yang mustahil, tapi inilah kesempatanmu untuk mewujudkan impianmu sejak kecil."
Aku menatapnya dengan iba. Bibi Caroline mulai menangis terisak isak dengan suara tangisan yang parau. Aku mengelus kedua tangannya yang mulai keriput. "Bi, tolong beritahu aku. Sebenarnya ada apa? Kenapa tiba tiba kau berkata seperti itu? Aku tidak pernah keberatan melakukan semua pekerjaan itu. Aku melakukan ini semua untuk dirimu. Aku sangat sangat menyayangimu."
Bibi Caroline menghapus air matanya yang mengalir dengan jaketnya. "Tidak Spring, kau tidak boleh terus menerus di sini dan tinggal bersama bibi. Kau harus punya masa depan yang cerah. Kemarin, Jane menelfon. Dia bilang kalau dia akan mengajakmu tinggal di New York. Kau akan pindah ke sana. Jane akan membiayai semuanya. Kau akan bersekolah dengan lebih baik di sana dan kau tidak perlu bekerja terlalu keras. Percayalah Spring, kau akan lebih bahagia di sana. Sebenarnya dia sudah merencanakan akan membawamu ke Amerika sebulan yang lalu, tapi dia baru memastikannya kemarin."
Aku menganga lebar. Tidak pernah terpikir di mimpi terliarku kalau aku akan benar benar tinggal di New York seperti impianku sejak kecil. Aku menumpahkan air mataku, aku benar benar bahagia. Tapi di sisi lain, aku juga telah berjanji untuk tidak meninggalkan bibi Caroline sendirian.
Aku mengelus rambutnya perlahan. "Tidak bi. Aku tidak akan meninggalkanmu sendirian di sini. Aku sudah berjanji akan menjagamu kan? Aku tidak akan mengingkarinya."
Bibi Caroline menggeleng geleng. "Tidak Spring, tidak. Bagaimanapun caranya kau harus pergi ke sana. Ini kesempatan satu satunya untuk mewujudkan semua impianmu. Kesempatan itu tidak datang dua kali, sayang. Kau harus pindah ke sana. Kau harus menuruti perkataan bibi. Kau harus menjadi orang yang sukses di sana. Bibi sudah tua, Spring. Keinginan bibi hanya satu. Yaitu melihatmu bahagia. Dan kau harus mewujudkannya. Buatlah bibi bahagia dengan pergi ke New York."
Aku menghela nafas lalu menghapus sisa air mata di pipiku. "Baiklah bi, kalau itu memang keinginanmu, maka aku akan pergi. Aku akan membuatmu bahagia. Aku akan menjadi orang yang sukses di sana, dan aku akan membawamu untuk tinggal bersamaku."
KAMU SEDANG MEMBACA
SPRING
Fanfictionwhen love is not about who are you and where are you from. it's a love story between Zayn Malik the heirs of Broadway Company and Spring Foster an ordinary girl.