(POV: ZAYN)
"Cepat!! Mereka akan terus mengejar kita, Zayn!!!" Spring terus menerus menarik lenganku sambil masih berlari.
Aku tertawa kecil dan menarik tangannya agar berhenti. Spring menoleh. "A..ada apa?"
Aku menggenggam lengannya dan memajukan wajahku ke arahnya. "Tidak usah berlari seperti itu. Tenang saja."
Spring memutar bola matanya. "Bagaimana aku bisa tenang? Mereka kan sedang mengejar kita. Bagaimana kalau kita sampai terkejar dan nyawa kita sedang dalam bahaya? Bagaimana kalau kau nanti terluka dan dikepung oleh gangster gangster yang-"
Aku memotong perkataan Spring dengan membekap mulutnya. "Pa-ra-no-id. Mereka tidak akan bisa mengejar kita."
Spring menatapku ragu. "Darimana kau tahu kalau mereka tidak bisa mengejar kita? Bukannya tadi kau bilang kalau kita akan lari setelah kau menghitung?"
Aku terkekeh. "Lihat saja mereka. Aku sudah sering berlari. Jadi aku tahu bagaimana kecepatan berlari mereka. Aku tidak bilang seperti itu. Tadi aku mau bilang, setelah aku selesai menghitung 1,2,3 maka aku akan melepaskan cekalanku dan kau harus segera berdiri di belakangku. Tapi kau malah mengajakku berlari."
Spring menoleh ke arah dua orang gendut yang berusaha mengejar aku dan Spring. Kemudian Spring tertawa kecil. "Kau benar juga. Ya itu kan soalnya tadi aku sangat ketakutan."
Aku tersenyum miring. "Lihat saja. Mereka bahkan sudah kelelahan."
Spring berjalan mundur perlahan lahan sambil masih mengawasi mereka. "Seharusnya tadi aku tidak berbohong."
Aku mengerutkan dahiku. "Berbohong tentang apa?"
Spring menghela nafas. "Kan tadi aku mengaku kalau aku adiknya Stella. Kukira jika aku bilang begitu, maka dia akan memberitahu aku dimana Stella. Tapi aku tidak mengira kalau dia justru melakukan penyerangan kepadaku."
Aku mendecak kesal. "Kau memang bodoh. Bagaimana bisa kau bilang seperti itu kepadanya? Kau tidak akan mendapatkan keuntungan dengan mengaku kalau kau adiknya Stella. Kau hanya akan mendapatkan kesialan. Orang orang California bukan tipe orang yang ramah dan suka membantu. Jadi lebih baik kau hati hati. Banyak orang jahat berkeliaran."
Spring mengangguk ngangguk. "Apa kau juga termasuk orang jahat?"
Aku mengedikkan bahu. "Bagaimana menurutmu? Apa aku terlihat seperti seorang penjahat?"
Spring mengerutkan sudut bibirnya. "Wajahmu tidak. Tapi tatomu iya."
Aku tertawa meledek. "Kau kelihatannya anti sekali dengan laki laki bertato. Itu trend di New York maupun California. Kau bisa menemukan ribuan atau bahkan jutaan orang bertato. Itu adalah hal yang sangat biasa."
Spring hanya tersenyum kecil. "Aku hanya selalu merasa kalau orang yang bertato itu punya aura yang tidak baik. Seperti di film film, orang bertato kebanyakan adalah seorang mafia."
Aku merasakan ponselku berbunyi. Aku segera mengeceknya. "Tunggu sebentar. Aku ada telfon."
Spring mengangguk. Aku menatap layar ponselku dan melihat nama Rachel tertera di sana. Ck. Apalagi yang diinginkannya? Apa dia belum kembali ke New York? Aku menghela nafas panjang lalu mereject panggilannya. Aku memasukkan ponselku lagi ke dalam saku celanaku.
Spring menatapku ingin tahu. "Kenapa kau tidak menjawabnya? Memangnya siapa yang menelfon?"
"Tidak ada. Ini hanya telfon dari pemesan narkoba. Dia mau bertanya apa aku punya narkoba organik atau tidak." jawabku berbohong.
Spring menaikkan kedua alisnya. "Kalau itu pemesan narkoba, kenapa tidak kau jawab? Kan itu-"
"Sudahlah. Itu tidak penting. Aku akan menghubunginya besok. Ayo pergi. Kurasa kita harus benar benar lari sekarang." aku menarik lengan Spring dan mengajaknya berlari karena kedua pria gendut tadi semakin mendekat.
Spring mengangguk dan segera mengikutiku berlari.
**************************
(POV: RACHEL)
Masih dengan berbalut handuk mandi aku menghubungi Zayn, tapi tetap tidak ada jawaban. Damn. Aku sudah menelfonnya lebih dari 10 kali. Aku juga mengirim pesan, bbm, whatsapp, dan voice note. Tapi apa yang kudapatkan? Jawaban satu katapun tidak ada. Aku mendengus kesal dan melemparkan ponselku ke atas meja. Aku tahu dia tidak pernah menyukaiku. Aku mengerti kalau ini hanya pertunangan paksa. Tapi tetap saja. Zayn Malik adalah tunanganku, dan Rachel Rodriguez adalah tunangannya. Aku merasa kesal dengannya. Dia selalu menganggapku seakan akan aku tidak ada. Padahal sudah jelas kalau dia akan tetap jadi tunanganku atau bahkan dia akan jadi suamiku. Aku tersenyum miring ketika mendnegar ponselku berbunyi. AKu segera menyambar ponselku dan membukanya. Aku mengumpat karena buka Zayn seperti yang kuharapkan. Tapi mom.
Aku segera mengangkatnya. "Ya, halo?"
"Halo Rachel sayang, bagaimana? Apa kau sudah bersama dengan Zayn?"
"Bagaimana aku bisa bersama dengannya? Dia sedang sekolah."
"Oh benar. Aku lupa kalau dia seorang pelajar di California. Tapi kau sudah ada di rumahnya kan?"
Aku menatap kosong ke depan. Berbohong solusi yang terbaik. "Sudah. Tadi pagi dia menjemputku."
Mom terdengar senang di seberang sana. "Bagus kalau begitu. Oh ya, apa katanya?"
Aku menaikkan sebelah alisku. "Tentang apa?"
"Tentang pernikahanku. Pernikahanku dengan ayahnya Harry. Apa kau belum memberitahunya?"
Aku memutar bola mataku. "Memangnya apa yang harus dibanggakan dari hal itu?"
"Tapi tetap saja kau harus memberitahunya. Zayn adalah tunanganmu. Dia sudah menjadi bagian dari keluargaku juga. Jadi dia harus tahu tentang hal ini. Lagipula kau bilang kan kalau Harry dan Zayn adalah teman baik."
"Mereka tidak berteman lagi. Zayn juga tidak akan mau peduli soal pernikahanmu itu. Kututup. Aku masih ada banyak urusan."
"Okay. Kuhubungi lagi nanti. Hati hati di sana, Rachel."
"Ya." aku segera mengakhiri panggilannya dan meletakkan ponselku di atas meja.
a/n: yeaayy akhirnya setelah sekian lama, gue bikin pov nya Rachel(?) pic of Selena Gomez as Rachel Rodriguez on mulmed! don't forget to vomments guys xx
KAMU SEDANG MEMBACA
SPRING
Fanfictionwhen love is not about who are you and where are you from. it's a love story between Zayn Malik the heirs of Broadway Company and Spring Foster an ordinary girl.