NH. 32

1K 104 4
                                    


*****

Happy reading guys

*****

Dua orang insan dewasa kini masih berada di area pemakaman  salah satu pemakaman elit yang ada di Jakarta. San heaven. Penguburan dari kedua teman mereka yaitu kaila dan jeno baru saja selesai.

Jemi terduduk didepan nisan jeno, ia masih belum bisa mencerna semua yang terjadi. Bukannya ia melawan takdir tuhan, hanya saja.. kenapa semua begitu sangat cepat kedua orang itu pergi.

"Jen, harusnya Lo gak ingkar janji sama gue! Lo harusnya balik dan ambil semua titipan yang udah Lo kasih ke gue!" Ucap Jemi dengan linangan air mata. Ia meraup wajahnya, teringat jika mereka berdua pernah menjadi sahabat baik saat masih menduduki bangku SMA.

"Lo juga kai! Setidaknya lo harus Nebus dosa-dosa yang udah Lo perbuat ke istri gue, bukan gini caranya kai..!" Jemi memarahi nisan kaila, wanita yang pernah ada didalam hatinya itu pergi begitu saja tanpa pamit dan justru malah meninggalkan luka di hati jemi.

Geby hanya tertunduk dibelakang suaminya, ia tak mampu lagi membendung air matanya. Ia dengarkan saja saat suaminya itu marah-marah. Bukan marah karena benci, tapi Jemi marah karena ia sendiri belum mau menghadapi takdir jika kedua orang itu sudah pergi. Jemi sudah menganggap mereka sebagai rekan dan saudara baik.

Jemi menoleh kebelakang, menatap istrinya yang masih tertunduk sambil menangis tertahan. Ia bisa merasakan bagaimana rasanya hati geby sekarang, "sayang..." Panggilnya lembut dengan menyentuh bahu ringkih itu.

Geby mendongak dengan susah payah, wajahnya amat sangat merah sekarang, "kamu baik-baik aja?" Jemi mencoba menenangkan istrinya.

Geby menggeleng, "geby masih belum percaya, mas jem.." ungkapnya kepada Jemi.

Pemakaman itu sudah mulai sepi, hanya menyisakan mereka berdua saja disana. Pak Anang datang ke arah mereka untuk menawari pulang, karena tadi mereka berangkat ke pemakaman diantar oleh pak anang, kedua ibu mereka juga ikut dan sedang menunggu didalam mobil.

"Bawa mama sama ibu pulang duluan saja pak, kita nanti nyusul." Jawab Jemi dengan sopan dan mendapatkan pengertian dari pak Anang.

"Baik tuan."

*****

Karena hari yang semakin gelap, akhirnya mereka memutuskan untuk pulang. Mereka harus mulai sadar dan kembali memikirkan nasib dari anak kaila dan jenovan. Morgan hari ini masih tinggal dirumah mereka bersama susternya. Jemi tidak mengizinkan Morgan untuk dibawa kemana-mana, hanya boleh di rumah mereka.

"Mas Jemi, kenapa gak cari taxi aja? Rumah kita masih jauh loh.." ucap geby dengan menggandeng erat lengan suaminya. Mereka kini berjalan kaki saat pulang dari pemakaman menuju rumah.

Jemi terkekeh kecil, "udah lama kita gak jalan berdua kaya gini, sayang." Ucapnya menjawab pertanyaan geby.

Geby ikut tersenyum, "mas Jemi kangen?"

"Haha.." , "setiap hari aku kangen sama kamu." Balasnya bercanda, tapi sebenarnya itu memang suara hatinya. Sedari dulu ia sangat senang berada didekat geby, apalagi sekarang. Rasanya tidak bisa jika tidak melihat istrinya itu barang sebentar.

Kaki mereka melangkah beriringan, menerabas jalanan yang sangat ramai kota besar itu. Sekarang mereka berada dikawasan taman kota yang ada disana. Biarpun sama-sama sedang bersedih, tapi mereka harus kuat dan mulai mencari suasana baru yang bisa membantu mereka untuk berfikir. Ada hal yang harus mereka selesaikan setelah ini, jadi adakalanya butuh waktu untuk me refresh otak supaya bisa diajak kompromi.

Noble Hearted ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang