07 - Ngedate (?)

7.5K 712 1
                                    

Happy Reading!

♡▪︎♡▪︎♡

Waktu sudah menunjukkan pukul empat sore, langit sudah terlihat sangat mendung. Cleo berjalan lesu keluar gerbang SMA Lentera seraya mengenggam erat ranselnya.

"Ck, dasar Pak Rosi sialan, harusnya sekarang gue udah rebahan di rumah," gerutu Cleo kesal.

Dia ditahan agar tidak pulang hanya untuk remedial ulangan harian dari mata pelajaran sejarah, menyebalkan bukan?

"Seandainya otak gue bisa lebih pintar," keluhnya lagi.

Cleo duduk di halte seberang sekolahnya, dia yakin mencari bus kota saat jam seperti ini mungkin akan sedikit susah, ditambah nantinya dia harus berjalan dari halte menuju rumahnya.

Ponsel yang ia genggam sudah kehabisan baterai. "Sial banget gue hari ini, coba aja kalau ponsel gue hidup, pasti gue udah minta jemput Jendra," meskipun menyebalkan, Jendra adalah jalan terakhir Cleo untuk dimintai tolong karena lelaki itu selalu menolong Cleo disaat dia butuh.

Tak lama sebuah motor sport hitam berhenti di depannya, membuat pandangan Cleo langsung mengarah ke sumber suara.

"Ngapain lo jam segini masih belum pulang?" suara itu, familiar ditelinga Cleo.

"Hm, Kak Airlangga?" beo Cleo. Dan Airlangga langsung membuka helm full facenya, menyugar rambutnya yang sedikit berantakan membuat Cleo melongo kagum.

Memang benar-benar blasteran indo-surga.

"Udah sore, nggak ada bus kota lewat," celetuknya. "Iya, gue tau," jawab Cleo sedikit ketus, agaknya dia masih marah mengenai revisian proposal yang ternyata tidak dibutuhkan Airlangga hari ini.

"Bareng gue."

Cleo terkejut mendengar tawaran Airlangga. Sedangkan lelaki itu menatap Cleo tanpa dosa, nggak tahu apa jantung Cleo serasa mau lompat dari tempatnya?

"Nggak usah," tolak Cleo halus.

"Yakin?"

Cleo mengangguk. "Iya kak, duluan aja, gue nunggu angkutan umum yang lain aja."

Airlangga menyeringai. "Yakin berani di sini sendiri? Mendung dan udah sore, lo lihat di sana," pandangan Cleo mengikuti telunjuk Airlangga yang mengarah pada beberapa preman yang sedang bermain kartu tak jauh dari mereka.

"Gue denger di sini banyak kasus kejahatan, apalagi korbannya perempuan," bisik Airlangga. Cleo agak merinding mendengarnya. Benar saja, suasana sore itu memang sedikit mencekam, tidak ada matahari dan benar-benar sepi.

"Nggak mau pulang bareng gue?" tawar Airlangga sekali lagi. Cleo menggeleng ragu, tentu saja ego masih menyelimuti dirinya.

"Oke, gue duluan," Airlangga bersiap menyalakan kembali motornya. Cleo kembali melirik ke arah preman-preman yang ternyata juga sudah melirik padanya sambil tersenyum.

"Kak, tunggu. Gue ikut," persetan dengan gengsinya. Cleo akhirnya mengalah, dia menerima tawaran Airlangga untuk mengantarkannya pulang.

Airlangga tersenyum dibalik helm full facenya. "Naik," perintahnya. Cleo agak susah menaiki motor besar milik Airlangga, hingga ia harus berpegangan pada pundak lelaki itu.

"Udah Kak," ucap Cleo sedikit kikuk, merutuki sikapnya karena telah lancang berpegangan pada Airlangga.

"Pegangan," ujar Airlangga lalu melajukan motornya dengan kecepatan normal.

Tidak ada obrolan di sepanjang perjalanan, hanya ada pertanyaan dari Airlangga tentang alamat rumah Cleo, dan selebihnya hanya terisi oleh suara deru kendaraan di sekitar mereka.

AIRLANGGA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang