43 - Chance to be Happy

4.4K 450 7
                                    

Happy Reading!

♡•♡•♡

Cleo duduk di kursi koridor dengan wajah yang cukup pucat. Berkali-kali Inti Calzelions merayu gadis itu untuk makan, namun tak ia indahkan sama sekali.

Reynold pun sama, dia terus berkoordinasi dengan Dokter Renan tentang kondisi Airlangga.

Dan, hingga saat yang mereka nantikan tiba. Airlangga sudah siuman.

Hanya dua orang yang diperbolehkan untuk masuk menemui cowok itu. Reynold pun mengajak Cleo serta untuk masuk ke ruang inap milik Airlangga.

"Sana Cle, lo temuin Airlangga gih. Dia pasti seneng lihat lo ada di sini," suruh Bara. Mendorong pelan punggung gadis itu agar lekas masuk ke ruangan Airlangga.

Cleo mengangguk pelan, mengikuti langkah Reynold yang lebih dulu masuk.

Sementara di luar sana, Bara menghela nafas berat. Cowok itu terus memandang punggung Cleo yang mulai menjauh. Sampai tepukan di bahunya membuatnya tersadar.

"Sesulit itu ya hapus perasaan lo buat Cleo?" tanya Erlan lirih. Agar yang lain tidak mendengarnya.

Bara hanya mengangguk kecil. Bohong jika cowok itu sudah menghapus perasaan itu. Meskipun kenyataannya hubungan antara Airlangga dan Cleo masih bisa diperbaiki, Bara masih berharap dia memiliki celah untuk memenangkan hati Cleo.

Tapi Bara sadar, hal itu sangatlah mustahil sekarang.

"Jangan jatuh, Bar. Gue tahu apa yang lo rasain," nasihat Erlan, menepuk bahu Bara sebanyak dua kali lalu beralih duduk di antara teman-temannya.

"Apapun yang terjadi, Airlangga tetap pemenangnya ya, Cle?"

"Gue nggak mau persahabatan ini hancur, tapi gue juga nggak munafik kalau rasa itu belum sepenuhnya hilang."

••♡《》♡••

Airlangga mengerjabkan matanya pelan usai mendengar suara decit pintu yang terbuka. Meskipun nyeri hebat di sekujur badannya ia rasakan, namun rasa sakit itu perlahan menghilang karena melihat sosok Cleo di ambang pintu.

Gadis yang sama, yang menolongnya saat kecelakaan tadi.

Memaksakan senyum, Airlangga tak mengalihkan pandangannya sedikitpun pada Cleo yang diam mematung.

Rasanya ini seperti mimpi, gadis itu menemuinya lagi. Dan, bersama Reynold? Dia tak percaya hal ini bisa terjadi.

"Kamu masih pusing Nak? Mau Papa ambilin minum?" tawar Reynold mengambil tempat duduk di samping brangkar Airlangga.

Airlangga hanya merespon dengan gelengan kecil. Sadar bahwa tatapan sang putra hanya mengarah pada Cleo, Reynold pun meminta gadis itu untuk mendekat.

"Kak Langga? Gimana keadaan kamu?" tanya Cleo lembut. Nyaris tak terdengar karena menahan tangis agar tak kembali pecah.

"Aku baik, baik banget," jawab Airlangga sambil tersenyum. Tak mempedulikan kehadiran Reynold di sana.

Tangan pria itu bergerak untuk merapikan rambut sang putra. Hati Airlangga berdesir, sudah lama ia tak merasakan kasih sayang sang Ayah seperti ini.

"Maafkan Papamu ini Nak," ucap Reynold lemah.

Airlangga memalingkan wajahnya, tak sanggup melihat Reynold yang nampak kacau.

"Maaf sudah menghalangi kebahagiaan kamu. Maaf terlalu menuntut kamu menjadi anak yang sempurna. Papa sadar, selama ini Papa memperlakukan Naomi dengan tidak baik. Dan Papa terlalu mengekang kamu. Apa Papa boleh mendapat kesempatan kedua, Cavero?" Reynold bertanya dengan penuh harap. Bahkan memanggil sang putra dengan nama tengahnya.

Airlangga menatap Cleo, seolah meminta pendapatnya di sana. Dan yang dapat Cleo lakukan hanyalah mengangguk kecil.

"Langga maafin Papa. Langga nggak pernah benci Papa," balas cowok itu terdengar lirih.

Reynold tersenyum haru, pria itu lantas mendekap tubuh sang putra yang masih berbaring lemah di ranjang rumah sakit.

"Dan Papa pikir, Papa juga tidak boleh menghalangi kamu untuk bersama Cleo. Tapi sebelum itu Papa boleh minta sesuatu?" tanya Reynold.

"Menangkan satu olimpiade di Jerman untuk Papa. Lantas setelah itu, Papa akan membiarkan kamu menggapai impian sebagai seorang pilot. Dan, Papa tidak akan mencampuri urusanmu dengan Cleo lagi," pintanya pada sang putra.

Airlangga tersenyum miris. Sebab disaat dirinya sekarat seperti ini, Reynold tetap memintanya untuk memenangkan sebuah olimpiade? Apa pria itu benar-benar tidak waras?

Lantas, bisakah Airlangga mengatakan bahwa Reynold sudah berubah menjadi seorang Ayah yang baik sekarang?

"Airlangga akan melakukan apapun untuk Papa. Tapi, Airlangga mau minta waktu berdua sama Cleo sekarang," sahut Airlangga.

Reynold hanya bisa menuruti permintaanya. Sebelum pergi, dia sempat mengusap rambut sang putra.

Kini di ruangan yang serba putih itu, hanya tersisa Airlangga dan Cleo yang sama-sama bungkam. Enggan berbicara ataupun sekedar menyapa, sebab mereka masih memanfaatkan waktu hanya untuk saling menatap.

"Cleo, boleh gue peluk lo?" tanya Airlangga ragu. Menelan saliva kasar saat meminta hal itu pada gadis yang pernah menjadi kekasihnya. Walau sampai sekarang, hubungan mereka juga masih abu-abu.

Tanpa menjawab pertanyaan sang lelaki, gadis itu merendahkan tubuhnya. Memeluk Airlangga yang kini menumpahkan tangisnya di ceruk leher milik Cleo.

"Kak, kamu bahkan belum sembuh. Kenapa kamu bilang kalau mau bakal menuruti permintaan Om Reynold?" ucap Cleo yang akhirnya bertanya, setelah sedari tadi menyimpan sesak di dada saat mendengar permintaan Reynold yang terkesan tak masuk akal.

"Gue bakal lakuin apapun. Asalkan gue bisa dapetin lo, ataupun seragam pilot gue Cle," balas Airlangga dengan lirih. Suaranya teredam di ceruk leher gadis strawberry-nya itu.

"Tapi kamu masih sakit. Kamu bahkan nggak sadar sampai malam kaya gini. Jangan lakuin itu Kak, inget sama kesehatan kamu," peringat Cleo.

Airlangga tetap kekeuh. Jika itu satu-satunya jalan untuk bisa mendapatkan Cleo ataupun cita-citanya. Maka Airlangga akan membawa pulang medali emas untuk sang Papa.

"Keputusan gue udah bulat. Cuma beberapa hari Cle, setelah itu gue akan kembali, dan kita mulai semuanya dari awal. Cuma kita, nggak ada Flora ataupun orang lain," tekannya sedikit keras. Seolah keputusannya tidak bisa diganggu gugat.

"Dan terimakasih, soal donor darah itu. Lo udah nyelametin nyawa gue Cle," sambung cowok itu sambil melepas peluknya.

Cleo hanya mampu tersenyum tipis, mengusap air mata Airlangga yang masih berada di pipi cowok itu.

"Kita, bisa kaya dulu lagi kan Cle? Lo nggak akan putusin gue kan? Lo cuma harus nunggu di rumah, dan tunggu gue pulang buat bawa medali emas," ucapnya dengan senang. Seolah tak sabar menantikan hari dimana dia bisa memeluk Cleo tanpa takut akan ancaman pada gadisnya.

Dia bebas mencintai semestanya, dia bebas seperti sang burung besi yang dengan gagahnya melintasi sang awan.

Biarlah cerita itu ia akan simpan nanti. Yang terpenting sekarang, bagaimana cara agar bisa sembuh dan berangkat ke Jerman secepatnya.

"Tapi kamu harus janji, kamu nggak boleh capek. Kamu harus pulang dan peluk aku lagi, lihat keadaan kamu yang kaya gini rasanya aku udah nggak sanggup kak. Kamu.. hiks..bikin aku takut," isak Cleo lagi. Dan yang bisa Airlangga lakukan hanyalah menepuk-nepuk kepalanya.

Airlangga sendiri belum bisa banyak bergerak. Sebab itu dia tak bisa memeluk gadisnya terlebih dulu.

"Tunggu sebentar lagi, Cleo. Gue akan kembali, dan membawa medali emas itu buat lo."

-Batas Fiksi-

Komen votenya besti!

AIRLANGGA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang