"Harus disesuaikan dengan sketsa ya, Pak. Saya nggak mau di protes klien cuma karna hasilnya kurang maksimal. Walaupun bukan proyek besar, kepuasan klien tetap harus diutamakan."
"Iya Pak Mario, saya paham. Tapi rasanya agak beresiko kalau—"
"Pak Niko, bukan setahun dua tahun saya berkecimpung di bidang ini. Setiap sketsa yang saya rilis pasti sudah melalui berbagai perhitungan dan pertimbangan. Tidak mungkin saya berikan ke klien begitu saja tanpa kroscek lebih dulu. Saya masih cukup sadar untuk tidak menghancurkan reputasi saya sendiri."
"Maaf Pak Mario. Saya hanya menyuarakan pendapat para pekerja."
"Solusinya cuma satu. Cari pekerja yang lebih berkompeten. Proyek ini harus selesai dalam 4 bulan. Sekali lagi, saya tidak mau di protes klien."
"Baik, Pak."
Gerah banget. Mario pengen ngadem tapi mobilnya di parkir agak jauh dari tempat proyek. Dia ngelepasin savety helmetnya trus dijadiin kipas dadakan. Padahal nggak ngaruh tapi tetep aja di pake buat ngipasin palanya yang panas.
Dia ngerasa kesel gara-gara adu bacot sama rekan kerjanya. Kejadian kayak gini tuh emang udah biasa, nggak bisa dihindarin juga. Pokonya Mario udah hapal banget sama tingkah-tingkah kuli nakal.
Hape Mario tiba-tiba bunyi pas dia baru aja nyanderin punggungnya di pohon beringin. Panas-panas gini enaknya duduk di bawah pohon sambil minum es dawet ya kan?
"Halo, Mi?"
"Kamu kapan pulang?" Irene menyahut riang di seberang sana.
"Bentar lagi."
"Ke butik Tante Anna sekarang bisa, nggak?"
"Ngapain?"
Mario bingung dong, biasanya Mami Irene nggak pernah minta di jemput kalo pergi main ke butik Tante Anna. Paling dia pulang sendiri naik taksi.
"Fitting baju, Rio. Ya Tuhan, gitu doang nanya?"
Lah? Setau Mario, dia nggak ada jadwal fitting baju dalam waktu dekat. Tapi kok?
"Fitting baju buat apa, Mi?" Tanyanya.
"Allahu Akbar, nih anak masih 30 puluh tahun tapi udah pikun! Fitting baju penganten, Mario! Baju penganten!"
"Mi, Rio nggak lupa. Tapi nikahannya masih 2 bulan lagi loh, Mi."
"Heh Diego! Kamu kira 2 bulan itu lama apa?!"
"Ck. Kok Mami jadi ikut-ikutan Chania sih?"
Padahal nama Diego asal-muasalnya dari candaan Johannes. Sama Chania-nya malah keterusan manggil Diego ke Mario. Mana Mami Irene juga ikut-ikutan.
"Jangan bahas yang lain dulu! Mami udah telpon Chania. Sekarang kamu pergi jemput Chania trus bawa dia ke butik Tante Anna. Buruan Mario! Chania bisa ngambek kalo kamu jemputnya lama."
Pusing banget ngadepin satu-satunya betina di keluarga Lee ini. Nggak ada puas-puasnya buat Mario ngebatin. Astaga. Mario boleh tukar tambah nyokap nggak, sih?
Eh, nggak boleh, nggak boleh, Mario nggak mau jadi anak durhaka, okay?
"Ya udah, iya." Pasrah Mario kemudian.
Sambungan telepon di putus secara sepihak. Pelakunya Mami Irene tentu aja. Mario mana berani kayak gitu? Bisa di rujak abis-abisan dia.
"Pak Mario, ayo makan siang dulu."
Mandor yang tadi sempat bersitegang sama Mario muncul lagi. Sekedar nawarin makan siang bareng. Mario tuh orangnya profesional banget. Kerja ya kerja, di luar itu tetep negur kayak biasanya. Makanya orang-orang pada seneng kerjasama sama dia.

KAMU SEDANG MEMBACA
Oh My Wife (END)
FanfictionArranged marriage; stranger to lover :)) CW! • Markhyuck face claim • Genderswitch • Love story • Fluffy, comedy, friendship, family • Harsh words • 18+