34

2.5K 272 35
                                    

"Abang mana?"

Jerome sama Jeremy kompak gelengin kepala. Keluarga Lee lagi ngumpul di meja makan untuk melangsungkan sarapan.

Semalam Mario pulang ke rumah orangtuanya, makanya Mami Irene nanya di mana keberadaan putra sulungnya itu.

"Udah balik mungkin." Sahut Papi.

"Nggak mungkin, Pi. Mobilnya aja masih di depan."

Papi Thomas mengedikkan bahu. Antara nggak tau atau emang nggak peduli. Masih kebawa emosi semalam dia tuh.

"Jeri, coba liat ke kamarnya bentar."

"Mami nggak liat Jeri lagi makan?" Protes Jeremy.

"Kamu ya? Emang nggak bisa dimintain tolong."

"Bukan nggak bisa, Mi. Tapi liat sikon juga doang."

Tau tuh si Mami. Jeri mulu yang kena. Padahal masih ada Jerome yang udah selesai makan trus lagi scroll-scroll hape.

Anak emas emang beda.

Karna nggak mau buang-buang tenaga sekedar berdebat sama Jeremy, akhirnya Mami Irene menunda sarapannya trus jalan menuju kamar Mario. Perasaan dia nggak enak dari tadi. Takut Mario kenapa-kenapa.

Insting seorang Ibu tuh nggak ada yang bisa ngalahin. Kalo Ibu udah ngerasa nggak enak, kemungkinan hal-hal buruk pasti sedang atau udah terjadi sama anaknya.

Tok tok

"Rio?"

Irene nempelin telinganya ke badan pintu. Sunyi. Kayak nggak ada tanda-tanda kehidupan.

Mario nggak khilaf, kan? Duh, jangan sampe ada peristiwa semacam bundir. Amit-amit.

"Rio? Nak?"

Masih belom ada sahutan.

"Tidur apa pingsan sih?"

Setau Mami putra sulungnya nggak begitu sulit pas dibangunin. Setau Mami lho ya. Mami nggak tau aja gimana kebonya Mario setelah nikah.

"Rio! Buka nggak?! Jangan bikin Mami khawatir!" Teriak Mami.

Udah di tahan-tahan dari tadi, tapi tetep aja keluar tuh kobam. Kepalan tangan Mami menghantam pintu kamar Mario berkali-kali.

Pantang mundur sebelum Mario nongol.

Suara grasak-grusuk terdengar samar dari dalam sana. Nggak lama setelahnya pintu segera terbuka dan Mario pun muncul dengan wajah bonyoknya.

"Apa sih Mi." Geram Mario.

Beneran baru bangun tidur rupanya. Pasti kepalanya pusing. Mana suaranya kedengaran serak. Kentara banget kalo dia nangis semalaman.

"Nggak ngantor?" Tanya Mami.

Yang ditanyain cuma gelengin kepala. Masih ngantuk dia.

"Kenapa? Mami kira kerjaan kamu lagi numpuk?"

"Rio lagi nggak enak badan, Mi."

"Astaga, Rio. Kenapa nggak bilang-bilang sih?"

Mami Irene menerobos masuk ke kamar Mario, trus nuntun Mario balik ke tempat tidur.

Badan Mario panas banget. Sangking panasnya, nyeplok telor di dada lelaki itu bisa mateng deh kayaknya.

Lebay.

"Abang jangan gini dong, nggak kasian sama Mami? Kalau ada apa-apa tuh diomongin, jangan di pendam sendiri."

Nggak tau lagi gimana hancurnya hati Mario. Abis buat nangis istrinya, sekarang malah Mami-nya.

Oh My Wife (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang