30

2.8K 283 32
                                    

Minggu pagi di kediaman Mario sama Chania terpantau sunyi. Chania-nya udah bangun dari tadi, lagi asik ngonser di dapur. Nggak tau kalo Mario. Mungkin masih molor?

Chania bergerak cekatan. Ngeluarin bahan-bahan makanan dari dalam kulkas buat di olah jadi sarapan.

Hari minggu Mpok Nori libur, jadi semua pekerjaaan rumah hari ini kudu dikerjain sama Chania sendiri.

Tadi sebelum menyibukkan diri di dapur, Chania lebih dulu kasih makan tanamannya. Nyiram pake air sama di kasih pupuk.

Ngarepin Mario sih susah, tuh laki cuma tau nyari duit doang, yang lain mah ampas.

"Nia."

Mario muncul dengan tampilan yang udah rapi. Chania bingung dong? Bukannya semalam Mario bilang nggak ada kerjaan yang harus diselesain hari ini?

Bahkan Mario udah janji mau nemenin Chania nyalon. Trus ini apa?

"Mau ke mana." Tanya Chania.

Lempeng banget cara nanyanya. Nggak ada intonasi, seakan Chania nggak tertarik untuk dengar penjelasan Mario.

"Pak Rudy barusan nelpon. Ngajak main golf."

Chania ngangguk-ngangguk doang. Liat Mario aja enggak.

"Kamu nggak mau ngomong sesuatu?"

Kening Chania mengernyit bingung. Ngomong apaan? Aneh-aneh aja si Omar.

"Maksudnya?" Balas Chania. Dia setia berdiri membelakangi Mario.

Terdengar helaan napas dari yang lebih tua. Sejak 2 minggu lalu Mario udah notice perubahan sikap Chania.

Chania yang biasanya ngerecokin Mario berubah 180 derajat. Perempuan itu lebih banyak diam ketimbang angkat suara.

Nggak tau apa yang buat Chania jadi apatis. Keluar rumah juga sesukanya, nggak minta izin dulu sama Mario. Sebagai seorang suami jelas aja Mario merasa nggak dihargai.

"Kalau aku ada salah bilang aja. Aku nggak punya kemampuan membaca pikiran orang, Nia."

Masih pagi udah ribut aja, sarapan dulu kek.

"Katanya tunggu sampe proyek kamu selesai baru boleh marah-marah." Chania masih berdiri membelakangi Mario.

"Kalo bisa diomongin baik-baik kenapa harus marah-marah?"

Chania pengen marah-marah kenapa rupanya? Kurang suka? Kurang senang? Sial.

"Apaan sih? Nggak jelas."

"Nia."

"Ngapain masih di sini? Sana pergi, ntar telat."

"Sarapan aku?"

"Nggak ada. Aku cuma masak satu porsi."

Chania sama sekali nggak bermaksud nelantarin suaminya, tapi, 3 hari lalu Chania di buat sakit hati sama Mario, gara-gara nasi goreng yang dia masak dilepehin.

Udah dilepehin, Mario langsung pergi gitu aja. Nggak ada rasa bersalahnya. Chania sampe nangis sesenggukan waktu itu.

"Terus aku makan apa." Wajah melas Mario minta di tabok banget.

"Mana aku tau. Biasanya juga sarapan di luar."

Chania nyeletuk sambil ngambil piring di dalam lemari kabinet, trus mindahin nasi gorengnya yang udah mateng, trus bubuhin sedikit bon cabe diatasnya. Dia jalan enteng menuju meja makan tanpa peduli wajah kecut Mario.

"Biasanya gimana? Perasaan baru akhir-akhir ini aku jarang sarapan di rumah." Bantah Mario.

"Terserah sih."

Oh My Wife (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang