Dua minggu berlalu setelah pindah ke rumah yang baru dan mulai beradaptasi dengan hidup yang baru bersama Mas Mahesa sebagai pasangan sehidup semati, kita mulai bikin perjanjian. Sementara ini tugas rumah dibagi dua, Mas Mahesa nyapu ngepel ruang tamu, dapur, teras ama kamar tidur, gue bersihin kamar mandi ama toilet, buang sampah dan cuci baju sekalian lipet baju.
Jujur aja awalnya berat banget, gue yang biasa hidup dengan fasilitas asisten rumah tangga mendadak harus ngelakuin semua hal sendiri. Awalnya gue sempet ngerasa uring-uringan, tapi Mas Mahesa pelan-pelan ngajarin gue, setelah gue lakuin sendiri dan tiap kali abis ngelakuin itu suami juga memuji gue, selang minggu depan gue mulai terbiasa. Kita berdua sama-sama kerja jadi beban capeknya juga sama, nggak perlu merasa harus nggak adil atau merasa karena omega atau alpha nggak pantes buat saling meringankan beban pekerjaan rumah tangga.
Selain kehidupan rumah tangga, kehidupan bersosial juga berubah. Gue ama Mas Mahesa mulai bisa berbaur ama tetangga di kompleks, bahkan penjual sayur keliling sekarang juga hapal ama suami gue, banyak omega ibu-ibu tetangga yang kagum ama Mas Mahesa, meski alpha tapi nggak berpangku tangan, di sisi lain gue juga dikenal ama tetangga sebagai omega karir, jarang banget omega yang kerja di posisi pimpinan macem gue dan alhasil gue ama suami dikenal sebagai pasangan suami-suami unik yang mana alpha-nya lebih family oriented dibanding omega-nya.
"Emangnya kenapa kalo aku nggak family oriented?!" seru gue kesel ngunyah permen gummy bears.
Hanin yang lagi duduk di depan gue pun kaget dan natap ke gue bingung.
"Ka-Kak Ihan, kenapa??" tanya Hanin bingung.
Gue pun cuma ngehela napas dan balik nyemilin permen gumi sambil meluk boneka ikan hiu punya gue.
"Kamu masih kepikiran, Dek Ay?" tanya Mas Mahesa.
"Kak Ihan kepikiran apa, Kak Hesa?" tanya Hanin waktu Mas Mahesa nyamperin meja makan dan naruh panci sedang isi kuah bakso di atas meja.
"Tuh kemarin Bu Indah bilang ke aku waktu Ihan pamitan ke kantor, dia bilang kok aku ngebolehin Ihan kerja, kan biasanya alpha yang kerja omega ngurus rumah ngurus keluarga, ini istri aku yang paling gemoy kok nggak gitu," jawab Mas Mahesa terus duduk di sebelah gue.
"Dih Bu Indah julid aja! Kak Ihan nggak perlu dengerin, kan dia nggak tahu kalo Kak Ihan juga bantuin ngurus rumah!" Hanin nyeletuk, entah kenapa ikutan emosi juga.
"Ya, kan! Dia nggak tau aja aku juga ngurus rumah. Tapi kan emang kalo masak Mas Mahesa yang bertanggung jawab buat masak!" sahut gue, "Mas, besok-besok nggak usah belanja sayur di abang sayur itu, ntar dijulidin lagi aku..."
"Tenang aja, aku udah bilang ke Bu Indah kok, Dek."
"Bilang apaan?" tanya gue penasaran.
"Pada dasarnya alpha itu nggak pernah berburu, makanan disediakan oleh para omega, artinya Mas bisa masak makanan enak tiap hari itu jeripayah omega Mas untuk membuat hidup Mas lebih nyaman." Mas Mahesa senyum ke gue.
"Nah iya! Kan Ihan kerja keras banting tulang biar Mas bisa masak apa aja tanpa mikir harga!" gue menimpali.
"Hmm... kayaknya nggak gitu deh, ada yang keliru," Hanin ikutan komentar. "Tapi nggak papa lah asal Kak Ihan nggak overthinking lagi."
"Mas, Mas!" gue manggil Mas Mahesa sambil narik lengan kaosnya pelan.
"Hm?"
"Mas, berarti selama ini salah dong, Alpha kan yang paling tinggi, tapi setelah mereka nikah ama omega, kebanyakan omega-nya yang di rumah dimewahkan terus Alpha-nya yang kerja. Harusnya omega-nya yang kerja Alpha-nya di rumah, ya nggak?" tanya gue ke suami.
KAMU SEDANG MEMBACA
🌟 AND SO, MY SWEETEST ALPHA HUSBAND
General FictionSiapa bilang omega tidak boleh memilih Alpha-nya?! Sekarang ini sudah eranya emansipasi omega! Omega yang satu ini menolak dijodohkan dengan para alpha dari bibit bobot bebet terbaik. Memilih mencari alpha-nya dan jadi pawang sang alpha. Kehidupan r...