4. Kebenaran

279 14 0
                                    

   Meja lebar tersebut diisi oleh beberapa orang. Mereka semua terlihat sibuk dengan kertas yang berada di depan masing-masing.

   Satu yang mencolok. Diduga sebagai pemimpin, karena auranya yang begitu kentara. Perawakannya tampak tegas, rambut terpotong rapi dengan kacamata yang bertengger di atas hidung semakin menambah kesan kepemimpinannya.

   "Saya ada pertanyaan, Kak?" salah seorang anggota mengangkat tangan.

   "Silahkan," laki-laki berkacamata yang duduk paling depan memberikan izin.

   "Perwakilan kelas bisa lebih satu orang nggak Kak?"

   "Seperti yang udah tertulis di sana, kayanya udah jelas deh." Kali ini perempuan rambut sebahu yang menjawab. Nada bicaranya terdengar menyinis.

   "Nggak apa-apa, kalo mau tanya buat semakin jelasnya bisa kok."

   Bukan lagi laki-laki berkacamata yang menjawab.

   "Iya kan, Ray?"

   "Iya," Raygan si laki-laki berkacamata menjawab singkat.

   "Jangan terlalu keras, Rin." tegur Angga sebagai wakil pada sekretarisnya.

   "Ada pertanyaan lagi?" Raygan mengambil alih memberi pertanyaan.

   Raygan menatap keseluruhan dari balik kacamatanya. Semuanya memberikan fokus sepenuhnya pada Sang pemimpin.

   "Sudah jelas kak!"

   "Siap, tidak ada kak!"

   "Oke," Raygan menepuk tangannya sekali. "Rapat hari ini selesai, semuanya sudah kalian mengerti. Satu bulan ke depan, kegiatan ini sudah harus siap."

   "Jika ada yang masih ingin bertanya, silahkan melalui saya atau pada kak Angga dan Kak Rina. Mengerti?"

   "Siap, mengerti kak!" jawaban serentak bergema mengisi keheningan ruangan.

   Semua anggota dibubarkan, tersisa Rina, Angga dan Raygan di dalam ruangan.

   "Udah mau pulang, Ray?"

    Raygan menoleh memberikan perhatiannya pada Rina yang baru saja bertanya.

   "Belum, Rin." jawab Raygan sekenanya saja. Kembali fokus pada ponselnya.

   "Masih ada yang mau diurus?" Rina bertanya sembari berjalan mendekat pada Raygan.

   "Nggak ada kok, lo bisa pulang duluan."

    Angga diam saja menyimak percakapan mereka. Dirinya dianggap angin yang tak diajak dalam topik obrolan.

   "Gue mau nebeng sih, kalo boleh?" Rina tersenyum segan seakan tidak enak meminta pertolongan Raygan.

   "Lo kan nggak searah sama Raygan, Rin." celetuk Angga akhirnya membuka suara. Tasnya telah tersampir di bahu, sudah siap untuk pulang.

   "Raygan nggak masalah kok."

   Angga mengernyitkan bingung, kenapa malah Rina yang menjawab tidak masalah. Memangnya dia adalah isi hati Raygan.

   "Tapi gue masih lama di sini," Raygan menyahut menatap keduanya bergantian.

   "Pulang bareng gue aja," sambar Angga cepat. Memberi lirikan pada Raygan agar dimengerti.

   "Eh," Rina menoleh terkejut. "Nggak usah, Ngga."

   "Nggak papa, Rin. Searah juga kan kita, daripada Raygan harus muter lagi nanti. Sekalian aja," Angga memberikan alasan yang sangat logis dan paling masuk akal.

UncontrollableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang