Pt. 21 (Scarlette)

160 15 0
                                    

Jungkook meloloskan tawa singkat. “Ah ya, kupikir kau melupakan fakta bahwa kita adalah keluarga.” Salah satu tangan pria bermarga Jeon itu meremas benda persegi yang tertempel pada telinganya sedangkan satu tangannya meremas setir erat.

Terdengar suara Seokjin yang terputus-putus seakan begitu gugup. [“M-mana mungkin aku melupakannya, jadi...a-apa ada sesuatu yang ingin kau bicarakan?”]

Si sulung Jeon tak langsung menjawab. Ia menoleh ke luar kaca mobilnya, menatap rumah yang berseberangan dengan tempatnya memarkir mobil. “Iya, ada yang sangat ingin aku tanyakan.” Pemuda itu tak mampu menyembunyikan nada tegasnya ketika ia kembali merasakan lonjakan emosi mendadak kala kini sosok yang dipantaunya sedari tadi dapat dilihatnya dengan lebih jelas—terlihat menunduk sembari mengepalkan tangan.

Ia memerhatikan sosok Heejin yang baru saja keluar dari rumah Taehyung dengan keadaan yang terlihat begitu menyedihkan di matanya. Jungkook bahkan telah melihat dari kejauhan adu argumen singkat mereka berdua.

Hubungan macam apa yang telah dijalani adiknya selama ini?

Dia sudah memberikan waktu sang adik untuk bermain-main bukan dengan dirinya, tetapi seseorang malah berakhir mempermainkan adiknya?

Jungkook mengigit bibir bawahnya. Matanya serasa memanas. Ia memejam erat selama beberapa detik, merasakan amarah yang kian menekan dada.

[“Apa yang ingin kau tanyakan?”] Seokjin menjawab lambat.

Dari nada suara sang lawan bicara pun sesungguhnya Jungkook sudah menemukan jawaban yang dicarinya. Tetapi, seakan kembali ingin memastikan, pria itu membuka matanya redup, lalu berujar dengan nada sinis. “Menurutmu apa hubungan keluarga ini perlu dilanjutkan?”

[“Apa maksudmu?”] Si sulung Kim berteriak lantang. [“Hubungan ini terjalin sangat kuat, Heejin dan Taehyung selaku penghubung keluarga ini bahkan begitu bahagia.”]

Ah, benarkah itu?” Jungkook nyaris mengeluarkan tawa. “Aku sedikit ragu.”
Ia tak memerlukan kejelasan apapun lagi. Ia tak perlu dibohongi lagi.

[“Tentu saja. Mereka pasangan yang sangat cocok.”] Seokjin melanjutkan, masih dengan nada keraguan yang jelas dapat di dengar. [“Mungkin karena dulu mereka menikah saat usia mereka masih sangat muda, jadi...”]

“Jadi?” Satu alis Jungkook terangkat.

[“Ja-jadi, mungkin masih perlu waktu bagi mereka untuk menyesuaikan diri. Jika ada pertentangan maupun pertengkaran dalam pernikahan, bukankah hal yang biasa?”]

Gigi pria itu bergemeretak. Untuk kedua kalinya Jungkook mengumbar senyum sinis akibat ucapan yang didengarnya dari balik ponsel.

Tanpa menunggu respons, si sulung Kim kembali bersuara. [“Jadi, jika ada masalah yang muncul dari pernikahan itu, kurasa itu tidak perlu sampai menggoyahkan hubungan keluarga ini, kan?”]

Tangan Jungkook kian meremas setir mobilnya erat.

Lawan bicaranya itu bahkan tak bertanya tentang alasannya menanyakan itu. Kim Seokjin terlalu sibuk meyakinkannya dengan kebohongan.

Jungkook tak langsung menjawab, melainkan memilih menghela napas beberapa kali sebelum berucap datar. “Tentu. Kau benar. Seharusnya aku...tidak mengkhawatirkan hubungan mereka.”

Iya, tak perlu ada kekhawatiran apalagi keraguan karena seharusnya ia langsung menghancurkan hubungan ini hingga tak bersisa.


•○•


“Riyeon kau baik-baik saja?” Si Kim berbisik tipis.

Riyeon meremas tangan Taehyung pelan. “Aku baik-baik saja. Kurasa—”

“Apa dia mengatakan hal-hal aneh padamu?” Taehyung menukas. Mata elangnya menampilkan guratan kelelahan tetapi ia tetap memandang penuh perhatian.

“Berhenti mengkhawatirkanku. Kau tampak kelelahan, Tae.”

Ah, benarkah?” Taehyung kini menunduk. “Apa aku juga tampak menyedihkan?”

Riyeon mengikis jarak dengan lebih mendekat kearah Taehyung yang tengah duduk disampingnya. Ia melingkarkan tangannya pada dada pemuda itu dan menepuk-nepuk punggungnya. “Apakah terjadi sesuatu yang tidak kuketahui? Sebelum kau  kemari, apa terjadi sesuatu? Hm?”

Taehyung menghela napas. “Aku menemui kakakku dan mengatakan apa yang perlu aku katakan sama seperti yang kukatakan pada Jeon Heejin tadi. Sesuatu yang seharusnya aku akhiri dan selesaikan.”

“Lalu kau sudah berhasil melakukan itu, apa yang mengganggumu lagi?”

“Rasanya seperti melepas emosi yang tertanam bertahun-tahun. Itu membuatku lega. Tapi disisi lain itu juga membuatku mengingat hal-hal yang terjadi di masa lalu, yang berakhir buruk, kejadian yang tak bisa aku cegah meski sejujurnya aku mampu melakukan itu.”

“Tae, dengarkan aku.” Riyeon menarik dagu sang pria, membawa obsidian Taehyung beradu dengan netranya. “Itu masa lalu dan itu memang tak akan bisa diubah. Kau memiliki masa depan Tae.” Ia melanjutkan. “Masa depan kita.”

Taehyung tertegun. Sesaat kemudian pria itu menggapai dagu Riyeon lalu mencium bibir merekah wanita itu. Pagutan itu tak berlangsung lama, hanya pandangannya yang masih tak terlepas dari Riyeon. Tangan Taehyung kini membelai pipi wanita itu.

Riyeon meneguk ludahnya, merasakan napas Taehyung yang serasa menjilat kulit lehernya.

“Riyeon, bolehkah aku...” Si Kim menggantungkan kalimatnya.
Napas pemuda itu kian berembus berat, pertanda sesuatu telah kembali terbangun.

Sang wanita melipat bibirnya. Tangan Taehyung telah menggapai lehernya, menarikan jemarinya di sana.
Riyeon menjawab ragu. “Kau begitu ingin melakukan itu lagi sekarang?”

Pria itu tak memberi jawaban, melainkan menyingkirkan helai rambut sang wanita yang menghalangi aksesnya menghisap leher jenjang di depannya itu.

Wanita bersurai hitam tersebut berusaha untuk menghindar. Tetapi, Taehyung lebih cepat bergerak dan mengangkat tubuhnya hingga terlentang di atas ranjang kamar pria itu.

Riyeon terdiam cemas.

Semuanya seharusnya lebih terkendali saat ini. Mereka baru berhubungan tadi pagi. Ini terlalu cepat. Bahkan pengaman yang ia bawa mungkin hanya akan terlupakan jika gejolak gairah melonjak tak terkendali.

Pandangan mata Taehyung terlihat sangat gelap dan bernafsu saat ini. Namun baru saja ia hendak menyuarakan penolakan, pria itu telah beranjak dari atas tubuhnya lalu membungkuk di samping ranjang miliknya, sebelum menarik sebuah kotak dari bawah sana.

Taehyung mengeluarkan dua utas tali dan beberapa bungkus silet dari kotak tersebut sembari berujar lirih. “Riyeon, aku...aku sangat ingin melakukan ini. Maukah kau menemaniku?” [♤]













A/N: Hi, Jove. Next two parts may contain some disturbing scenes. Please be a wise reader. Hope you have safe and satisfying ride.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Blue and Grey || ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang