Pt. 17 (Catastrophe)

157 11 0
                                    

Sudah tiga hari berlalu sejak peristiwa di taman bermain itu.

Sesungguhnya, keraguan telah menghilang dari sisinya, sepenuhnya tergantikan oleh sesuatu yang lebih kuat, terbalut luka dan kenangan usang.

Riyeon memang sengaja mengulur waktu, bukan karena ia merasa pria itu mengkhianatinya dan tidak menginginkannya lagi, tapi karena ia bisa melihat kesungguhan murni pria itu, ia menjadi sangat-sangat menginginkannya. Ia ingin rasa pria itu tertanam dalam dan semakin dalam bahkan hingga tak terhapuskan dan berbekas.

Itulah tujuannya yang sebenarnya.

“Riyeon,” Panggil Taehyung ragu dari seberang sofa. “Aku tidak ingin terkesan memaksamu. Tapi, ini memang akan terdengar seperti itu. Aku...sangat tersiksa dengan perlakuanmu ini.”

Riyeon mengedip tak acuh di seberangnya. Wanita itu menyandarkan punggungnya pada sofa. “Lalu apa kau tahu bagaimana perasaanku ketika aku mendengar pengakuanmu itu?”

“Aku tidak memiliki rasa padanya, Riyeon. Pernikahanku dengannya tidak ada artinya.” Pria bermarga Kim itu menukas tegas.

Sejenak menghela napas, pandangannya kembali menyorot lurus sang lawan bicara. “Bagiku hanya hubungan kitalah yang berarti. Jadi, kumohon, jangan mengabaikanku seperti ini. Aku tahu, aku memang sempat berkata, bahwa aku bisa menunggu keputusanmu, aku memberimu waktu. Tapi, kini...” Pria itu memberi jeda sesaat. Ia menunduk seakan begitu putus asa. “Aku tak bisa Riyeon, aku tak bisa melepasmu.”

Riyeon menarik senyum tipis, mengubah raut wajah tak acuhnya menjadi sendu dan dibalut rindu yang sama layaknya ekspresi sang pria.

Sudah cukup jeda waktunya. Pilihannya sudah ia yakini, dan ia harus kembali terjun dalam permainan.

Wanita itu kini menegakkan punggungnya dari sofa. Ia beranjak anggun menuju ke arah Taehyung. Pria itu segera mendongak dan tak melepas pandangannya sedikit pun hingga sang lawan bicara itu menempati tempat duduk di sampingnya.

Riyeon kini menggapai wajah Taehyung dan menatap pria itu sendu. “Ketahuilah, bukan hanya kau yang tersiksa. Aku juga...tak bisa melepasmu.”

Tanpa berujar lebih, Riyeon telah mengikis jarak mereka, membiarkan bibir mereka kembali bertemu dan berbagi gairah sebuah ciuman. Sesaat kemudian wanita itu bahkan tak membiarkan Taehyung mengambil tindakan deklarasi pertama atas status hubungan mereka sekarang, melainkan membuat pria itu pasrah akan dorongannya dan berakhir terlentang di atas sofa.

Ciuman mereka terlepas, tapi napas pria di bawahnya tetap memburu. Taehyung hanya dapat melampiaskan gairahnya yang mulai terpancing dengan meremas pinggul sang wanita, menunggu dengan tak sabar langkah yang akan diambil Riyeon untuk meredam aliran hormonnya yang terpacu.

Jemari Riyeon kini dengan lihai melepas kancing kemejanya satu per satu. Sejenak wanita itu menempelkan tubuhnya yang hanya terbalut dress bermotif bunga dengan beberapa sisi transparan itu dengan dada sang pemuda yang telah terekspos. Tak lupa, ia sedikit menekan dan menggesek pusat gairahnya ke arah pinggul sang lawan main untuk memancing pria itu kian terbawa suasana.

Riyeon menjilat daun telinga Taehyung sebelum berbisik, “Jadikan aku sebagai satu-satunya wanitamu, Tae. Aku tak ingin berbagi bahkan bersama wanita yang tak kau anggap kehadirannya sekalipun.”


•○•


Jungkook tak dapat menghilangkan rasa bercampur aduk di benaknya. Apa yang dikatakannya kepada Heejin terakhir kali seakan memperjelas tindakan yang sesungguhnya ingin diambilnya bahkan saat pertama kali ia memutuskan untuk kembali.

Ia memang tak datang hanya untuk sejenak mampir, mengobrol dan berhura-hura. Awalnya ia masih bisa membangun ilusi itu dengan lelucon dan tawa, tetapi kini amarah telah menghancurkan semua itu.

Jungkook tak dapat menyembunyikannya lagi bahwa dia  mencium sesuatu yang salah dan itu seakan kesempatan yang menjadi semakin besar untuknya membalik keadaan seperti dulu.

Namun, ia masih perlu membaca situasi dengan lebih rinci dan bergerak lebih perlahan. Maka dari itulah kini sang tangan kanan telah berada di seberangnya dengan membawa jawaban akan permintaan yang ia utarakan sebelumnya.

“Jadi, katakan padaku, apa yang sebenarnya terjadi, Park Jimin.”

Pria bermarga Park di depannya kini menyodorkan beberapa foto. “Ini melebihi dugaan Anda.”  Si Park melanjutkan. “Mereka tidak tinggal bersama. Kim Taehyung tidak sibuk mengurus apa pun. Di rumah yang ditinggalinya kini, belakangan ini bahkan tak sering ia tempati.”

“Lanjutkan,” Si sulung Jeon memerintahkan tanpa melepas pandangannya dari foto-foto yang baru saja disodorkan padanya.
“Awalnya aku sedikit kesulitan untuk menemukan keberadaannya karena ia seakan menghilang tanpa jejak selama beberapa hari. Tapi, ternyata ia tidak benar-benar menghilang.”

Netra Jungkook melebar, ketika mendengar penjelasan Jimin bersamaan dengan datangnya foto yang menampilkan sesuatu yang sangat tak terduga baginya.
“Ini...?”

“Belakangan ini Tuan Kim sempat tinggal bersama wanita itu. Mereka juga mendatangi beberapa tempat bersama dan terlihat memiliki hubungan yang—“

“Cukup.” Jungkook menukas. Ia meletakkan kembali foto-foto tadi di atas meja. Pria itu menyandarkan punggungnya pada sofa dan sejenak mengalihkan pandangan ke arah jendela kaca besar di dalam ruangan tempat mereka bertemu.

“Aku sudah mengerti apa yang terjadi, bahkan selama kurun waktu tujuh tahun ini sekalipun, aku menjadi sangat mengerti.” Jungkook tersenyum miring, sebelum berakhir meloloskan tawa singkat. “Dia tak bisa membohongiku lebih lama, rupanya. Kurasa kesepakatan konyol itu juga akan segera berakhir.”

“Apa perintahmu, tuan?”

“Aku ingin menunggu sejenak, meski sebenarnya akhirnya sudah pasti.” [♤]

Blue and Grey || ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang