Pt. 30 (Cold)

133 13 0
                                    

“Anda baik-baik saja?” Ujar wanita paruh baya pemilik kedai dengan khawatir.

Riyeon yang masih bersandar pada salah satu kursi dan masih berusaha mengatur napasnya hanya susah payah mengangguk sebagai jawaban.

“Dua anakku mencoba mengejar seorang yang kau bilang penguntit itu, tapi mereka kehilangan pria itu. Saya rasa ini perlu di laporkan, anak-anak saya melihat wajahnya jadi itu bisa di gunakan sebagai—“

“Tidak, bibi. Terima kasih.” Riyeon menolak halus.

Percuma  saja melibatkan polisi. Namjoon memiliki jaringan yang luas, tidak akan mudah untuk menangkap apalagi menjeratnya.

Riyeon melanjutkan. “Saya tidak ingin merepotkan Anda.”

Bibi di depannya mengangguk pelan. “Jika perlu sesuatu lagi, Anda bisa memanggil saya.”

“Ah, terima kasih.” Riyeon kini benar-benar menyandarkan punggungnya sembari memejam.

Sial, ia sangat kelelahan. Bajingan itu kenapa bisa ada di sini?

Hampir saja ia masuk dalam kurungan pria itu lagi. Bukankah hutangnya telah lunas dibayar? Kenapa si brengsek Kim Namjoon itu kembali ingin menemuinya. Ia sangat tidak ingin bertemu pria menjijikkan itu. Seharusnya ia telah sepenuhnya bebas.

Tangan wanita itu kini bergetar.

Tenangkan dirimu, Riyeon. Pria itu tidak akan bisa mengurungmu lagi. Jangan gemetaran. Hentikan rasa takutmu.

Riyeon mengepalkan tangannya, berusaha menghentikan jemarinya yang bergetar. Di saat ia bersusah payah mencoba tetap tenang, Riyeon merasakan getaran pada ponselnya. Seketika segaris senyum kecut terbentuk pada wajahnya.

Baru saja layar ponselnya menampilkan panggilan dari Taehyung.

Seharusnya ia sudah pergi jauh meninggalkan daerah ini jika saja ia tak di kejar.

Riyeon menggigit bibir bawahnya. Tadi adalah jam terakhir bus dan taksi beroperasi di daerah ini. Lagi pula,  terlalu berbahaya baginya untuk keluar saat Namjoon masih berkeliaran. Tetapi, jika ia masih berada di sini  terlalu lama, ada kemungkinan Taehyung menemukannya.

Tidak. Ia tak ingin bertemu siapa pun.

Tubuhnya semakin gemetaran. Ia kesulitan untuk mengendalikan diri agar tak mengingat perlakuan Namjoon padanya selama bertahun-tahun.

Ia perlu sesuatu untuk meredam ketakutannya.

Tanpa berpikir panjang, bahkan seakan sudah benar-benar tak peduli dan muak akan kelanjutan tak menguntungkan yang mungkin akan ditemuinya, Riyeon berujar. “Aku pesan bir dan rokok bibi!”


•○•


Taehyung memasuki kedai itu dengan tergesa. Ia bahkan membuka pintu dengan keras hingga suara lonceng di pintu bergerincing tak karuan.

“Riyeon?” Pria itu mengedarkan pandangannya sebelum menemukan sosok wanita yang mabuk dan tertidur.

“Anda mengenal wanita ini?” Wanita paruh baya mendekat ke arahnya.

“Saya calon suaminya.” Taehyung berujar tegas sembari sekilas memperlihatkan cincin di jarinya yang memiliki detail yang sama dengan milik Riyeon. “A-apa yang terjadi padanya? Saya sejak tadi berusaha menghubungi ponselnya, tapi baru beberapa saat yang lalu dia mengangkatnya, dan saya tidak dapat mendengar dengan jelas apa yang ia katakan selain menyebut bahwa ia ada di kedai dekat halte.”

Bibi di depannya menghela napas. “Seorang penguntit baru saja mengejarnya tadi. Dia berlari ketakutan kemari. Tapi, dia menolak melaporkannya. Lalu tanpa bisa dicegah ia meminum bir hingga mabuk.”

Taehyung menekan belah bibirnya, sekilas melirik wanitanya dengan sorot prihatin.

Kenapa kau pergi meninggalkan rumah? Siapa yang mengejarmu?

Kedua kepalan tangan pria itu mengepal kuat pada sisi tubuhnya.

Benak Taehyung seakan begitu ingin menyodorkan banyak pertanyaan. Bahkan kini rasa sesal mulai mengambil alih emosinya. Ia baru saja menyematkan cincin di jari wanitanya hari ini, tetapi dirinya seakan telah gagal dan terlalu lengah. Seharusnya ia bisa menjaga Riyeon dengan lebih baik.

Tak membuang banyak waktu terdiam, pria itu segera berucap. “Terima kasih, saya akan segera membawanya pulang.”


•○•


Hal pertama yang samar-samar diingatnya setelah menenggak bir hingga mabuk adalah sebuah aroma familier. Tempatnya kini merebah juga terasa tidak asing. Tetapi, Riyeon seakan tak mampu membuka mata dan melihat sekelilingnya dengan jelas, naupun mencoba menebak-nebak di mana sesungguhnya ia berada.

Ia juga dapat merasakan kulit tubuhnya yang langsung bergesek dengan permukaan selimut yang perlahan serasa ditarik menutupi tubuhnya.

Seseorang telah membuka semua pakaian yang menempel pada badannya. Bahkan merebahkan dirinya di atas ranjang.

Ia tak memiliki cukup kesadaran untuk menolak maupun memberontak. Dalam benaknya ia meringis. Untuk apa terlalu khawatir ketika dirinya sudah terbiasa di jamah oleh banyak pria. Harga dirinya juga sudah lama hancur tak bersisa.

Mungkin seorang psikopat menemukannya di kedai dan berhasil berpura-pura sebagai orang dekatnya sehingga berhasil membawa mangsa lemah seperti dirinya untuk memuaskan nafsu dengan brutal. Atau...ia mungkin harus bersiap untuk memar, darah dan rasa nyeri tak berujung jika ternyata Kim Namjoonlah yang sesungguhnya telah berhasil menemukannya dan kini sedang mempersiapkan diri untuk mengurungnya selamanya di dalam barnya.

Riyeon terdiam pasrah. Tetapi, apa yang selanjutnya terjadi sangat berbeda dengan dugaannya tadi. Ia merasakan puncak kepalanya di sentuh dengan lembut. Satu tangannya di genggam begitu erat. Lalu bibirnya merasakan sapuan lembut tanpa lumatan paksaan.

Begitu manis dan hangat. Ia merasa begitu aman.

Namun, ciuman itu tak berlangsung lama. Ia sekali lagi merasakan usapan lembut di puncak kepalanya. Bahunya di tepuk beberapa kali seakan berusaha menenangkan, sebelum ia merasa ranjangnya berdecit. Sosok itu bergerak menjauh.

Mendadak ia kembali merasakan ketakutan yang membludak seakan nyaris membunuhnya.

Ia tak ingin ditinggalkan dalam kesunyian dan kegelapan lagi.

Riyeon berujar lirih masih dalam kesadaran yang tidak sepenuhnya kembali. “Jangan pergi...jangan tinggalkan aku. Kumohon, aku sangat takut.” [♤]















A/N: Hi, Jove! Tinggal beberapa episode sebelum flashback dimulai!
Selain itu, kyknya aku udah sering bilang gini ya, tapi mau bilang aja lagi karena setelah aku baca ulang makin terasa kalau konten cerita ini "not for everyone". Jadi, Blue and Grey itu bukan tipe cerita yang reader-friendly alias ngga gampang dicerna dan banyak disturbing scenes juga plus ending yang mungkin bakal bikin kalian greget sampe ke ubun-ubun. Jujur, cerita ini juga bukan favorit aku. Entah karena didalam proses pengerjaannya banyak hal-hal ga bagus yg terjadi (real life) atau karena memang aku ngga terlalu puas dengan caraku pengembangkan cerita ini (banyak yang dirombak dari kerangka awal). Tapi, meski begitu cerita ini masih mampu mewakili beberapa perasaan dan pemikiran tak tersampaikan meski masih banyak kekurangan (plot hole yg ga terdeteksi, kesalahan penulisan dan masih banyak lagi). Semoga kalian bisa menanggapi isi cerita ini dengan bijak dan semoga cerita ini masih dapat menghibur kalian juga.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Blue and Grey || ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang