Pt. 28 (Ribbon)

159 12 0
                                    

Semakin ia memutar otak, Riyeon semakin yakin bahwa waktunya untuk melakukan pembalasan itu sudah sangat dekat. Apalagi kini ketika ia mengingat fakta bahwa dirinya telah tinggal di villa kecil di pinggiran pantai yang jauh dari hiruk pikuk perkotaan, lebih tepatnya ia sudah hampir tiga bulan tinggal bersama Taehyung beserta hal lain yang cukup mengejutkan—lukisan-lukisan karya  terdahulu maupun terbaru pria itu.

Taehyung memang baru saja mengajaknya ke dunia tersembunyi miliknya—kumpulan goresan cat di atas kertas kanvas, yang di bentuk oleh tangan dan pikirannya sebagai karya dari jiwa seninya yang sempat ia sembunyikan.

Namun, seharusnya ia tak perlu terkejut. Seharusnya ia bahkan tahu dengan jelas kegemaran pria itu.

‘Riyeon, bagaimana menurutmu?’

‘Bisakah kau memberikan masukan untuk lukisanku?’

Riyeon berakhir menunduk sembari tersenyum getir dan mengalihkan pandangannya dari beberapa lukisan yang terpajang pada dinding.

Kenapa kalian mirip? Kenapa aku  seakan dipaksa mengingat lagi sosok itu ketika melihat semua lukisan ini? Apakah itu sebagai pengingat untuk selalu memupuk kebencian terhadap Taehyung dan segera membalas dendam?

Aku rasa memang begitu.

“Riyeon,” Suara berat Taehyung tertangkap pendengarannya, seketika menariknya dari lamunan.

Pria itu  tersenyum lembut sembari membawanya berada di antara dekapan kedua lengannya.

Wanita itu memegang tangan Taehyung yang tengah memeluk dari belakang. “Ini masih pagi, Tae.”

Pria itu meloloskan tawa sembari memindahkan rambut Riyeon ke belakang, sejenak mengendus leher jenjang wanita itu. Taehyung berbisik rendah. “Aku hanya ingin memelukmu, kenapa kau terlihat panik?”

Riyeon menekan belah bibirnya. “Biasanya kau melakukan ini ketika meminta hal itu secara terselubung. Ingat, kita baru bercinta beberapa hari yang lalu, Tae. Hal itu tidak baik untuk dilakukan terlalu sering, kan?”

Si Kim terkekeh. “Baik-baik, jika kau tak mau, kita tidak akan melakukannya. Aku kali ini hanya ingin memelukmu. Tapi ...” Pria itu memberi jeda sesaat. “Setelah kita pindah kemari, seingatku kita selalu bermain aman. Apakah kau tidak ingin mulai memikirkan untuk memiliki anak? Aku sangat penasaran bagaimana wajah anak-anak kita nantinya? Apakah akan mirip denganku? Atau denganmu?”

Omong kosong. Tentu saja tidak.

Berusaha menetralkan perasaannya yang seakan sangat tak tahan dan ingin mentah-mentah menyuarakan penolakan keras, Riyeon berdeham, berusaha menanamkan strategi pada setiap susunan kalimat di pikirannya. “Tidakkah itu terlalu cepat? Apa kau ingin perhatianku padamu terbagi secepat itu? Jika ada seorang anak di antara kita, setiap pagi mungkin aku tidak akan menghiraukan sikap manjamu di atas ranjang setiap kita bangun tidur, tidak akan ada morning kiss, tidak ada quick sex, tidak ada acara mencoba style baru atau hal-hal mesum lain maupun permainan liar di dalam pikiranmu itu. Kau juga terancam sepenuhnya bermain sendiri.”

Hei, kenapa kau harus berkata seperti itu?” Taehyung berujar memelas dengan sedikit nada kecewa. “Itu belum dapat ditebak. Aku yakin dia tidak akan membuat perhatianmu padaku berkurang. Caramu tadi menjelaskan berlebihan, aku menjadi cemas kalau itu benar-benar terjadi. Bagaimana bisa jatahku semuanya harus dikurangi dengan sangat ketat? Dan juga mengapa aku harus bermain sendiri ketika aku telah memiliki pasangan?”

“Iya, karena perhatianku terbagi. Siapa yang akan memilih pria mesum dibanding anak yang polos dan menggemaskan?”

“Aku calon ayahnya.” Taehyung mencebik. “Lagi pula kalau aku tidak mesum dia tidak akan lahir.”

Riyeon meloloskan tawa tipis. “Lihat? Dari sikapmu ini sudah jelas, kau belum siap untuk berbagi perhatian.”

“Menyebalkan. Baiklah, kau menang, Riyeon.” Si Kim memilih mengalah dalam perdebatan singkat masalah penerus marganya itu, tetapi selanjutnya Taehyung kembali berujar semringah. “Jika kau masih belum siap untuk kedatangan anak kita, aku rasa tidak masalah untuk memilih namanya  dari sekarang, kan?”

Riyeon memutar bola matanya.

Kapan pria ini akan melepasnya dari pelukan eratnya?

“Tae, bukannya kau harus mempersiapkan pameran lukisanmu? Bukankah masih banyak hal penting yang perlu kau kerjakan di galerimu?”

“Aku masih membahas hal yang sama pentingnya dengan itu sekarang.”

“Ayolah, Tae.”

Pria itu masih bersikeras. “Pilihlah sebuah nama atau aku tidak akan melepasmu dari pelukanku.” Ancamnya sembari tersenyum. Ia melanjutkan, “Kau memilih nama anak laki-lakinya, sedangkan aku anak perempuannya.”

Riyeon meloloskan helaan napas. Sulit untuk mengalahkan lihainya pria itu dalam mencari celah kelemahan. Pada akhirnya ia berujar malas. “Aku belum memiliki ide, coba katakan dulu nama yang kau pikirkan,”

Taehyung berujar lembut dalam balutan antusiasme. “Jika anak kita perempuan maka aku akan memberinya nama Hera.” Si Kim melanjutkan. “Kim Hera. Bukankah itu nama yang cantik?”

Hm ... iya, cantik.” Riyeon menjawab setengah hati, rasa tak nyaman di benaknya kian berulah. Ia ingin segera pergi dari sini.

Kenapa pria itu mengatakan terlalu banyak hal-hal tak penting?

“Sekarang giliranmu.”

Riyeon menekan belah bibirnya. Sungguh, ia tak memiliki ide apa pun. Sejenak ia terdiam sebelum berucap, “Mungkin ... namanya Allan. Jika ...” Wanita itu berujar ragu, susah payah membangun nada penuh antusias layaknya Taehyung. “Jika anak kita laki-laki, maka ia mungkin akan memiliki nama itu.”

“Kim Allan ya, hm.” Si Kim menimang-nimang. “Nama yang bagus. Ia juga pasti akan menawan sepertiku.”

“Leluconmu tidak lucu, Tae.” Riyeon segera menjawab. Ia melanjutkan kalimatnya setengah jengkel. “Lepaskan pelukanmu sekarang, aku hampir sesak, kau tahu.”

“Aku memang tidak berencana melepasmu begitu saja setelah ini.”

Taehyung tersenyum tipis, yang segera dibalas keterkejutan Riyeon. “Apa? Memangnya kau mau apalagi—“

Ocehan protes wanita itu terhenti karena nyatanya si Kim melepas pelukannya, membalik tubuhnya hingga kini mereka benar-benar berhadapan.

Bias cahaya matahari yang menembus kaca dari salah satu jendela tinggi seakan menyusup pada jarak antara tubuh mereka.

Pria itu merogoh sakunya dan mengeluarkan kotak dalam balutan beludru merah dengan cincin di dalamnya.

“Menikahlah denganku, Riyeon.” [♤]














A/N: Sekali-sekali sweet moment dulu (setidaknya dari sudut pandang Tae), biar ga panas mulu trus muter otak atau bahkan nguap karena bosen😅 Sini bantu tambahin rencana nama anak-anak mereka di kolom komen, biar si Tae ada dukungan buat nambah wkwk😀 Atau ada yg mau bagiin teori-teori tebakan kalian tentang cerita ini?
Seru bgt sebenernya kalau bisa baca + balas komentar kalian meski cerita ini banyakan drama daripada misterinya😅 Apapun, deh, biar ramean dikit gitu cerita ini, sepi amat soalnya kayak kuburan🤡 Ayo, JOVE, I know you can and would love to leave something in the comment section. I'm waiting for it!🙌

 I'm waiting for it!🙌

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Blue and Grey || ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang