Pt. 35 (Lost)

183 11 0
                                    

Udara di sekelilingnya mendadak serasa menipis. Ia kesulitan bernapas. Dadanya nyeri olah hantaman beban yang telah lama terkubur tetapi tidak pernah terlupakan. Ia bahkan tak mampu untuk segera menghentikan Riyeon, ketika wanita itu membuka pintu kamar dan melangkah keluar, menyisakan dirinya dalam rasa bersalah usang yang meluap.

Namun, rasa itu juga yang mendorongnya untuk kembali mengejar Riyeon tepat saat sang wanita menuruni tangga. Kini Taehyung memegang tangan Riyeon erat. “Kenapa kau bisa mengetahui tentang Soojung? Jawab aku, Riyeon!”

“Lepaskan!”

“Jelaskan padaku!” Taehyung tak dapat menahan emosinya kembali. Ia benar-benar tersulut dan berteriak kencang. Pria itu bahkan telah berhasil menggapai kedua pergelangan tangan Riyeon dan membatasi pergerakan wanita itu untuk mencegahnya pergi.

“Lepaskan aku!” Riyeon mencoba memberontak, sekuat tenaga mencoba melepaskan diri dari pegangan erat Taehyung.

Tanpa diduga, dorongan yang ditujukan untuk melepaskan diri dari sang pria malah membuatnya kehilangan keseimbangan. Riyeon berteriak sembari refleks memejam. “Ah!”

“Riyeon!” Taehyung menarik tangannya, membalik posisi dengan cepat, membuat punggung wanita itu membentur tembok sisi samping tangga dan  berakhir jatuh terduduk di sana, sembari diikuti suara gaduh sesuatu yang terguling pada tangga hingga lantai dasar.

Kejadian itu berlangsung begitu cepat hingga ketika Riyeon membuka mata, tubuhnya serasa tak bisa digerakkan. Netranya terpaku menatap tubuh Taehyung yang telah tersungkur di lantai dasar dengan darah merembes perlahan dari sisi kepalanya yang menempel pada lantai.

Riyeon menutup mulutnya yang nyaris meloloskan teriakan. Netranya bergetar panik dan ia menuruni tangga dengan tergesa, sebelum berhenti tepat didepan Taehyung.

Pria itu tak bergerak.

Tanpa sadar, dengan tangan bergetar, Riyeon hendak menyentuh tubuh pria itu.

Apa dia mati?

Riyeon mengepalkan tangannya yang bergetar. Ia bergerak mundur, pikirannya buntu.

Tidak, bukan aku yang melakukan ini padanya. Itu hanya kecelakaan.

Riyeon memilih segera berbalik dan meninggalkan pria itu.

Langkahnya sempat kembali berhenti di depan pintu keluar. Ia menoleh sekali lagi ke arah Taehyung yang tergeletak berdarah di lantai.

Tidak perlu ada keraguan. Ini ... bukan salahku.

Ia meremas gagang pintu erat, mencoba menarik napas lebih tenang, sebelum melesatkan tubuhnya keluar dari dalam rumah tersebut. Ia berlari dengan tergesa sembari menepis  keraguan yang sempat menahan langkahnya.

Dia pantas menerima itu.

Kim Taehyung pantas menerima semua ini, kan?


•○•


“A-apa yang kau la-kukan, Tae?”

Suara setengah mengerang itu lolos mulus dari belah bibir yang dibalut senyuman menikmati. Pertanyaan retorik itu seakan sangat tidak diperlukan, karena bahkan gudang temaram dan suasana sore yang sunyi di belakang sekolah terlalu sering menjadi saksi aksi yang tengah berlangsung.

Bulir keringat kembali lolos dari pelipis Soojung tatkala satu kancing kemeja yang dikenakannya kembali berhasil  dilepas oleh tangan lihai sang pria.

“Memuaskanmu, apalagi?” Balas si Kim sembari menciumi belah dada Soojung yang semakin terekspos. Taehyung melanjutkan sembari terengah, “Buka kakimu lebih lebar. Biarkan jemariku masuk lebih dalam, seperti biasa.”

Kini kedua netra Soojung terbuka, ditengah napasnya yang memburu, gadis itu tersenyum getir sembari mengadu miliknya dengan obsidian berkilat Taehyung.

“Kenapa?” Ujar si Kim. “Kau ... ragu? Kau ingin aku berhenti?”

“Entahlah. Sejak kapan kita begitu menikmati ini?”

Taehyung terdiam. Netranya meredup.

Ah, benar. Sejak kapan? Dimana permulaannya? Kenapa dirinya melakukan ini?

“Sejak kita menjalin hubungan?” Taehyung berujar ragu.

Soojung tertawa tipis, tetapi seakan suara tawa itu hanyalah reaksi ketika dirinya tak menemukan balasan yang tepat  untuk ujaran Taehyung.

Kini kebingungan dan keraguan mulai terpancar samar pada netra keduanya. Bahkan tangan sang pemuda yang awalnya telah bermain tanpa ragu di dalam rok setengah tersingkap sang lawan main, kini memilih berpindah dan berada di sisi tubuh sang gadis.

Taehyung melebarkan sedikit jaraknya dari Soojung yang masih duduk di atas meja kayu.

Hubungan ini ... mengapa menjadi terlihat salah? Apa mungkin karena dirinya hanya sedang bermain-main?

Tidak.

Pikiran Taehyung beradu sengit di dalam sana. Pandangannya kini jatuh ke paha bagian dalam Soojung yang menampakkan luka goresan benda tajam serta pergelangan tangan sang gadis yang menampilkan sedikit memar bekas jeratan tali.

Jelas. Taehyung tak lupa, bahwa dirinyalah yang membuat itu semua pada tubuh Soojung. Entah sudah yang keberapa kali.

“Kurasa kau yang meragu,” Ucap Soojung, mendadak memecah keheningan yang tengah bergelayut. “Apa kau ingin kita berhenti saja?” Kali ini Taehyung bahkan juga dapat merasakan keraguan pada nada suara sang lawan bicara, tetapi seakan sama seperti dirinya yang tak ingin memperpanjang hal mengganjal di benaknya, kata-kata yang terlontar seakan hanya pertanyaan yang tak membutuhkan jawaban.

Hanya satu yang dapat Taehyung pastikan, rasa yang membuat mereka bersama bukanlah suatu yang dipaksakan ataupun hanya kebohongan belaka seperti hal lain yang ia jalani dalam hidup.

“Tidak. Aku tak ingin berhenti. Aku ingin melakukan apa yang biasa kita lakukan, apa yang kita nikmati hanya melalui satu sama lain.”

Taehyung menatap Soojung lurus, sembari mengusap pipi sang gadis.

Mereka hanyalah saling menemukan dan bersandar, meski dengan cara yang menyimpang. Apakah itu sangat salah?

Ah, mengapa ia seakan sangat kelelahan untuk peduli dan mempertimbangkan banyak hal yang disodorkan otaknya?

Lakukan. Iya, lakukan saja.

Napas Taehyung telah kembali memberat. Ia telah memutuskan,  bahkan dirinya telah memberi kecupan singkat di bibir Soojung.
“Luka dipahamu sudah tidak terlalu sakit, kan?” Ujar si Kim tergesa-gesa, sembari kembali memasukkan tangannya ke dalam rok Soojung yang sempat disingkapnya.

Sang gadis mendesah pelan, menikmati, dalam balutan keraguan yang memudar.

Ia menginginkan Taehyung, meski itu terdengar tak waras dan hal yang mereka lakukan memang gila. Tetapi, mengapa ini seakan satu-satunya hal manis yang ia temukan dari lautan kekecewaan dan emosi yang bertumpuk bertahun-tahun?

Hanya setitik rasa manis dalam sejuta kepahitan. Ia tak perlu meragu untuk menyicipinya sedikit lebih lama, bukankah begitu?

Soojung mengigit bibir bawahnya sebelum menjalarkan tangannya ke pusat gairah sang pria yang masih terbalut celana. Gadis itu berbisik, sembari memberikan remasan pelan di sana. “Puaskan aku dengan ini dulu, sebelum kau melakukan permainanmu yang lain.” [♤]

Blue and Grey || ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang