Taehyung tak melepas sedikit pun pandangannya dari luka yang perlahan berdarah itu.
Bukankah ini indah? Luka yang dibuatnya ini, bukankah begitu memikat dan menggairahkan?
Pria itu menjilat bibirnya sembari memamerkan seringai. Ia kembali menyayat bagian lain dari paha Riyeon sembari menggerakkan vibrator yang tengah bergetar itu, membuat benda itu keluar-masuk dalam tempo cepat.
Desahan Riyeon segera memenuhi ruangan. Sesungguhnya, itu bukan hanya efek dari stimulasi seksual yang diterimanya, sesungguhnya ia juga meringis kesakitan, tetapi itu semua seakan melebur dalam suara berat tertahan. Sesaat kemudian ia mencapai orgasmenya.
Kini pria itu tak lagi menggerakkan vibrator yang masih tertanam apik dan bergetar brutal itu, maupun menggores permukaan kulitnya kembali dengan silet, melainkan menjilat bekas luka berdarah itu dengan lidahnya, bahkan menghisapnya kuat.
Riyeon benar-benar tak dapat berpikir dengan akal sehat. Ini gila, benar-benar gila. Tetapi, ia tak bisa mengorbankan perjalanannya sejauh ini dengan melakukan penolakan atas perlakuan Taehyung saat ini.
Pria itu bahkan tak memberi celah pahanya untuk berganti posisi, selain menekuk tegak dan terbuka lebar. Ia benar-benar berniat melakukan semua ini.
Riyeon membusungkan tubuhnya ke atas tatkala stimulasi vibrator itu membawanya pada pelepasan untuk kedua kali. Tetapi, pria itu belum juga memberinya kebebasan. Benda bergetar itu masih tertancap di dalam pusat gairahnya sedangkan luka sayatan baru kembali di torehkan pada pahanya.
Ini menyakitkan, tolong hentikan.
Riyeon memejam kuat, air mata meluncur dari pipinya, tanpa sepatah kata ujaran lolos.
Namun, apa yang selanjutnya terjadi bahkan lebih tak terduga dari sebelumnya. Getaran vibrator itu terhenti, benda itu di keluarkan dari tempatnya sedari tadi bergetar. Bahkan kini dengan gerakan tergesa yang dapat ia rasakan, tali pengikat tangannya juga dilepaskan.
Samar, ia dapat melihat Taehyung membantunya menenggakkan punggung dari ranjang, sebelum membawa tubuh kelelahannya dalam dekapan erat.
Taehyung terisak. “Astaga, apa yang telah kulakukan?” Ujarnya retorik. Ia melanjutkan dengan nada yang penuh penyesalan dan rasa bersalah yang mendalam. “Maaf. Kumohon maafkan aku, Riyeon.”
•○•
Heejin masih bertahan diam, merebahkan punggungnya pada sofa di dalam ruang tengah rumahnya. Ia bahkan tak ambil pusing dengan keadaan temaram di dalam sana. Ia sengaja tak menyalakan penerangan. Hanya cahaya pucat bulan yang masuk melalui jendela kaca tinggi yang menjadi penerangan redup di dalam sana.Ia memandang kosong entah kearah mana. Ia merasa sedikit kehilangan arah, tak menduga kejadian yang baru saja menimpanya.
Seharusnya aku yang memiliki kendalinya, kan?
Meski hubungan pernikahannya dengan Taehyung hanya dibangun dari kebohongan dan tujuan guna dapat meloloskan diri dari sang kakak, tetapi Heejin tak sekalipun pernah benar-benar ingin berpisah dengan Taehyung. Bahkan kini, ia menginginkan pria itu lebih dari apapun.
Dia sudah tak ingin menggunakan pria itu hanya untuk tameng agar kesepakatan dengan sang kakak tetap terjaga, kini ia ingin Taehyung menjadi miliknya seutuhnya.
Jelas sekarang ia perlu melakukan sesuatu, kan? Ia tak bisa tinggal diam hanya atas perlakuan yang baru saja diterimanya.
Heejin kini memejam kuat, merasakan denyutan kepalanya yang dipenuhi emosi. Saking meluapnya perasaan marah dan tak terima yang memenuhi benaknya, Heejin hanya berakhir mengigit bibirnya hingga rasa perih dan semburan rasa pahit menohok lidahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue and Grey || ✔
FanficAwalnya, Riyeon merasa dirinya hanya terjebak di antara kisah sang kakak dan Taehyung serta hasrat untuk membalas sebuah luka. Namun, nyatanya, pijakan kakinya, luka, dan ambisinya untuk membalas dendam hanya secuil bagian tak penting dalam hubungan...