Pt. 40 (Fracture)

120 9 2
                                    

Kenapa Seokjin memiliki ambisi sebesar itu akan posisi di perusahaan?

Apa ayahnya benar-benar lebih mengharapkannya untuk berkontribusi mengembangkan perusahaan?

Apakah benar karena ketidakmampuannya di bidang itu yang membuat kondisi ayahnya memburuk?

Taehyung meletakkan lengannya di kening, guna menghalau sinar matahari yang bersinar kemerahan.

Ia kemarin tak tidur semalaman. Kini bersandar di kursi taman di taman belakang sekolah, kepalanya masih terasa berdenyut memikirkan hal yang dikatakan sang kakak padanya kemarin.

Ia sudah menekan dirinya berkali-kali untuk dapat menyesuaikan diri dengan aturan dan keharusan hingga ia mencari pelarian untuk tetap bernapas, menuangkan kecemasan dan beban ke dalam kegiatan yang dapat membuatnya melupakan semua itu. Namun semua usahanya masih juga tak cukup.

Apa ia harus berhenti berlari dan menghadapi apa yang ada di depannya? Meski itu artinya dirinya harus menyesuaikan diri hingga ia tak bisa mengenali dirinya sendiri?

“Tae?”

Lamunannya seketika terpecah, menyadari seseorang memanggilnya lalu duduk di sebelahnya. “Kau tak bisa dihubungi semalam. Apa terjadi sesuatu?” Soojung memulai, meski wajahnya sendiri juga tak kalah muram.

Taehyung tak langsung menjawab. Benaknya memang memberontak ingin mengeluarkan keluh kesah, tetapi ia ragu.

Akankah ada yang berubah ketika ia membagi masalahnya?

Sampai saat ini mereka memang tak pernah berbagi hal lain selain hal-hal menyenangkan yang mereka nikmati bersama. Seakan mereka memang membangun proteksi, bahwa ketika mereka bersama, masalah apa pun yang menganggu pikiran tak perlu dilibatkan. Mereka mendamba kebahagiaan murni, meski itu semu.

“Taehyung!” Tak sadar Soojung berujar lantang, tatkala sang pemuda tak kunjung memberinya jawaban. Si sulung Han kini menghela napas, “Setidaknya katakan sesuatu. Jangan mengabaikanku.”

Soojung mengalihkan pandangannya, berupaya menyembunyikan amarahnya. Setelah percakapannya dengan Riyeon kemarin, entah mengapa dirinya menjadi begitu sensitif. Dia tak ingin diabaikan meski hanya sedetik, dirinya lelah dan segera ingin melakukan apa pun yang membuatnya melupakan semua itu.

“Aku tidak mengabaikanmu, Soojung.” Taehyung menjawab singkat.

“Lalu apa yang sedang kau lakukan? Kau tidak menjawab pertanyaanku.”

Taehyung memijit pelipisnya, tak sadar juga mulai tersulut emosi. “Ini tentang keluargaku. Bukankah kau juga tak pernah menceritakan apa pun tentang keluargamu? Bukankah topik itu memang hal yang sama-sama kita hindari untuk dibicarakan? Jadi, jangan memaksaku.”

Menyadari kebenaran ujaran sang pemuda, Soojung tak melanjutkan, melainkan segera beranjak hendak menjauh dari sana.

Namun, Taehyung segera menahan tangannya, menyadari sedikit kesalahan dalam responsnya serta potensi kerenggangan hubungan yang sangat ia benci.

“Jangan pergi.” Ujarnya melembut. Berupaya secepat kilat memperbaiki kesalahannya dengan menawarkan hal-hal yang sering mereka lakukan bersama. “Kau ingin kita pergi ke taman dan duduk dengan cup cokelat hangat? Atau mungkin kau ingin pergi ke taman bermain? Atau gudang—”

“Aku tak ingin apa pun.”

“Soojung—”

“Lepaskan!” Soojung menghentak tangan Taehyung yang menahannya. Gadis itu melanjutkan dengan pandangan kecewa dan ikut berujar tanpa berpikir panjang, “Kukira hubungan kita lebih dari ini. Tapi, rasanya kita bahkan tidak mengerti satu sama lain. Hubungan kita rapuh.”

Taehyung menekan belah bibirnya, tak mampu beranjak meski Soojung telah menjauh. Pikiran pria itu kian keruh.

Hubungan rapuh atau kokoh? Dia tak dapat membedakan itu. Apakah hal yang telah membuatnya bisa sedikit tersenyum ini adalah kegagalan juga?


•○•


Biasanya mereka terlibat argumen hanya karena masalah memilih tempat kencan, saling mengomentari hasil lukisan mereka, atau saat saling melempar predikat muka terjelek saat tidur tatkala jam pelajaran kosong.

Iya, hanya berdebat untuk hal-hal sepele yang pada akhirnya mengocok perut hingga tertawa.

Namun, saat ini hal yang awalnya sepele, menjadi besar lalu tak sadar membuat ajang saling melempar kata-kata menyakitkan untuk satu sama lain, membuat hubungan renggang meski mungkin mereka benar-benar saling membutuhkan saat ini.

Entah masalah kian merumit hingga tak dapar diabaikan sejenak lagi, ataukah seperti perkataan yang terlanjur terlontar dari bibirnya, bahwa hubungan mereka memang rapuh.

Yang pasti, Soojung merasa bersalah telah mengatakan itu dan meninggalkan Taehyung begitu saja. Ia terlalu terbawa emosi sesaat.
Namun, memperbaiki hubungannya segera juga bukan pilihan bagus. Pikirannya masih belum begitu tenang, langsung menemui Taehyung sekarang tidak menjamin mereka tidak akan terlibat argumen lagi.

Jadi, ketika langkahnya telah mencapai rumahnya malam itu, Soojung segera berjalan menuju ke kamar untuk beristirahat meski ia sama sekali tidak mengantuk.

Namun, di saat ia bersusah payah untuk menenangkan diri sembari menyambar pakaian ganti dari dalam lemari, penglihatan Soojung tak sengaja tertuju pada beberapa bungkus pembalut wanita di dalam lemari yang masih utuh.

Segera dilanda kekhawatiran pekat, Soojung terdiam beku nyaris menjatuhkan ponselnya ke lantai.

Benar. Ia baru saja mengabaikan hal penting. Dirinya tak memperhatikan siklusnya belakangan ini. Dirinya terlalu sibuk mengalihkan perhatian dari masalah yang menumpuk, selalu mencari celah untuk menghindar.

Meneguk ludah cemas, Soojung segera menyambar hoodie dan mengendap-ngendap kembali menginjakkan kakinya keluar rumah.

Tepat ketika ia telah berhasil membeli testpack dan beberapa saat hanya berdiam diri di dalam kamar mandi, ketakutannya sedikit demi sedikit memuncak hingga kedua tangannya bergetar.

Ia bahkan begitu kesulitan bahkan hanya untuk menekan pilihan call pada kontak Taehyung.

Beberapa kali mencoba menghubungi pria itu, tak ada satupun dari usahanya berhasil.
Akhirnya, setelah menelan bulat-bulat rasa cemasnya sendirian, Soojung menggunakan alat yang telah dibelinya itu.

Sesaat kemudian kepanikan tidak lagi bisa ia abaikan, melainkan terasa mencekiknya tatkala menemui dua garis merah jelas dari testpack di genggaman jarinya. [♤]

Double update, pt. 41 bisa langsung dibaca.

Blue and Grey || ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang