Pt. 46 (Foxglove)

156 10 0
                                    

Taehyung masih begitu betah membongkar satu per satu memori lama yang memang tak pernah sekalipun pergi dari ingatannya. Luka lama yang ia harap bisa disembuhkan waktu, kini seakan berakhir terinfeksi, membusuk dan tak ada kemungkinan sembuh sama sekali.

Mendengar nama Soojung, bahkan dari belah bibir bergetar Riyeon dalam balutan amarah, membuatnya nyaris sepenuhnya kehilangan arah. Ia seakan dipaksa membuka mata lebar, dan menonton seluruh memori dengan gambaran yang lebih jelas dan kian membuat dadanya sesak.

Taeyung teringat, bagaimana ia merasa begitu tak berguna bahkan tak waras ketika menyadari Soojung pergi dari sisinya dengan bayi mereka yang bahkan tak pernah lahir, apalagi ia temui dan pertanggungjawabkan. Bagaimana pengecutnya dirinya membiarkan wanita itu ketakutan dan kebingungan sendirian hanya karena insiden ceroboh yang ia lakukan setengah sadar berujung pada pengabaian dan keterlambatan yang berakhir fatal. Dan bagaimana dengan hanya merefleksi kesalahan yang ia lakukan pada Soojung, dirinya menyetujui begitu saja perjodohan itu, berakhir menikahi Heejin di usia muda lalu kehilangan arah dan melampiaskan emosi bercampur aduk ke berbagai hal sampai ia bertemu Riyeon—wanita yang membuatnya merasa hidup, bukan sekadar menunggu kematian. Tetapi, kini wanita itu juga meninggalkannya.

Di mana sebenarnya letak kesalahan itu? Dari mana kesalahan itu di mulai? Kenapa Riyeon mendadak berubah menjadi begitu membencinya bahkan berujar seakan hubungan mereka hanyalah permainan? Kenapa wanita itu mendadak begitu tahu akan masa lalunya?

Taehyung benar-benar mengabaikan begitu saja luka di kepalanya yang masih dibalut perban untuk mengais terus menerus detail-detail yang lebih rinci dari gundukan besar memori lama itu. Apa pun itu, sekecil apa pun itu Taehyung benar-benar ingin mengetahuinya, agar ia lebih mengerti perkataan penuh luka dan amarah Riyeon, kebencian dan rasa muak pada mata wanita itu dan hubungannya dengan Soojung.

Menyadari kini Riyeon benar-benar tak lagi di sisinya, Taehyung kian dibalut amarah atas tindakan wanita itu, sekaligus begitu putus asa ingin mengetahui segalanya. Di satu sisi Taehyung benar-benar ingin mempertanyakan arti hubungan mereka, dan atas dasar apa Riyeon mempermainkannya dengan begitu mudah. Tetapi, di sisi lain ia setengah mati ingin mencari Riyeon dan memeluk wanita itu, tapi bukan dengan wajah kebingungan dan usaha menerka-nerka, melainkan mengetahui segala seluk beluk akar permasalahan agar ia dapat mengerti bahkan menerima konsekuensi dari rasa sakit di mata wanitanya itu.

Karena ia tak memiliki kesempatan untuk bertanggung jawab atas luka Soojung, maka ia tak akan membiarkan hal itu terulang pada Riyeon. Dan jika mereka berdua memang benar-benar memiliki hubungan, maka ia akan menanggung hukuman apa pun itu. Hanya saja, biarkan dia mendengar segala kebenarannya. Biarkan ia meminta maaf dan menerima hukuman dengan benar.

Taehyung kini memejam sembari menghembuskan napas frustrasi dibalut kelelahan.

Dari mana ia harus memulai untuk melengkapi puzzle tak utuh permasalahan rumit ini?

Kepalanya berdenyut sakit. Ia bahkan tak tahu apa Riyeon masih ingin menemuinya, status hubungan mereka saat ini ataupun di mana sesungguhnya keberadaan wanita itu.

Tidak. Ia harus menemukan wanita itu. Ia tak akan melepas Riyeon apa pun yang terjadi.

Taehyung akhirnya telah memutuskan. Jadi, mengabaikan kondisinya yang jelas masih memerlukan pengobatan dan istirahat, pria itu menyeret kedua tungkainya menjauh dari ruang perawatan dan benar-benar membawa tubuhnya keluar dari rumah sakit.


•○•


Apa ia seharusnya tak menghubungi panggilan darurat? Hingga tak akan ada ambulans yang datang untuk membawa tubuh lemas Taehyung yang tergeletak di lantai? Tapi, bukankah membiarkannya hidup akan menyiksanya lebih lama?

Bukankah ini sudah lebih dari cukup? Bukankah ia sudah sangat berhasil? Tetapi, ke mana kepuasan balas dendam yang ia harapkan? Mengapa ia tak merasakannya sepenuhnya? Apakah karena satu kecerobohannya ini?

Riyeon menyentuh perutnya. Ia memaksa pikirannya untuk fokus, meski ketakutan akan Namjoon yang hendak menangkapnya hingga rencana balas dendamnya pada Taehyung yang berakhir dengan insiden tak terduga dan menyisakan bagian diri pria itu dalam rahimnya.

Janin ini hanya hal tak berarti yang bisa disingkirkan, kan? Hanya dengan menyingkirkan sisa hal yang berkaitan dengan Taehyung dan pergi jauh hingga Namjoon tak akan bisa menangkapnya, hanya hal itu yang perlu ia lakukan sebelum benar-benar terbebas, kan?

Riyeon kesusahan meyakinkan dan menenangkan dirinya sendiri untuk segera memilih pilihan, meluruskan pikiran dan segera keluar dari flat yang dulu sempat ia tinggali bersama ibunya itu.

Tetapi, memangnya ke mana dia bisa terus berlari? Bukankah masa lalu yang tak terselesaikan ini akan terus mengejarnya tanpa ampun? Bahkan pikiran keruh beserta perasaan bercampur aduk ini malah membawanya kembali ke dalam flat ini—ke dalam tempat terkutuk lainnya, seakan tak ada tempat lain yang bisa ia datangi. Ia seakan berputar-putar pada poros yang sama. Ia sama sekali tidak bebas, bahkan ia tak pernah sekalipun bebas. Ia hanya berpindah-pindah tempat dengan perasaan tercekik yang sama.

Kali ini Riyeon tertawa singkat. Wanita itu menarik sudut bibirnya, tersenyum kecut.

Kalau begitu, mari kita liat seberapa jauh perasaan tercekik ini akan menghancurkanku.

Wanita itu tak lagi terpuruk di sudut ruangan, melainkan telah beranjak dan menyambar pisau di dekat meja. Ia tak lagi peduli pada risiko atau apa pun yang akan ia hadapi. Ia membunuh segala perasaan dan pikiran mengganggu, dan hanya menyisakan akal yang nyaris tak waras dan sisa keinginannya yang hanya ingin melihat sejauh mana skenario takdir akan membawanya.

Hingga tepat di depan pintu, Riyeon menyembunyikan pisaunya di belakang punggung.

Tepat ketika pintu terbuka dan wajah sang tamu yang sejak lama ia ketahui telah mengikuti dan mengintai dirinya itu terlihat, Riyeon segera memotong jarak mereka dengan cepat, berusaha menancapkan pisau tersebut tepat pada titik lemah sang lawan. "Enyahlah, bajingan!" [♤]

Blue and Grey || ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang