“Soojung!” Taehyung mengerang, merasakan rangsangan mendadak yang diberikan Soojung padanya.
Pria itu segera menepis tangan sang gadis, dan menyambar bibir memerah Soojung dengan bibirnya sembari tergesa melepas bawahannya.
“Jadi kau mulai berani, huh?” Si Kim memamerkan seringai di sela-sela ciuman yang ia sajikan. “Aku menjadi semakin tidak tahan.”
“Kalau begitu cepatlah. Aku tak ingin menunggu.”
Kecipak liur segera terdengar dari perhelatan lidah keduanya. Bahkan tanpa melepas pagutan bibir, Taehyung segera menarik pinggul Soojung, membawa kedua paha terbukanya untuk bersiap menerima kenikmatan yang dimintanya, sebelum erangan keduanya segera menggema di dalam ruangan, pertanda permainan penuh gairah sepasang siswa yang biasa berlangsung di sana, sekali lagi terjadi.
Keduanya bahkan tak repot-repot untuk melepas seragam mereka sepenuhnya, ataupun menyewa tempat yang lebih tersembunyi. Ruangan usang temaram, meja kayu berdecit, kemeja yang setengah terbuka, celana melorot, rok yang tersingkap beserta tubuh yang saling berimpitan seakan bagian dari sensasi hubungan intim mereka; suatu aktivitas menyenangkan yang mereka temukan sebagai remaja beranjak dewasa berumur belasan tahun.
Taehyung kembali menggeram, meraup oksigen dengan serakah begitu pagutan bibir dan penyatuan tubuh mereka terlepas. Dengan kondisi yang tak jauh berbeda, Soojung membawa tubuhnya turun dari meja.
Mengetahui niatan sang gadis, Taehyung membantu Soojung membalik tubuhnya menjadi posisi menungging, dengan dada yang menempel pada meja. Si Kim segera melanjutkan permainan dengan menyingkap rok bagian belakang Soojung dan mengentak liang sang gadis dari belakang.
Belah bibir Soojung kini terbuka, bahkan tanpa perlu lumatan bibir, ia terengah, “T-Tae...Taehyung...”
“Kenapa? Apa...kau menyukainya?” Si Kim terkekeh penuh kemenangan.
Sesaat kemudian, keduanya tak berujar lebih selain memejamkan mata, dengan napas saling memburu, begitu menikmati permainan sekaligus menghadang setiap pikiran yang bergulir di dalam sana yang memaksa mereka bimbang di satu sisi sekaligus tak ingin goyah di sisi lainnya.
Ada yang terasa salah. Tetapi, mengapa mereka seakan begitu ingin mengabaikannya? Ini begitu menyenangkan, mengapa harus berhenti? Ini terasa seperti obat penenang, atau...apakah ini hanya sekadar pelarian dan pelampiasan belaka? Entahlah. Salahkah? Atau sangat salah? Atau tidak ada yang salah dan mereka hanya terjebak dan memang harus melalui ini? Atau...abaikan saja semua pikiran mengganggu, lalu biarkan diri tenggelam dalam semua kemanisan dan kenikmatan ini?
Pilihan terakhir sudah terlanjur terpilih.
•○•
“Seragamku sudah rapi, kan?” Soojung berdeham, memperbaiki letak dasinya sembari memperlambat langkah dan mengisyaratkan Taehyung untuk menilai penampilannya.Si Kim yang berjalan beriringan dengannya malah meloloskan tawa sebelum berujar, “Sudah sangat rapi. Tapi, di lehermu terlihat ada bekas gigitanku.”
“Hah? Yang benar? Dimana? Kenapa kau harus mencetak tanda di sana?”
Tawa Taehyung menggema lebih keras kali ini, melihat bualannya mendapat reaksi panik Soojung yang sangat lucu di matanya.
“Kenapa kau tertawa?” Soojung mencebik, mendorong tubuh Taehyung agar menjauh.
“Hei, kau kira aku vampir? Sampai-sampai meninggalkan bekas gigitan di lehermu?”
Sang gadis masih mempertahankan tatapan tajamnya. Ia berujar ketus. “Bualanmu sangat tidak lucu. Kau kira akan ada hal yang menghibur ketika ada yang melihat bekas permainan kita?”“Ah, iya-iya maaf.” Si Kim berujar memelas sembari menyambar tangan Soojung dan menggenggamnya erat. Ia melanjutkan pelan, “Jangan marah, kumohon. Aku hanya bercanda, dan aku sangat tidak suka konflik sekecil apa pun. Aku benci, ketika hubungan kita renggang.” Wajah Taehyung berubah keruh, seakan menyatakan bahwa ucapannya tadi benar-benar bukanlah lelucon.
Soojung menghela napas. Tentu, ia sangat sadar seperti apa hubungan mereka. Rasa yang terjalin erat dan yang terpenting mereka telah saling menjadikan diri sebagai sandaran satu sama lain—menjadi satu-satunya tempat mereka dapat melepas topeng kepalsuan. Mungkin, orang-orang hanya akan menilai mereka sebagai sepasang kekasih yang tengah begitu kasmaran; hanya remaja belasan tahun yang baru mengenal apa itu rasa berdebar di benak mereka, hingga seakan tak mampu untuk berpisah. Mungkin, mungkin memang begitu, tapi satu yang Soojung dapat yakini, bahwa ia tak bisa melepas Taehyung.
Ah, apa ia sebegitu jatuh hati dengan pemuda di sampingnya ini?
Mendadak Taehyung meremas tangannya lebih erat dan menghentikan langkahnya. “Kau tahu?Aku seakan tak mampu melepasmu, meski hanya sedetik.”
Pemuda itu menatapnya lurus. Sejenak Soojung tertegun dan hanya bisa mengulas senyum sembari mengangguk.
Mereka merasakan hal yang sama. Mereka hanya begitu saling membutuhkan satu sama lain dan menikmati hubungan ini dengan cara pilihan mereka. Tak ada yang salah, kan?
Dirinya kemudian tak segan berjinjit, dan memberikan kecupan singkat di bibir Taehyung.
“Tapi kau harus melepasku sekarang, karena kita hampir sampai di rumahku.” Ia tak menghiraukan netra Taehyung yang masih membulat kaget, tatkala jari telunjuknya menyentuh bibir sang pria yang baru saja dihadiahinya ciuman. Soojung melanjutkan sembari tersenyum lebar, “Ini sebagai ucapan selamat malam dan ... kurasa bibirmu membutuhkan pelembab, jadi aku baru saja berbagi lipbalm denganmu.”
“Hei,” Taehyung menjilat bibirnya, “Aku ingin memakanmu.”
Soojung meloloskan tawa singkat dan segera melarikan diri dari si Kim yang seakan tak terima dengan perlakuannya tadi. “Sampai jumpa besok!”
“Manis, kita belum selesai, kau tidak bisa meninggalkanku seperti ini!”
Tangan Soojung melambai. “Pulanglah, Tae!”
“Cih,” Si Kim masih menampilkan ekspresi tak terima meski kemudian berakhir tersenyum lebar dan malah kembali mendekat ke arah Soojung.
“Kubilang pulang, Tae! Kita bisa ketahuan—“
“Hubungi aku nanti malam.” Pria itu berbisik sembari mendaratkan ciuman kilat di pipi sang gadis. Ia melanjutkan sebelum melebarkan jarak mereka, “Ingat juga untuk mengobati paha dan pergelangan tanganmu. Luka akibat permainan yang sebelumnya harus segera diobati lagi, hm?”
Soojung mengangguk patuh sebagai jawaban.
Taehyung kini telah benar-benar melebarkan jarak mereka dan berjalan menjauh berbarengan dengan Soojung yang berbalik dan segera kehilangan senyum semringah di wajahnya ketika menemukan sosok yang perlahan mendekat ke arahnya dengan asap rokok yang berpendar pada udara dingin malam.
“Wah, kenapa kau pulang, hm? Seharusnya kau menginap di motel saja dan mendesah sampai pagi dengan laki-laki tadi.” [♤]
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue and Grey || ✔
FanfikceAwalnya, Riyeon merasa dirinya hanya terjebak di antara kisah sang kakak dan Taehyung serta hasrat untuk membalas sebuah luka. Namun, nyatanya, pijakan kakinya, luka, dan ambisinya untuk membalas dendam hanya secuil bagian tak penting dalam hubungan...