34. Bersemi

41 8 0
                                    

🌸Kamu bagai tanda titik pada sebuah kalimat, entah bagaimana alurnya tujuan akhirnya tetap sama.🌸 

AUTHOR POV

Kini kedua orang itu sedang berdiri berdampingan agak jauh dari keramaian tapi masih di area pernikahan tersebut. Mereka berdua sama-sama terdiam, mungkin sangking canggung nya dan bingung harus bagaimana setelah perpisahan yang terjadi. Defa terus memainkan jari jemarinya, sedangkan Ryan berusaha beberapa kali melirik Defa.

"Kenapa bisa ada disini?" Tanya Defa memberanikan diri yang akhirnya memecah keheningan diantara mereka, entah kenapa sesuatu perasaan sesak tapi juga senang muncul dari dalam hatinya Ryan.

"I-ini acara pernikahan anaknya Om Radit." Jawab Ryan dengan kikuk.

"Harusnya Kak Radit aja kan yang ada disini, kenapa kamu juga?" Tanya Defa lagi tanpa melihat ke arah Ryan.

"Kebetulan lagi liburan semester dan kebetulan juga aku baru selesai tanding."

Mendengar itu, Defa langsung menoleh ke arah Ryan. Namun karena masih canggung, ia langsung memalingkan wajahnya lagi.

"Terus gimana?" Pertanyaannya terdengar ambigu, tapi Ryan mengerti maksud dari pertanyaan Defa itu.

"Aku menang." Jawab Ryan. Terihat senyuman simpul dari Defa. Sangat tipis, bahkan Ryan saja tidak menyadarinya.

"Selamat."

Tidak terdengar balasan dari Ryan dan keheningan pun terjadi. Hanya ada suara hembusan angin yang menyapu tiap-tiap ujung rambut Defa. Defa terus menatap lurus dengan pandangan sendu, sementara Ryan terus menunduk. Dan situasi ini terjadi untuk beberapa saat.

Walau dalam keheningan, tapi rasanya setiap perasaan yang mereka alami seperti tersalurkan satu sama lain. Keduanya sama-sama memancarkan aura penyesalan.

Terlihat Defa menarik nafas panjang lalu membuangnya.

"Aku pergi ya." Kata Defa tapi sebelum sempat melangkah, Ryan sudah langsung meraih tangan Defa.

"Def," Panggil Ryan seraya mengambil nafas berat.

"Rasanya gak enak karena itu keputusan sepihak. Aku terus mikirin alesannya dan sebenernya hubungan kita ini gimana." Sambung Ryan dimana Defa masih tidak menoleh ke arahnya. Bukan karena muak, tapi saat ini ia sedang susah payah untuk menahan tangisnya dan tidak ingin hal itu dilihat oleh Ryan. Karena ia merasa kepergiannya ini justru agar membuatnya lebih tegar dan damai, tapi siapa sangka takdir mempertemukan mereka kembali di situasi yang tidak pernah sekalipun mereka sangka.

"Se-selama gak ada kamu hari-hari yang aku jalani rasanya berat. A-aku berusaha kuat dan se-setiap hari harus bohongin diri sendiri. Kehilangan kamu buat aku sadar gimana pentingnya punya seseorang di saat-saat yang sulit. Se-selama masa pertandingan aku bener-bener...."

Dalam hitungan detik, tembok yang susah payah Defa bangun langsung hancur ketika mendengar suara Ryan yang bergetar dan mulai menangis. Walau sudah beberapa kali melihat Ryan seputus asa ini, tapi mendengar suara cowok itu yang penuh kesakitan bahkan sampai menangis adalah hal pertama baginya. Defa menggigit bibir bagian bawahnya untuk menahan rasa sakit yang kian membesar menyerang dadanya. Tapi usaha itu tidak berlangsung lama sampai akhirnya ia berbalik badan dan dengan cepat memeluk tubuh Ryan.

"Ma-maaf." Kata Defa yang kini sudah menangis. Ryan pun membalas pelukan itu dengan sangat erat.

"Tarik lagi kata-kata itu Def." Ucap Ryan mengacu pada keputusan Defa yang memutuskannya secara sepihak dan Defa sendiri juga mengerti arah ucapannya itu. Hatinya semakin sakit saat merasakan tubuh Ryan yang bergetar.

Between Us (Sequel A Cool Boy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang