TIGA PULUH TIGA

11 3 0
                                    

Zafran menghampiri Karin yang sedang tertidur di atas bangkunya. Ia tersenyum di saat melihat Karin yang tertidur dengan kedua tangan menjadi bantalnya. Ternyata Karin semakin cantik saat tertidur seperti ini.

Ia mengambil salah satu kursi kosong, menyeretnya di dekat Karin. Ia duduk dengan pandangan masih fokus ke arah karin.

"Kamu cantik. Nggak salah aku milih kamu."

Mata Karin bergerak kemudian perlahan terbuka. Ia langsung menegakkan tubuhnya saat melihat Zafran yang tersenyum ke arahnya.

"Ngapain senyum senyum?" Tanya Karin ketus.

"Liatin wajah kamu. Cantik."

Karin menunduk. Kedua pipinya tiba tiba memanas. Ia memegang kedua pipinya. Ia tersipu malu.

"Masa sih?" Tanya Karin tak percaya.

Zafran tertawa kecil." Nggak,kamujelek." Jawab Zafran cepat lalu berlari keluar kelas menghindari Karin yang hendak memukulnya.

"NGESELIN!"

———

Zafran menghentikan motornya di suatu tempat yang sering ia datangi di kala merasa kesepian. Apalagi kalau bukan danau Singkarak. Ia melepaskan helmnya dan turun dari motornya.

"Turun." Suruh nya terhadap karin yang masih diam di atas motornya dengan tangan yang bersedekap dada dan wajah yang cemberut.

Karin memalingkan wajahnya tidak menghiraukan ucapan Zafran. Ia masih merasa kesal terhadap Zafran saat tadi di sekolah.

Zafran menghela nafas pelan. Tak lama kemudian, ia tersenyum jahil. Ia langsung menggoyangkan motornya dengan kuat yang membuat Karin langsung mengalungkan kedua tangannya ke tengkuk leher Zafran. Mereka saling tatap.

Zafran meniup wajah Karin yang membuat Karin mengerjapkan matanya dan sadar kalau dirinya dari tadi memandangi wajah Zafran, yang menurutnya sangat tampan.

Sontak ia langsung melepaskan kedua tangannya yang mengapung di leher Zafran. Tangannya kembali bersedekap di dada.

"Modus." Ucap Karin.

"Turun." Suruh Zafran.

Kali ini Karin tidak menolak, ia mengikuti perintah Zafran. Ia turun dari motor Zafran dan melepas helm yang ia pakai.

"Mau ke sana?" Tanya Zafran sambil menunjuk rumah pohon di dekat danau dengan taman taman bunga yang indah menghiasi sekitarnya.

Suasana hati Karin langsung berubah menjadi keceriaan. Rasa kesalnya terhadap Zafran tiba tiba menghilang di benak pikirannya saat melihat tempat yang Zafran tunjuk tadi.

"Boleh." Balas Karin sambil tersenyum ke arah Zafran.

Zafran terkekeh melihat Karin yang awalnya cemberut,sekarang menjadi bahagia.

"Nggak ngambek lagi, nih?"

Karin meringis sebagai jawaban pertanyaan Zafran. Mereka berjalan menuju rumah pohon itu. Zafran naik terlebih dahulu ke atas rumah pohon itu dan di susul oleh Karin di bawahnya. Mereka menghadap ke arah tenggelamnya sang Surya. Langit sore terlihat indah. Cahaya berwarna jingga menghiasi langit di tambah pemandangan danau yang begitu indah.

" Do you like this place?" Tanya Zafran.

"I like it very much." Balas karin

Mereka berdua menikmati indahnya pemandangan sore hari di atas rumah pohon. Zafran mengeluarkan ponselnya dari saku celana dan diam diam mengambil gambar Karin yang masih fokus melihat langit sore.

"So beautiful." Ucap Zafran.

Karin menoleh ke arah Zafran yang fokus melihat ponselnya.

"Siapa?" Tanya Karin.

"My Queen Karina Elvaretha." Ucap Zafran sambil menunjukkan foto Karin yang tadi di ambilnya.

Karin tertunduk sambil tersenyum malu. Oh tidak, Zafran telah berhasil membuatnya malu. Jantungnya berdetak dua kali lebih kencang.

"Merah." Ucap Zafran

"Langitnya?"

"No, but your cheeks."

"Ish, lo mah."

Zafran terkekeh melihat kelakuan Karin. Lucu? Jangan di tanya. Menurutnya Karin itu itu sangat lucu dan menggemaskan, apa lagi saat dirinya marah. Ia melihat ke arah Karin yang masih menikmati indahnya pemandangan sore hari.

"Makasih ya kar, udah hadir di hidup gue." Batinnya sambil tersenyum.

———

Hari semakin malam. Bulan dan bintang mulai menghiasi langit dunia. Waktu menunjukkan pukul sembilan malam. Zafran turun dari kamarnya menuju dapur untuk membasahi tenggorokannya yang kering. Ia mengambil sebuah gelas dan menuangkan air di dalamnya lalu meneguknya.

Pintu rumahnya tiba tiba terbuka dan tertutup dengan keras. Zafran yang penasaran, langsung melihat keadaan di ruang utama.

Ia melihat ayahnya yang sedang berjalan sempoyongan menuju lantai dua. Ia berfikiran bahwa ayahnya itu mabuk. Ia menghampiri ayahnya yang hendak memasuki kamarnya.

"Pa." Panggil Zafran.

Andra menghentikan langkahnya dan berbalik badan menghadap Zafran.

"Papa mabuk?"

"Bukan urusanmu."

"Papa kapan sadar sih?!"

"Saya bilang, ini bukan urusanmu. Jadi jangan urusi saya."

"Papa bener bener berubah setelah kepergian mama. Papa nggak takut sama siksa tuhan. Kasian mama pa. Di sekarang pasti sedih."

"JANGAN URUSI SAYA!"

"KALO NGGAK ZAF URUSI, HIDUP PAPA NGGAK AKAN TERATUR. DAN ZAF NGGAK MAU ITU."

BUGH

Dengan mudah tangan Andra meninju tepat di mulut nya. Zafran memegang mulutnya. Ia merasakan mulutnya mengeluarkan darah. Ia menyekanya dengan telapak tangan.

"LIHAT. PAPA SEKARANG TAK SEBAIK DULU. DAN ITU SEMUA KARENA HIDUP PAPA YANG BURUK."

Tangan Andra mengepal dengan kuatnya. Ia menarik kerah kaos yang Zafran kenakan. Ia sangat benar benar marah saat ini.

"Kamu, jangan pernah mengurusi hidup saya. Dengar itu."

Andra melepas cengkraman nya dari kerah kaos Zafran dan menuju kamarnya. Zafran menatap pintu kamar ayahnya dengan tatapan sedih.

""Zaf cuma nggak mau papa terjerumus sama jalan yang salah." Gumamnya lalu kembali masuk ke dalam kamarnya.

———

ZAFRANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang