EMPAT PULUH

13 3 0
                                    

"Innalillahi..."

Ucapan Karin membuat zafran langsung menoleh. Karin memperlihatkan salah satu postingan seorang anak seumuran SMP yang terbaring di atas brankar rumah sakit dengan keadaan meninggal dunia.

"Kasihan ya anak ini. Padahal masih kecil, tapi udah meninggal." Ucap karin

"Ya, mau gimana lagi, takdir tuhan yang nggak bisa di ubah."

Karin mengangguk menyetujui. Memang, kematian itu adalah takdir dari tuhan yang tidak bisa di ubah. Ia kembali melihat postingan lain di beranda sedangkan zafran kembali fokus melihat langit senja yang mulai gelap. Matahari sudah tenggelam sebagian.

Ia melihat jam tangan yang terpasang di pergelangan tangan kirinya. Waktu menunjukkan 17.29.

"Bentar lagi mau Maghrib."

Ucapan zafran membuat Karin menghentikan kegiatannya. Ia melihat jam di ponsel. 17.29.
Dirinya terlalu asyik bermain ponsel. Untung saja zafran selalu mengingatkannya.

"Yaudah, aku sholat dulu. Kamu nggak apa apa kan sendirian di sini?"

"Nggak apa apa. Buruan gih."

Karin langsung memberikan ponsel ke zafran dan beranjak dari tempat duduknya, berjalan menuju suatu masjid yang tak jauh dari lokasi pantai.

"Salah satu impian gue, jadi seorang muslim."

———

GRUP BPJS (Barisan para cowok sukses)

Kita di tantang sama Viko tanding
basket di lap sekolahnya

Kelvin
Gue terima tantanganny

Devan
Gue jg

Riza
Siap siap utk 😭

Polos
Ikuttttttt!!!

Kita kumpul  dlap Bulusari

Zafran menaruh  ponsel nya di meja bundar yang berada di depannya. Kimi ia berada di sebuah restoran yang lokasinya agak jauh dari pantai, bersama Karin yang kini duduk di hadapannya. Mereka sibuk dengan ponsel mereka masing masing sembari menunggu pesanan mereka datang.

"Zaf." Panggil karin.

"Hm."

"Kalo misal di suruh milih dus opsi, antara hidup sebentar tanpa penyakit atau hidup lama  dengan penyakit."

"Kenapa tiba tiba tanya gitu?"

"Ya flashback aja dari kejadian anak tadi. Misal kalo kejadian itu menimpa diri kamu, kamu milih mana. Aku bukan mendoakan lho ya.''

"Hidup sebentar tanpa penyakit."

"Alasan?"

"Karena hidup dengan penyakit itu bikin hidup hancur dan menderita."zafran menarik nafas panjang lalu membuangnya perlahan

"Dan itu yang aku rasakan sekarang"

Ucapan zafran sebenarnya lirih, namun masih bisa di dengar oleh Karin. Entah mengapa dadanya terasa sesak setelah mendengar ucapan zafran. Matanya mulai memanas dan berkaca kaca.

"Kamu sakit?" Tanya Karin

"Kamu hanya tau beberapa hal dariku. Masih banyak hal yang masih belum kamu ketahui dari ku, salah satu tentang penyakit yang aku rasakan sekarang."

"Setelah kepergian nyokap, aku selalu di siksa sama bokap. Dia selalu memberiku luka batin dan sampai nggak mau anggap aku sebagai anaknya lagi. Dan semenjak itu juga, gue divonis memiliki penyakit berbahaya yang sekarang—"

Zafran menggantungkan ucapannya. Ia menarik nafas pelan lalu membuangnya.

"Memasuki stadium akhir."

Sakit, sekarang itu yang dirasakan oleh zafran. Awalnya memang dirinya tidak mau untuk memberi hal seperti ini kepada Karin. Ia takut kalau ratunya ini akan kalut dalam kesedihan. Ia tak mau ratunya bersedih. Tapi, mau bagaimana lagi, waktunya sudah tidak lama lagi.

Air mata mengalir membasahi pipi Karin. Ternyata hidupnya tak kalah jauh dari zafran. Yang sesali di sakiti oleh keluarganya sendiri.
Di bandingkan dengan sang adik.

Karin mengusap matanya yang basah karena air mata. Pandangannya tertuju kepada zafran.

"Kamu harus kuat, kita jalani hidup sama sama." Batinnya.

———

ZAFRANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang