EMPAT PULUH TUJUH

16 3 0
                                    

Karin sedang memasukkan barang barangnya ke dalam kopernya yang di bantu oleh aeron. Besok dirinya sudah harus kembali ke Jakarta karena masa liburannya sudah habis. Satu bulan liburan ia habiskan untuk pergi ke surabaya.

"Kayak semangat aja kamu?" Tanya Aeron terhadap karin.

"Iya dong. Soalnya di sana ada seseorang yang aku tunggu selama ini."

"Siapa?"

"Zafran. Dia Zafran. Orang yang sudah mengisi hati ku. Dia baik banget.  Dia orang yang hebat dan kuat om. Nih ya, dia itu korban kekerasan ayahnya selama kurang lebih sembilan tahun om katanya."

"Kasihan ya." Ucap Aeron.

"Iya. Tapi dia kuat kok sampai sekarang. Nggak ngeluh."

"Om bantuin doa ya, semoga keponakan om ini bisa terus sama sama zafran sampai ke pelaminan."

"Amiiin." Ucap Karin sambil memeluk tubuh Aeron. "Walaupun itu sangat mustahil." Lanjutnya dalam hati.

Malam itu mereka berdua menghabiskan waktunya dengan menikmati indahnya malam sambil saling bertukar cerita.

———

Sirine ambulans terdengar jelas di Indra pendengaran milik Andra yang saat itu sedang berada di ruang tamu bersama Citra. Karena penasaran, ia berjalan keluar rumah untuk melihat keadaan luar rumahnya.

Kenapa rumahnya kedatangan ambulans? Siapa yang sakit?

Di luar ia melihat sebuah ambulans yang terparkir di halaman rumahnya. Petugas ambulans tampak mengeluarkan seseorang dari belakang ambulans. Ya, itu adalah jenazah zafran.

"Permisi, atas nama bapak Andra?" Tanya salah satu dari petugas ambulans.

"Benar saya sendiri. Kenapa ya pak?"

"Kami dari pihak rumah sakit turut berduka cita atas kematian anak bapak yang bernama zafran alfriza semalam. Kami mau mengantarkan jenazah kembali kepada keluarganya."

Tubuh Andra menghangat seketika saat mendengar bahwa anaknya telah meninggal dunia. Ia langsung berlari menghampiri jenazah anaknya yang baru saja di turunkan dari dalam ambulans.

Sedih dan menyesal. Perasaan itu yang Andra rasakan sekarang. Ia menyesali perbuatannya sendiri yang ia lakukan terhadap anaknya. Ia selalu menyakiti bahkan sampai mengusirnya.

Sekarang, ia harus bersedih karena anak nya telah meninggalkannya terlebih dahulu tanpa pernah merasakan yang namanya kasih sayang.

"Bawa dia masuk." Suruh Andra.

Para petugas membawa jenazah zafran ke dalam rumah Andra. Andra mengikuti pelan langkah para petugas rumah sakit yang memasuki rumahnya.

"Maafin papa zaf. Papa menyesal." Batin Andra.

———

Proses pemakaman zafran di lakukan saat itu juga. Setelah di mandikan dan di sholatkan, zafran langsung di bawa ke tempat terakhirnya. Ia di makamkan dengan cara yang islami.

Para peziarah mulai meninggalkan lokasi pemakaman hingga menyisakan andra dan citra disana.

Andra duduk jongkok di sebelah kuburan anaknya itu sambil memegang batu nisan yang bertuliskan 'Zafran Alfriza '.

"Kenapa kamu nggak bilang kalo kamu sakit parah?" Tanya Andra

Andra tersenyum miris. Ia tahu jawabannya jika saja zafran masih hidup

Kalo papa zaf kasih tahu tentang penyakit zafran, emang papa mau peduli? Emang papa mau merawat zafran?

Begitulah jawaban yang di pikirkan oleh Andra saat itu.

"Maafin papa ya nak. Papa nggak kasih kamu kebahagiaan. Maafin papa."

Setetes air mata keluar dari pelupuk mata yang mengalir membasahi pipi Andra. Citra yang berada di belakang Andra langsung berjongkok sambil mengelus punggung Andra agar Andra lebih tenang.

"Mas, sudah. Biarkan zafran pergi dengan tenang. Kalo mas nangis, pasti zafran bakalan ikut sedih juga. Sudah. Ikhlaskan dia mas."

Andra mengusap air matanya lalu berdiri.

"Maafin papa ya nak."

Setelah Andra mengucapkan kalimat itu, ia langsung pergi meninggalkan pemakaman bersama Citra

Arwah zafran terlihat tersenyum melihat ayahnya yang masih mau menghampiri kuburannya dan menyesali apa yang di perbuatnya terhadap dirinya. Tak lama kemudian, arwah zafran menghilang begitu saja dan tiba tiba hujan turun dengan derasnya.

———

Dua hari berlalu

Sebuah taksi berhenti tepat di depan gerbang rumah Devan yang terbuka sedikit.
Karin turun dari taksi dan membayarnya lalu ia masuk ke dalam rumah Devan sambil membawa sebuah paper bag.

Ia mengetuk rumah Devan. Tak lama kemudian pintu terbuka dan memperlihatkan sosok devan.

"Hai Devan."

"Hai. Karin, kapan pulang?" Tanya Devan.

"Kemarin. Oh ya, ini gue ada oleh oleh. Ambil ya." Ucap Karin sambil memberikan paper bag yang di bawanya.

Devan mengambilnya dengan senang hati.

"Thank's." Karin mengangguk.

"By the way, zafrannya ada?"

Devan melupakan satu hal. Karin belum mengetahui tentang kematian zafran dua hari yang lalu. Ia terlihat bingung saat ingin menjawab pertanyaan Karin. Dan tak lama, ia menjawab pertanyaan Karin.

"Gue antar lo ke zafran tapi dengan satu syarat."

"Lo harus terima keadaan."

———

ZAFRANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang