EMPAT PULUH DELAPAN

20 3 0
                                    

Devan berhenti di salah satu pemakaman umum yang membuat Karin bingung. Kenapa Devan mengajaknya ke pemakaman?

"Van, ngapain kita ke kuburan?" Tanya Karin.

"Gue antar lo ke zafran." Jawab Devan.

Karin mengerutkan dahinya. Membawanya ke zafran. Oh apa mungkin zafran sedang berkunjung ke kuburan ibunya. Iya, mungkin saja begitu.

Karin mengikuti langkah Devan memasuki kawasan pemakaman. Langkah Devan terhenti di salah satu satu kuburan yang masih terlihat baru. Karin melihat di sekeliling kuburan. Sepi, bahkan hanya mereka berdua di sana. Jadi, zafrannya dimana?

"Zafran mana Dev?"

Devan menunjuk ke kuburan baru yang berada di depannya. Karin melihat nama di batu nisan kuburan tersebut. Secara tak sadar, air mata keluar begitu saja dari kelopak matanya Karin. Ia berjalan perlahan mendekati kuburan tersebut dan jongkok di samping kuburan tersebut. Kuburan milik Zafran Alfriza.

"Halo zaf. Aku udah kembali lagi. Aku kangen sama kamu. Kata kamu, kamu kangen. Mungkin, kangen yang kamu maksud itu bukan kangen sama aku ya, tapi sama ibumu. Aku nggak tau kalo kamu udah tenang di sisi Allah zaf." Suara Karin terdengar serak.

"Kenapa lo nggak bilang langsung aja ke gue, Van?" Karin beralih kepada Devan yang masih berdiri di belakangnya.

"Dia yang minta sendiri. Jangan sampai lo tau tentang kematian nya. Jikapun harus tau, anterin langsung ke kuburannya."

Karin sesenggukan. Ia mengusap air matanya menggunakan telapak tangannya.

"Aku berharap akan hidup bersama sampai kita tua nanti zaf. Tapi, harapan itu hanya khayalan ku saja. Ternyata Allah lebih sayang sama kamu."

"Ayo pulang." Ajak Karin terhadap Devan.

Devan mengangguk menyetujuinya dan berjalan menuju luar pemakaman yang disusul oleh Karin di belakangnya.

"Maafin aku zaf. Aku nggak bisa melupakanmu." Ucap Karin sebelum benar benar meninggalkan pemakaman.

———

Andra berjalan pelan menuju balkon rumahnya. Ia menarik nafas panjang lalu membuangnya perlahan.

Kesepian, itu yang ia rasakan sekarang. Kesepian tanpa kehadiran zafran. Anak satu satunya yang selalu ia siksa setiap hari bahkan sampai di usirnya.

"Zafran Alfriza, anak laki laki yang kuat dalam menghadapi masalah di hidupnya. Anak laki laki yang selalu aku siksa setiap harinya. Dan disaat dirinya tiada, aku menyesal karena telah menyia nyiakannya. Dia harus meninggal tanpa bisa merasakan kasih sayang dari ayahnya."

"Maafin papa nak. Papa menyesal. Jika saja kamu masih hidup, kamu bisa menhukum papa."

"Aku nggak yakin kalau zafran memaafkan ku."

"Papa hanya mau kamu tenang di sana nak. Kamu pasti akan bertemu dengan Jessy. Sampaikan salam papa ke ibu kamu nak."

Andra mengusap wajahnya. Ia benar benar menyesal sekarang. Ternyata seperti ini kehilangan anak yang telah ia sia siakan.

"Aku nggak pantas jadi ayah."

———

ZAFRANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang