28|| (Masih) Penderitaan Faezya

29 5 0
                                    

Hai, Gaffi hadir kembali 🤗

Mohon bantuan vote dan komennya yaaa 🤭

Selamat membaca dan moga bermanfaat 🤗

🍁🍁🍁


“Ucapkan salam ketika masuk rumah, Faezya.” Gaffi menegur Faezya yang baru saja tiba tanpa mengucapkan salam.

Faezya melirik sekilas Gaffi yang duduk di kursi ruang tamu, lalu melengos masuk ke dalam kamar. Setelah melepas sepatu dan tasnya, dia lantas membongkar paper bag belanjaannya di atas kasur.

Pintu kamar terbuka, Gaffi masuk dan memandang beberapa pakaian baru yang berserakan di atas kasur.

“Kamu habis belanja?” Gaffi bertanya, memandang intens Faezya yang sibuk memeriksa pakaian barunya.

“Udah tau, malah nanya,” sinis Faezya tanpa menoleh ke arah suaminya.

“Kamu dapat uang dari mana belanja sebanyak ini?” Gaffi kembali bertanya, memandang bergantian pada Faezya dan pakaian baru perempuan itu. Melihat nama brand ternama di paper bag itu, Gaffi tahu harga semuanya tidaklah murah.

Faezya meletakkan sebuah dress sabrina yang dipegangnya ke kasur dengan kasar. Dia lalu mengangkat pandangannya pada Gaffi. “Gue utang, kenapa?” lontarnya dengan nada pongah.

Di tengah kebingungan dan rasa kesal di toko baju tadi, Rebecca akhirnya meminjamkan uang untuk membayar belanjaannya yang sudah dikemas. Faezya tidak dapat membayangkan betapa malunya dia jika temannya tidak ada, sementara belanjaannya telah dikemas.

Mata Gaffi melebar. “Utang?”

Faezya mengangguk tanpa ragu.

“Kamu utang ke siapa? Berapa?” cecar Gaffi. Rasa pening mulai merambat ke kepalanya.

“Ke teman gue,” jawab Faezya santai. “Lima juta.”

“Lima juta?”

Faezya kembali mengangguk mantap.

Gaffi terdiam. Dia merasa kepalanya seperti habis dilempar batu. Napasnya terasa sesak. Lima juta untuk beberapa lembar baju saja? Astagfirullah ... uang sebanyak itu bisa dipakai untuk kehidupan mereka selama satu bulan, bahkan ada sisa untuk ditabung sedikit.

Astagfirullah ... Ya Allah, Faezya.” Gaffi memijit keningnya yang berdenyut. Dia tidak tahu harus bersikap seperti apa di saat seperti ini. “Kenapa kamu tidak bilang ke saya dulu? Itu bukan uang yang sedikit, Faezya.”

Faezya mengedik tak acuh. Dia senang melihat raut frustrasi laki-laki itu. Ini hanya sebagian kecil dari pembalasannya, dia akan membalas lebih kejam lagi hingga laki-laki itu capek dengannya.

“Jangan salahi gue, dong. Salah lo yang nyuruh Papa bekukan kartu kredit gue,” ujarnya Faezya tersenyum sinis. “Makanya kalau enggak mampu, enggak usah belagu. Stres sendiri, kan?”

Berkali-kali Gaffi beristigfar dalam hatinya. Dia tidak habis pikir dengan tingkah Faezya. “Ini keterlaluan, Faezya. Kamu habiskan uang berjuta-juta untuk hal yang tidak penting.”

MeminangmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang