Diana POV
Aku menghapus air mata yang masih membasahi pipiku. Tangisanku berkurang sejak beberapa menit lalu, dan aku mengakui bahwa aku sudah menangis selama setengah jam di depan sini. Perlahan, aku bangkit dari posisi dudukku di lantai.
Aku berjalan dengan pelan ke dalam apartment. Tubuhku terasa lemas dan mataku lelah karena terus menangis. Kulihat Zayn yang bergelung dengan selimut tebalnya di atas sofa. Aku mengambil posisi duduk di sebelahnya dan merebahkan tubuhku perlahan.
Hatiku masih saja terasa sakit. Ya Tuhan, apa yang telah ku lakukan tadi? Sungguh aku takut, aku amat takut apabila suatu saat aku akan menyesali perbuatan bodohku. Menyuruh Harry menjauhiku adalah hal terbodoh sedunia. Maukah kalian menyuruh orang yang kalian cintai dan mencintai kalian untuk menjauhi kalian begitu saja? Salahkan aku soal ini.
Aku menarik selimut tebal hingga menutupi leherku. Zayn, ia menyampingkan tubuhnya hingga aku hanya bisa melihat punggungnya. Tapi tiba tiba ia berbalik dan menatapku dalam kegelapan. Sinar bulan yang menyusup dari celah celah gorden membuat mata hazelnya bersinar, begitu lembut dan indah.
"Kenapa kau menangis? Apa lagi yang ia buat, Diana?" Tanyanya lembut.
Aku menggeleng pelan. "Aku tidak menangis, Zayn." Jawabku serak.
"Aku menunggumu selama satu jam lebih di sini. Apa yang kau lakukan di luar? Kau sedang bersama siapa? Siapa laki laki itu? Kenapa ia membuatmu menangis?" Tanyanya bertubi tubi. Senyumku mengembang mendengarnya berbicara panjang. "Dan kenapa kau tersenyum?" Tanyanya lagi.
"Haruskah semua pertanyaanmu ku jawab?" Tanyaku masih tersenyum, Zayn ikut tersenyum dan mendekatkan tubuhnya padaku.
"Tidak." Katanya. "Aku ingin berjanji sesuatu padamu."
Aku menaikkan alisku. "Apa itu?"
"Aku tau ini terdengar bodoh. Tapi malam ini aku berkata jujur padamu. Aku juga tau kalau kita hanya saling mengenal baru beberapa bulan. Diana, ada sesuatu dalam diriku yang ingin selalu membuatmu tersenyum, ada sesuatu yang membuatku ingin menghapus segala kesakitanmu, apapun itu. Ada sesuatu yang mendorongku untuk menghapus air matamu..." Zayn berhenti bicara dan menatapku dalam dalam.
Kegelapam malam dan ruang apartment ini seakan membuatku terlena beberapa saat. Jika aku boleh memilih, aku akan mencintai Zayn daripada Harry. Ia selalu menganggapku adiknya, berusaha melindungiku dan tanpa sekalipun membuatku menangis. "Bolehkah aku?" Suaranya terdengar.
Satu butir air mataku mengalir. "Untuk apa Tuhan menciptakan cinta, Zayn?" Tanyaku asal.
"Untuk membuatmu mengerti. Untuk menjauhkanmu dari rasa benci dan egois. Untuk membuatmu belajar, untuk melatih dirimu agar tau mana yang baik dan buruk." Jawabnya lembut. "Bukankah kau akan mengerti jika hewan, misalnya, harus di perhatikan dan di beri rasa sayang? Jika tidak ada cinta, hewan hewan itu akan mati. Bukankah kau akan merasa benci pada Tuhan, jika ia tak menciptakan cintanya? Bukankah kau akan mementingkan dirimu sendiri jika tak ada cinta? Bukankah kau akan tidak tau rasanya di khianati dan bukankah kau tidak akan tau mana laki laki yang baik dan buruk jika kau tidak merasakan cinta? Bukankah semua rasa akan hambar jika Tuhan tidak menciptakan cinta? Bukankah kita akan tidak ada jika Tuhan tidak memberikan cinta di hati Adam dan Hawa?"
Aku mengelap pipiku yang basah dengan punggung tanganku. "Kalau begitu, betapa Tuhan memberkati Perrie karena di pertemukan dengan laki laki sebaik dirimu."
Senyum Zayn mengendur. Ia tak menatapku lagi kali ini, melainkan berubah posisinya menjadi telentang dan menatap langit langit. Aku mengikutinya.
"Hubunganku dengan Perrie hanya sebatas kontrak kerja." Ucapnya pelan, padat dan membuatku tersentak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diana ( H.S )
Fanfiction"One day, i'll be strong enough to let you go."-Harry Styles