That's What You Want?

330 18 2
                                    

Diana POV

Aku terbangun dengan mata bengkak karena menangis semalaman. Oh, betapa sialnya aku karena kepalaku menjadi pening begini. Aku berjalan terhuyung huyung ke kamar mandi untuk membasuh wajah dan menyikat gigiku. Lalu kembali ke kamar dan meminum sebutir aspirin dengan air putih, untuk mengurangi pening di kepalaku.

Aku terduduk di atas bed. Merasakan peningku yang mulai hilang. Mengela nafas perlahan, aku meraih ponselku di atas meja lalu mengeceknya, tidak ada satupun panggilan atau pesan masuk. Instingku mengatakan jika Liam tak tau jika aku keluar tadi malam. Syukurlah, jadi aku tak perlu repot repot meladeni setiap pertanyaan yang membutuhkan penjelasanku itu.

Jam masih menunjukkan pukul 6 lewat beberapa menit. Aku bergegas kebawah setelah menguncir rambutku menjadi bun. Kelihatannya di bawah masih sepi, seperti hari hari biasanya, mereka memang akan selalu bangun pukul tujuh lewat jika tidak ada acara.

Aku mengambil beberapa telur dan sosis untuk di goreng. Fikiranku masih mengingat kejadian semalam. Berputar putar setiap adegan hitam putih seperti kaset rusak, membuat kepalaku ingin pecah saja. Bayangkan, aku dilema sekali, antara ingin berteriak kesenangan dan ingin menjerit keras karena kesal. Aku tau, ini perasaan yang aneh.

Harry mengambil alih segalanya dalam diriku. Kenapa harus selalu ada ia di fikiranku, ya Tuhan? Aku teringat saat ia berteriak di depanku tadi malam. Mengatakan ia mencintaiku, memelukku, segalanya masih terputar jelas.

Jika saja aku ada pilihan lain untuk bersamanya, mungkin aku akan melakukannya. Tapi kini hati dan fikiranku seakan saling membalap, saling mendahului.

Aku meletakan sosis goreng dan telur mata sapi goreng di atas piring dan menaruhnya di atas meja. Menuangkan susu ke dalam gelas the boys lalu membuat teh panas. Aku melihat Louis yang berjalan dari arah tangga.

"Good morning, sweatheart." Sapanya. Louis membetulkan kemeja berwarna abu abunya. Terlihat sudah siap untuk pergi.

"Good morning, Lou. Kau berencana untuk pergi?" Tanyaku.

"Ya. Begitulah, aku ingin menghabiskan waktu seharian ini dengan Eleanor." Jawab Louis. Aku mengangguk mengerti.

"Oh! Kalau begitu ajaklah Ele untuk makan malam disini. Aku merindukannya, lagipula nanti malam temanku ingin makan malam bersama kita, dia pasti senang bisa bertemu dengan El." Kataku.

Louis tersenyum. "Baiklah, sweatheart." Ucapnya.

Aku duduk di kursiku sambil menikmati teh panas yang tadi kubuat. Agak sulit rasanya ketika tau aku masih ada di sekitaran Harry. Aku ingin menjauh, tapi bagaimana bisa ? Jika aku benar benar ingin, itu artinya aku juga harus menjauh dari yang lain. Aku bisa tinggal di apartment, misalnya. Tak masalah, aku bisa mencari uang untuk sewa bulanan apartmentku tanpa meminta uang dari Liam. Tapi masalahnya apakah Liam akan mengizinkanku tinggal sendirian? Mengingat ia adalah kakak yang sangat protektif padaku.

Louis ikut menggeser kursinya setelah menaruh secangkir kopi panas di meja makan. Ia terlihat sedang mengutak atik ponselnya. "Good morniiing!" Sapa Niall ceria. Ia berlari kecil kearahku di ikuti Liam dan Zayn yang berjalan santai di belakangnya lalu memelukku singkat dari samping sebelum mengacak rambutku gemas. "Good morning, cutie!" Ucapnya.

"Good morning, Nialler..." Balasku tersenyum.

Liam berjalan kearahku lalu mengecup puncak kepalaku. "Good morning, sister." Katanya lembut.

"Good morning, bro." Ucapku tersenyum.

"Wow, Lou, kau ingin berkencan rupanya." Kata Liam sambil menarik kursinya. Louis memutar mata diikuti tawa Niall.

Diana ( H.S )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang